14th February for Ranti
"I just thought he was nice, you know?"
- Monica Geller
***
Sebulan sudah berlalu sejak Ranti dan Reza memenangkan kompetisi apps. Mereka pun terlihat semakin dekat setelah acara mapres dan mengisi beberapa aktivitas dan seminar di kampus.
Alva dan Mel juga semakin lengket. Seminggu setelah hari sial itu, Alva memutuskan untuk mendatangi Melisa. Alva memberikan Mel hadiah, sebuah kotak musik orgel dengan lagu "You Are My Sunshine." Tak mungkin rasanya kalau Mel tak luluh mendapatkannya, mengingat Alva bukan tipe pemberi hadiah dan lagu itu dianggap merepresentasikan perasaan Alva.
"I don't do gift, but I'll do it with you," begitu gombalannya Alva. Gombalan yang sebenarnya terlalu cheesy untuk selera Mel, tapi tetap sukses membuatnya tersenyum bahagia.
Sejak saat itu semua berjalan damai. Salsa mulai mengambil job modelling yang makin ramai berdatangan, Ranti makin dekat dengan dunia edukasi karena proyek kompetisinya membuka pintu pada dunia tersebut, Alva pun sibuk dengan musiknya. Perlahan tapi pasti, ketiga sahabat ini mengukuhkan diri di jalur mereka masing-masing. Kini mereka bukan sekadar anak-anak, mereka sebentar lagi menuju tingkat akhir dan menjalani kehidupan sebagai orang dewasa.
"Rasanya ngga nyangka ya, Ran ..." kata Salsa suatu sore saat pulang kuliah bersama.
"Ngga nyangka?" Tanya Ranti tidak paham arah pembicaraan Salsa.
"Dulu gue sama Alva ngampus karena arahan lo. Sekarang ilmu komunikasi kita terapin untuk bidang kita masing-masing. Makin jelas arah yang mau kita tempuh. Even Alva yang dulu pesimis sama musiknya, sekarang makin solid sama Aldy buat strategi marketing band mereka," kata Salsa.
"Ngga nyesel kan gue seret?" Goda Ranti.
"Ngga lah! Kita percaya sama lo, Ran, makanya kita ikut. Even kalo ternyata jalan karir kita nanti ngga kayak sekarang, gue tetep happy karena pengalaman-pengalaman kerja gue sekarang udah banyak banget. Itu semua karena networking dan pendidikan yang udah kita dapet dari kampus juga ," balas Salsa serius. Ranti terharu mendengarnya. Ada juga masa dimana sahabatnya mengerti apa yang dia coba lakukan selama ini.
"Yah ... walaupun sekarang kita jadi jarang ngumpul karena kesibukan kita, gue juga happy, Sa."
"Yeeeh!! Elu mah ngga heran kalo happy. Orang pacaran mulu, kayak Alva!!" Dan suasana syahdu tadi pun seketika sirna terlahap nada ngapak Salsa.
"Berisik aaahh ... udah bagus-bagus juga tadi ngomongin prospek masa depan," balas Ranti risih.
"Ecieee ... udah sejauh apa emang bahasan masa depan lo sama Kak Reza?" goda Salsa.
"Ngga ada!" balas Ranti ketus.
"Masa ngga adaaa? nyaris tiap hari main bareng Kak Rezaaa? Hahaha ... Modus banget lo, Ran, manggil-manggil Kak. Beda umur ngga nyampe setahun juga sama kita," Salsa makin panas menggoda Ranti.
" ... kan gue respect sama dia ..." Ranti malah menjawab lemah, seperti tak ada selera. Salsa mengernyit. Tumben, biasanya sudah senyum malu-malu kalau Salsa sudah menggoda Ranti dengan Reza.
"Kenapa lo? Sedih amat ..." tanya Salsa sambil sibuk menyetir.
"Sa, menurut lo ... dia suka ngga sih sama gue?" tanya Ranti malu-malu. Keinginan menggoda Salsa surut mendengar Ranti. Salsa tahu seberapa besar perssaan Ranti pada Reza.
Beberapa bulan ini rasanya seperti mimpi bagi Ranti. Mengerjakan proyek kompetisi bersama Reza, mengikuti workshop bersama, menang kompetisi sampai mengisi seminar-seminar, semua bagai rentetan kencan ideal Ranti.
Dengan Reza, Ranti tidak pernah bosan. Dengan Reza perasaan Ranti tidak menghilang, malah makin membesar. Semakin besar perasaannya, semakin sulit dia merasa biasa saja saat berada dekat seniornya itu. Ranti tahu dia ingin lebih, tapi entah Ranti siap atau tidak kalau Reza ternyata tidak merasakan hal yang sama.
"Ran ..." ucap Salsa sebelum memulai petuahnya, "Ngga ada faedahnya nebak-nebak, yang ada malah bikin tambah galau. Coba lo sampein perasaan lo."
"Ngga ah ..." jawab Ranti cepat.
"Kenapa nge-gas banget jawabnya?"
" ... I love what we have right now, Sa. Kalo gue bilang gue suka dan ternyata dia ngga, bukannya itu artinya apa yang sekarang ada bakalan ilang?" tanya Ranti.
"Tapi yang lo mau bukan yang sekarang lo dapetin, Ran. Hal yang sekarang lagi lo nikmatin ini semu. It felt good but won't take you anywhere. Lo selalu nge-push gue untuk keluar dari zona nyaman, well my advice on this will be the same. Lo harus pertaruhin zona nyaman lo untuk sesuatu yang lebih esensial buat lo," balas Salsa. Ranti menarik nafas panjang. Dia memahami setiap ucapan Salsa, tapi entah mengapa mentalnya masih saja belum mau menerima hal itu sebagai kenyataan.
Tiba-tiba handphone Ranti berbunyi. Si Tuan yang sedang jadi topik pembicaraan menelepon. panjang umur dia.
"Halo, Kak?"
"Ran, Sabtu ini lo ada acara ngga?"
"Ngga sih, Kak."
"Kalo malem makan bareng gue mau?"
"... makan? dimana?"
"Di Eiffel Cafe." Jantung Ranti berdegup kencang saat Reza menyebut salah satu kafe romantis itu.
"Hah? Kok di sana? Dalam rangka apa?" tanya Ranti penasaran. Dia tak berhenti berpikir tentang harapan, meski berkali-kali harapan itu dia usir. Ranti terlalu takut untuk berasumsi.
"Ada .... ada hal yang mau gue bicarain serius sama lo," jawab Reza ragu-ragu ... atau malu-malu?
"O ... ke, bisa kok, Kak," suara Ranti bergetar menahan seluruh perasaannya yang meluap-luap. wajahnya sudah merah. Salsa semakin penasaran dibuatnya.
"Great! Thanks a lot, Ran!"
Komunikasi mereka terputus, tapi masih terngiang-ngiang di kepala Ranti.
"Napa lo? Muka lo merah banget, Ran," tanya Salsa penasaran. Ranti menengok perlahan, takut hatinya pecah kalau bergerak cepat dan tiba-tiba.
"Saaaa ... Kak Reza ngajak gue jalan malam minggu ini. Gimana niiiiihhhh???" tanya Ranti panik. Salsa yang mendengarnya langsung melotot dan berseru heboh, membuat Ranti ikut berseru juga.
Hati Ranti berdebar tidak keruan dan perasaannya campur aduk. Ini adalah kali pertama Reza dan Ranti bertemu bukan dalam rangka tugas, proyek maupun diskusi akademik. Semua nampak begitu menjanjikan, begitu dekat dengan yang Ranti harapkan.
"WOOOHOOOO RANTIII FINALLYYYY!! Telepon Alva! Kita meeting di rumah gue, right now!" Salsa masih heboh menanggapi percakapan Ranti-Reza tadi.
"Jangan lebay deh, Sa! Belum tentu juga kan ini kayak apa yang kita pikirin?!" kata Ranti paranoid.
"Lo tau ngga sih Sabtu ini tuh hari apa?!" tanya Salsa gemas.
"Hari ... Sabtu?" jawab Ranti bingung. Salsa menatap Ranti sambil tersenyum semangat.
"It's valentine's day, Ranti sayang ..."
***
"GOKIIIIILLL!!!" Seruan heboh Alva itu makin membuat pipi Ranti memerah.
"Could you imagine, Va? Pacaran pas valentine. tiap anniversary pasti spesial banget tuh! Ah bisa romantis juga si Reza," sahut Salsa.
"Berisik ah! Belom tentu dia mau nembak tau!" kata Ranti, masih takut berharap.
"Ranti manis ... it's valentine. What else to expect? Right??" kata Alva kembali melambungkan harapan Ranti.
"Siapa tau Kak Reza ngga ngeh kalo itu hari valentine," ucap Ranti kembali malu-malu. Alva menunduk. Kebiasaan ini mulai rutin muncul kalau dia sedang merasa gerak-gerik Ranti menarik, atau kalau dia sedang merasa Ranti manis sekali, seperti saat ini. Dia terus mengendalikan hatinya, tapi dia yakin ini hanya untuk sementara.
"Come on, Ranti. Lo sendiri percaya apa yang lo omongin, hah?" tantang Salsa. Senyum Ranti perlahan mengembang. Ranti tak bisa berhenti merasa bahagia hanya dengan membayangkan bagaimana saat nanti makan malam bersama orang yang sedang ditaksirnya itu.
Sementara itu, Alva sibuk mengutuki dirinya dalam hati karena masih saja terpesona dengan senyum Ranti. Untung kedua sahabatnya ini nampak tidak sadar dengan perubahan sikap Alva yang lebih canggung dan hati-hati.
"Tempat nge-date-nya dimana?" tanya Alva penasaran.
"Eiffel Cafe," jawab Ranti, tidak lagi mengelak kalau Sabtu nanti disebut kencan.
"Lah, gue sama Mel juga ke sana!" seru Alva terkejut. Salsa langsung melotot tidak terima.
"Sial! Jadi lo bisa ngeliatin detik-detik bersejarah itu dong?!" kata Salsa kesal.
"Woohoo! Hoki abis gue!" sahut Alva sambil membatin entah sejak kapan dia makin terbiasa berakting begini.
"Gue ngga terima! Gue mau nguntit!! Gue boleh ngikut dan ngintip-ngintip ya, Raaaann ... Pleaseeee ..." Kata Salsa, si penguntit amatir yang meminta izin pada orang yang mau dikuntit.
"Duuuh ... terserah deh pada mau ngapain, ada masalah yang lebih penting! Ini gue bingung harus pake apa pas ketemu Kak Reza nantiii ..." kata Ranti panik dan gusar. Tidak pernah ia sangka bahwa masanya Ranti pusing memikirkan penampilan akhirnya tiba juga.
"No pants for sure," jawab Salsa cepat. Ranti memang tidak pernah memakai rok selain saat sekolah dulu. Saat menjadi panitia acara formal saja dia memakai celana bahan. Hal ini begitu mengusik jiwa fashion Salsa.
"Do your magic, Sa," kata Alva pada Salsa sambil menunjuk Ranti dengan dagunya. Salsa pun menjawab tantangan Alva dengan senyum penuh semangat.
***
Sisa waktu satu setengah hari ke depan dipakai Salsa yang bagai ibu peri untuk melakukan make over terhadap Ranti.
"Percuma gue jadi Style Influencer kalo gue ngga bisa meng-influence gaya gue ke elo," kata Salsa semangat.
Alva menceritakan soal Ranti pada Melisa. Berhubung mereka akan kencan di tempat yang sama, Alva harus memastikan bahwa Mel tahu dari mulutnya. Ranti telah menjadi topik yang cukup sensitif dalam hubungan mereka. Untung Mel masih cukup pengertian dan tidak mempermasalahkan Alva yang masih bersahabat dengan Ranti.
"Kamu ngga apa-apa nanti liat Ranti jadian?" tanya Mel tanpa basa-basi.
"Apaan sih kamu?" jawab Alva sambil tertawa kecil, membuat kesan bahwa itu adalah pertanyaan konyol.
"I'm serious, Va," kata Mel jujur. Dia menatap Alva dengan penuh perhatian.
"She's my best friend, Mel. Kalo dia seneng aku juga seneng," kata Alva sambil mengusap-usap rambut Melisa. Mel pun tersenyum, merasa sedang ditenangkan dan dilindungi perasaannya seperti ini cukup baginya. Ini menandakan besarnya perhatian Alva untuknya.
"Anyways, kita ketemu di kafe aja ya. Aku nanti ngga dari rumah soalnya. Ada ngumpul sama temen-temen dulu sebelum manggung minggu depan," kata Mel sebelum menghambur ke pelukan Alva.
***
"Wah, kalo gitu gue sama Ranti bisa nebeng mobil lo dong, Va?" tanya Salsa tepat setelah Alva menceritakan rencana kencannya dengan Mel. Alva mengernyit.
"Lo beneran ikutan, Sa?" tanya Alva, tak mengira bahwa rencana penguntitan Salsa itu serius.
"Yaiyalah!" kata Salsa protes.
"Lo kalo jomblo gini amat deh," goda Alva cuek. Ranti tertawa terbahak-bahak sementara Salsa melemparkan bantal sekencang-kencangnya ke wajah Alva.
***
Hari yang ditunggu tiba. Alva sudah duduk manis di ruang tamu lantai satu sambil menunggu dua teman perempuannya bersiap-siap.
"Kenapa cuma gue sih yang harus tunggu dibawah?" tanya Alva beberapa saat lalu di telepon.
"Ya menurut lo?! Gue kan nanti get dressed," balas Ranti melotot meskipun Alva tidak bisa melihat pelototannya.
"Ya kan gue bisa bantuin pakein ... Halo? Ran?"
Begitulah kira-kira percakapan singkat yang memutuskan nasib Alva 30 menit sebelum mereka berangkat. sekurang-kurangnya sudah selama itu Alva menunggu. Dia sudah siap, rapi dan wangi dengan kaos berwarna broken white yang diselimuti slim-fit blazer berwarna hitam, celana skinny jeans gelap dan sepatu casual boots warna cokelat. Tak lama ia pun mendengar suara langkah kaki bersahutan dari atas. Alva menengok tak sabar.
Alva tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Ranti. Untuk pertama kalinya Alva membatu saat melihat Ranti malam itu. Sulit baginya bergerak saat menatap sahabatnya yang berjuta kali lipat terlihat lebih cantik dari biasanya. Alva selalu merasa bahwa Ranti itu manis, tapi dengan make-up natural dan chic autumn dress selutut warna merah marun, penampilan Ranti terlihat begitu berbeda. Belum lagi tinggi badannya yang meningkat karena disupport wedges. Meskipun wedges itu tidak terlalu tinggi, Alva bisa merasakan bahwa wajahnya dan Ranti semakin dekat saat mereka sedang berhadapan.
"Hello, sweety ... " sambut Alva saat Ranti sudah berdiri manis, tersenyum di hadapannya. Instingnya membuatnya melakukan itu semua begitu saja. Ranti tersenyum geli dan dunia Alva seketika teralihkan. Alva tidak bisa lagi memperhatikan sekitarnya. Dimatanya hanya ada Ranti dan senyum manis perempuan mungil itu. Senyum yang begitu indah, sangat memesona bagi Alva. Alva pun tidak peduli bahwa Ranti tidak begitu memperhatikan betapa Alva mengaguminya. Bisa melihat perempuan itu dari jarak yang sangat dekat sudah membuat Alva senang.
"Jangan digodain, jatahnya cowo lain itu ..." suara Salsa membuat hati Alva mencelos. Perasaan senangnya langsung surut saat mengingat bahwa senyum manis Ranti itu tidak ditujukan untuknya. Untuk pertama kalinya Alva sadar bahwa dia menginginkan senyum itu hanya untuknya. Bahwa hati Ranti hanya untuknya.
Entah sejak kapan hati Alva menjadi egois seperti ini ...
***
Tiba sudah Ranti di medan perang. Dadanya berdebar kencang sampai ia berkali-kali menelan ludah. Alva dan Salsa memperhatikannya.
"You look great, Ran ..." kata Alva.
"Enjoy the ride," timpal Salsa.
Dengan kedua sahabatnya di sisi, keberanian pun sedikit demi sedikit terpupuk di hati Ranti. Ranti, Alva dan Salsa masuk ke kafe secara bergantian. Begitu masuk, Ranti langsung mengenal punggung Reza dari kejauhan. Reza duduk membelakangi pintu masuk, entah mengapa. Padahal kalau sedang menunggu orang kan biasanya lebih nyaman sambil menghadap pintu masuk ya?
Tapi Ranti tidak begitu memikirkannya. Dia langsung menuju ke arah Reza, dia bahkan tidak menyadari kehadiran Melisa yang duduk tak jauh dari pintu masuk. Melisa hendak menyapa, tapi melihat Ranti yang begitu fokus berjalan ke arah laki-laki, niatnya urung. Entah mengapa ada semburat kelegaan di hati Mel melihat itu.
Tak lama, Alva dan Salsa masuk. Alva langsung menghampiri Mel di sayap kiri sementara Salsa memojok di bagian kanan restoran. Posisi duduk yang Melisa pilihkan membuat Alva dapat melihat Ranti dengan jelas. Sementara Salsa yang kini tidak begitu mencolok tanpa make-up dan baju keluar kesukaannya menutup wajahnya dengan menu dan sering-sering menunduk.
"Harus banget dikawal Ranti-nya?" tanya Melisa geli melihat gelagat Alva dan Salsa.
"Duh, liat Ranti pacaran tuh rasanya emang mirip-mirip ngeliat anak sendiri lulus kuliah kali ya? Kayak momen bersejarah aja gitu," kata Alva, membuat Melisa terkikik. Suasana di meja mereka langsung hangat. Mereka mengobrol tentang hari itu, tentu saja diselingi tawa. Saat Melisa nampak tidak memperhatikan, Alva sesekali melirik ke Ranti.
Ranti sendiri sedang merasa terbang di atas awan. Tatapan kagum Reza yang berusaha ditutupi laki-laki itu membuat Ranti bahagia tak keruan.
"Kamu ... eh, lo ... cantik," kata Reza salah tingkah. Seumur hidup Ranti melihat Reza, tidak pernah ia melihat Reza seperti kewalahan begini. Dalam hati dia menyampaikan beribu terima kasih pada Salsa yang telah berdedikasi tinggi membuatnya tampil lebih baik.
Reza tak bisa berhenti menatapnya, meskipun beberapa kali dia harus mencuri-curi pandang saat melakukannya. Setelah mereka memesan makanan, Ranti tak tahan untuk tidak menggoda.
"Come on, you could look at me. Ngga harus nyuri-nyuri gitu ngeliatnya," kata Ranti jahil. Reza yang tertangkap basah langsung menutup wajahnya yang sudah memerah malu.
"Oh my God, this is so annoying ... I didn't expect this. I should know what you capable of," kata Reza yang terdengar seperti rentetan pujian bagi Ranti.
"Makasih loh," jawab Ranti dengan penuh pesona. Reza tertunduk malu setelah makin terbius dengan pesona Ranti.
"Gue harus jujur, malam ini gue ngga nyangka akan bertemu lo yang beda kayak gini. Gue pikir ini bakal jadi malam yang casual, as ... usual ..." senyum Ranti perlahan memudar. Perasaan buruk sedikit hinggap saat ia menerka-nerka arah ucapan Reza itu.
" ... and I could talk to you about how I adore your best friend ..." Tak ada senyum yang tersisa setelah Ranti mendengar ucapan itu.
Sementara Reza tidak menyadari perubahan raut muka Ranti, Salsa di pojokan mengernyit heran melihat reaksi itu. Alva yang tadinya berbincang hangat dengan Mel pun menegang saat melihat ekspresi wajah Ranti.
"Cause actually, gue ngajak lo malam ini karena gue mau minta tolong ..." Reza masih bicara sambil menunduk salah tingkah.
"Eh?" Ranti membatin dalam hati. Instingnya menyuruhnya untuk segera pergi dari situ agar tidak perlu mendengar sisa ucapan Reza, tapi tubuhnya kaku karena syok.
" ... bisa ngga lo bantuin gue biar bisa deket sama Salsa?"
... dan kalimat penutup Reza itu bagai bom yang membuat hati Ranti hancur berkeping-keping.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top