42. CRUSH HOUR

Seda menikmati serangan yang istrinya berikan. Bahkan begitu besarnya kenikmatan yang datang, tiba-tiba saja Odessa sudah berada di pangkuan pria itu. Suatu pencapaian yang tidak pernah Seda sangka bisa istrinya lakukan. Selama ini, Odessa hanya menjadi pihak yang menerima dan tidak banyak membalas Seda. Namun, berbeda dengan hari ini. Panas yang terasa di dalam tubuh Seda tersalur hingga bagian bawah dan sukses menegang.

Kecap mengantar desah, Seda nyaris kehilangan dirinya sendiri ketika Odessa menekan tubuhnya semakin rapat. Mereka mungkin akan menggila dan tak peduli dengan sekitar jika tidak memiliki kewarasan lagi.

Dengan pelan, Seda melepaskan tautan bibir mereka meski masih merapatkan dahi. "Kamu lagi kenapa, Des?" tanya Seda masih diiringi dengan deru napasnya yang keras.

Terengah sudah pasti terjadi, entah bagaimana Odessa bisa melakukannya sejauh ini. Seda tetap bahagia bisa diberi atensi sebegini besarnya dari Odessa.

"Aku ..." Odessa masih berusaha mengatur napasnya. "Aku udah tahu perasaanku, Mas."

Seda menatap mata istrinya, jika semula dia menatap bergantian antara bibir dan mata Odessa, maka sekarang tidak lagi. Ini pengakuan yang sangat serius.

"Kamu tahu perasaan kamu buatku? Terus apa hasilnya, Des?"

"Aku nggak mau bilang sebelum kamu juga memenuhi tugas yang aku kasih. Aku minta kamu untuk mengetahui apa perasaan kamu buat aku, kan, Mas? Jangan pura-pura nggak inget."

"Aku ingat, Des."

"Jawab dulu kalo gitu. Aku akan bilang perasaanku kalo kamu duluan."

Seda menurunkan tubuh istrinya dari pangkuan, tak mau terkecoh dengan tubuh Odessa itu. Mereka akan saling bicara mengenai rasa cinta, jangan sampai Seda merusaknya karena gairah yang mulai membara. Kini mereka duduk berdampingan dan mengubah posisi saling berhadapan.

"Aku harus bilang apa?" tanya Seda.

Pertanyaan itu tak mungkin tidak membuat kesal. Siapa yang tidak akan kesal jika disaat seperti ini malah lawan bicara bertanya harus mengatakan apa.

"Kamu cinta aku atau nggak. Udah, gitu aja sederhanya. Jawab jujur." Odessa tahu pola bicara yang rumit hanya akan membuat mereka berdebat untuk hal tak penting.

"Bentar. Karena aku udah pernah cerita ke kamu, kalo orangtuaku nggak pernah begitu-begituan, tolong jelasin dulu ke aku cinta itu yang kayak gimana?"

Odessa tidak memiliki banyak pengalaman mengenai cinta. Sebelum menikah dengan Seda, dia juga tidak memiliki perasaan mendominasi untuk pria manapun. Bagaimana dia akan menjelaskan rasa cinta pada suaminya?

Berpikir untuk sesaat, Odessa kembali mengingat ucapan suaminya. Cemburu tanda cinta.

"Kamu pernah cemburu sama aku?"

Seda mencoba mengulang banyak kejadian antara dirinya, Odessa, dan pihak lain yang bisa membuat Seda cemburu.

"Kamu jarang deket sama laki-laki lain. Hampir nggak pernah. Aku harus cemburu sama siapa?"

"Waktu kamu tahu aku pake dating app, Madam Rose, cerita sama laki-laki lain, kamu nggak ada rasa cemburu?"

Seda menarik napasnya perlahan. "Des, aku udah bilang ada andil kesalahanku di sana. Bahkan separuh cerita kamu, aku yang balas. Apa aku harus cemburu sama diriku sendiri? Lagi pula, Deprima itu iseng doang balesin kamu. Dia punya dua ponsel, aku nggak tahu di kehidupannya yang lain dia sebenarnya punya pacar atau nggak. Dia nggak menaruh perhatian ke kamu, dia cuma bersikap baik. Bahkan dia mengabaikan kamu beberapa waktu sebelum masuk di perusahaanku."

Kalau begini ceritanya, sudah pasti sulit untuk menjelaskan apa itu rasa cinta kepada Seda. Pria itu tak peka, jika penjelasan Odessa mengambang maka pria itu tak akan mengerti dan tidak bisa menjawab pertanyaan perempuan itu.

"Aku udah tahu perasaanku, Mas. Aku cinta kamu. Rasanya nggak menyenangkan kalo aku tahu perasaanku buat kamu tapi kamu malah nggak tahu sama sekali."

"Ya, makanya aku minta kamu jelasin dulu. Aku ini pria paling nggak jelas, Des. Apa pun harus dijelasin dulu baru paham."

"Ya, masalahnya. Aku juga sadar waktu kamu bilang 'cemburu itu tanda cinta', Mas. Kamu yang bikin aku sadar sama perasaanku."

Mereka terdiam sejenak. Ragu untuk bicara karena jalan pikiran yang bingung sendiri.

"Aku nggak tahu apa-apa soal cinta, Des. Itu aku cuma ambil ucapan kebanyakan orang. Belum tentu benar. Bisa jadi cemburu itu ada karena nggak mau kalah dapet perhatian. Atau alasan lain, entahlah. Tapi, Des. Aku tahu aku nyaman sama kamu, aku nggak mau pisah dari kamu, bahkan aku menyalahkan diriku sendiri karena kamu nggak bahagia bersamaku. Aku mau bikin kamu nyaman dan bahagia hidup denganku. Itu termasuk cinta atau bukan? Aku nggak mau salah mengira, lebih penting lagi, aku nggak mau mengumbar kata cinta sedangkan sikapku masih sama nggak menyenangkannya buat kamu."

Odessa mencoba menerima keadaan. Dia memang harus banyak belajar menerima lebih dalam lagi.

"Des, jangan pikirin cintanya. Pikirin usaha kita membuat kenyamanan satu sama lain. Bisa jadi kita bakalan sadar kalo kita saling cinta selama usaha itu berjalan."

Odessa mengangguk pelan meski masih agak kecewa. Dia menerima pelukan suaminya dan sengaja menciumi rahang pria itu.

"Des, jangan bikin makin tegang."

Ah, dasar mereka. Hobinya memikirkan hal mesum saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top