40. CRUSH HOUR
[Reminder: Cerita ini sudah tamat, ya. Bisa langsung mampir google playbook search 'Faitna YA' buat beli versi ebook-nya.]
"Ish, lama!" seru Odessa yang melihat suaminya berjalan ke arahnya yang menunggu di teras rumah dengan wajah masam.
"Kan, macet, Des. Kamu tahu sendiri jalanan jam makan siang begini."
"Nggak, aku nggak tahu!" sahut perempuan itu menyalak dengan garang. Seda sampai memundurkan kepalanya karena terkejut dengan semburan amarah perempuan itu.
Menggelengkan kepala untuk memaklumi sikap istrinya, Seda segera menuju mobil. Pria itu membuka pintu mobil sendiri dan duduk ke balik kemudi. Dilihatnya kursi samping belum terisi oleh sosok istrinya. Bahkan pintunya tidak terbuka sama sekali.
Menurunkan kaca, Seda bertanya pada sang istri. "Des? Kapan mau masuk? Katanya mau cepetan?"
"Tinggalin aja aku, ngapain kamu tungguin? Masuk sendirian ke mobil, kayak nggak punya istri, ya?!"
Seda menggaruk kepalanya. "Kok, jadi marah-marah, sih?" gumamnya. Mau tak mau dia keluar dan menghampiri istrinya yang semakin menunjukkan wajah masam.
"Kenapa lagi? Kita mau berangkat, Des."
"Ya, kamu kenapa nggak bukain pintu buat aku? Kamu harus ngerti, Mas, istri kamu ini lagi hamil. Pengen dikasih perhatian ekstra."
"Yaudah, kenapa tadi nggak bilang langsung? Aku mana bisa ngerti, sih? Dari awal nikah juga biasa kamu buka pintu sendiri."
Odessa melebarkan matanya, perempuan itu sangat kesal sekarang ini. "Kamu cari semua tentang maunya perempuan tanpa harus dibilangin di internet! Kamu yang nggak tahu apa-apa nyebelin!" Dalam sekali hentak perempuan itu masuk ke kursi penumpang setelah sengaja mengayunkan pintu ke arah tubuh Seda. Tak peduli jika suaminya itu kesakitan.
Seda terlihat begitu frustrasi. "Tadi minta dibukain, giliran mau dibukain malah buka sendiri!"
Begitu fokus dengan isi pikirannya, Seda sampai terkejut karena Odessa sengaja membunyikan klakson mobil keras. Ini benar-benar sport jantung namanya.
"Iya, iya! Sabar dikit kenapa, sih, Des?" Sayangnya ucapan itu tak berani Seda katakan langsung di depan muka Odessa, melainkan gumaman kecil saat memutari mobil penuh kesabaran.
*
Belanja properti adalah hal yang tricky bagi kebanyakan orang. Ini bukan belanja keperluan rumah, melainkan calon resto milik Odessa. Sensasinya sama seperti belanja kebutuhan rumah yang harus sempurna dan teliti. Meski tulus menemani istrinya, tetap saja Seda merasa aneh dengan semua ini. Sebab permasalahannya berasal dari mood istrinya yang mudah berubah.
"Ini bagus, sih. Oke." Sedetik Odessa mengatakan hal itu, maka dengan cepat dia akan berubah. "Jangan, deh. Warnanya monoton. Saya nggak suka yang begitu."
Seda tidak akan bisa lega sama sekali karena ulah istrinya ini. Odessa seperti sedang mengerjai semua orang di sana.
"Des," panggil Seda. Berusaha menghentikan istrinya yang semakin membuat pelayan bingung. "Des, berhenti dulu."
"Ini bagus, kalo dibuat kursi tunggu. Nanti kalo ada pelanggan yang antri—"
"Des, berhenti dulu kubilang."
"Apa, sih, Mas? Aku lagi milih."
Seda tidak ingin ribut di tempat umum, dengan cepat dia menarik pinggang istrinya dan mengusap kepala Odessa hingga mampu membuat perempuan itu terdiam.
"Pilihnya yang bener, Des. Kamu bikin pelayannya bingung."
Odessa yang terpana langsung menatap suaminya tanpa bicara.
"Biar aku yang bantu pilih, kamu duduk, istirahat. Dari tadi kamu berdiri, Des."
Odessa tidak bisa berhenti untuk tak terpana. Seda mengalami perkembangan yang cukup pesat. Odessa tentu menyukai hal ini.
Jika suaminya melakukan segala hal yang menyenangkan hati, maka Odessa akan menuruti semua yang diucapkan oleh Seda.
"Duduk, sini. Aku yang urus, kamu percaya, kan?"
Odessa mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya dari suaminya. Masih setengah tak percaya.
Seda mulai mengurusi segala barang yang akan digunakan untuk di restoran baru milik Odessa nantinya. Pria itu terlihat gagah dan tampan jika melakukan semua itu. Membuat Odessa bangga.
Sayangnya, rasa bangga itu habis oleh rasa cemburu ketika ada pelayan yang tersenyum-senyum genit ke arah suaminya. Belum tahu saja bobroknya Seda, kalau tahu, pasti pelayan wanita itu tidak akan mau menaruh atensi pada pria itu.
"Bisa saya bayar langsung, Mbak?" tanya Seda tak lupa menampilkan senyum, meski samar.
Hal itu membuat Odessa geram. Kok, bisa dia senyum gitu buat perempuan lain?!
Seda menuju kasir dan mendapatkan kesempatan untuk menunggu si pelayan mengurus harga.
Kenapa mbak itu lagi yang ngurusin pembayarannya, sih?!
Begitu saja langkah Odessa ringan sekali mendekati suaminya. Dengan cepat Odessa mengatur rencana di dalam pikirannya.
"Eh, Des." Seda memeluk tubuh istrinya yang bergerak limbung.
"Sayang, aku capek. Cepetan pulang, ya. Aku mau kamu pijit kayak semalem, enak banget, deh!"
Seda menatap istrinya dengan aneh. "Des?"
"Ihh, cepetan, dong ngurus harganya!" Odessa menatap pelayan it dengan tatapan perang.
Seda hanya menaikkan alisnya. Senang karena Odessa menyebutnya 'sayang'. Tak peduli tatapan orang lain, yang penting Odessa yang memanggilnya sayang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top