25. CRUSH HOUR
Odessa merasa gugup. Pesan yang dikirimkan oleh akun Deprima di Madam Rose sangat terperinci dan menunjukkan kejelasan bahwa Odessa mau tak mau harus terlibat dengan semua acara Kopdar yang diinginkan oleh Deprima. Sekarang, Odessa melamun dan menggigit kuku jemarinya karena bingung. Ya, jujur saja dia bingung. Bagaimana bisa ikut acara semacam itu? Belum lagi jika harus pergi ke lokasi syuting, bagaimana meminta izin pada suaminya?
"Makan siangnya mau apa, Bu?" tanya salah seorang pembantu di kediamannya.
"Bapak nggak pulang?" Odessa menjawab dengan pertanyaan.
"Nggak, Bu, kayaknya. Biasanya kalo pulang buat makan siang, kan, sekitar setengah satu. Ini udah mau jam 2 nggak ada pulang."
Desah lelah Odessa menyerbu. Dia tak tahu bagaimana cara berdamai dengan pria yang sedang tak mau memberikan kepekaan. Sebenarnya Seda tidak marah, Odessa tahu suaminya tidak akan marah adanya, kecuali Odessa melakukan kesalahan fatal. Namun, menghadapi Seda yang memilih tak mau tahu dan kembali dalam mode lebih baik tak peka ketimbang disalahkan karena sok peka, adalah kerumitan tersendiri yang pastinya Odessa harus sikapi dengan berbagai cara yang unik.
"Jadi, mau makan siangnya apa, Bu?"
"Nggak mau makan kalo nggak sama suami saya," jawab Odessa tegas.
Sebenarnya bagi pembantu di rumah itu tidak akan menjadi masalah bila majikannya tak mau makan. Bukan mereka juga yang akan merasakan kerugian dari efek tak mau makan. Namun, karena memang majikannya mungkin sedang ingin diperhatikan, maka tugas mereka adalah bertanya dan membuat Odessa goyah.
"Ibu yakin nggak mau makan tanpa bapak? Enak juga nggak mau makan nanti malem aja, Bu, kalo bapak udah di rumah. Kalo ibu ngambeknya sekarang, saya juga bingung. Soalnya saya bukan suami ibu yang bisa bujuk ibu biar makan."
Odessa menoleh dari ponselnya segera. "Kamu lama-lama kenapa ngomongnya mirip sama bapak, sih, Mbok? Belajar berapa lama sampe bisa pake kalimat balasan yang begitu?"
"Eh ... kan, bapak sering ngomong sama ibu begitu. Jadi, kebiasaan ngikutin."
Odessa semakin kesal mendengarnya. "Nggak tuannya, nggak kamu, sama aja, Mbok!"
"Sama apanya, Bu?"
"Sama-sama nyebelin!"
Sang asisten rumah tangga itu menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya. "Kok, saya ikutan nyebelin? Si ibu kenapa, sih?"
*
Seda. Pulang dengan wajah yang masih setengah kesal. Siapa yang tidak akan kesal bila rencananya kemarin gagal total dan malah membuat mereka berdebat mengenai hal yang tidak masuk akal bagi Seda.
"Bapak, kenapa baru pulang?" Sambutan itu datangnya dari sang asisten rumah.
"Kenapa? Istri saya mana?"
"Itu dia, Pak. Ibu ngambek karena bapak nggak pulang makan siang tadi, beliau marah, dan nggak mau makan."
Kening Seda berkerut dengan laporan yang diberikan oleh pembantunya. Gerakan melepas sepatu menjadi terhenti karena kalimat 'tak mau makan' itu mengusik Seda. Dia saja yang bekerja selalu makan meski kesal dengan tumpukan dokumen. Bagaimana mungkin istrinya yang diam saja di rumah tanpa bekerja malah tak menginginkan untuk mengisi perut?
"Gimana? Kenapa saya yang nggak pulang malah istri saya yang nggak mau makan?" tanya Seda pada pembantunya.
"Ya, karena bapak nggak pulang ke rumah waktu makan siang."
"Terus, sekarang belum makan malem?"
"Belum, Pak."
Seda menghela napasnya lelah. Pulang cepat malah disambut laporan begini. Mau tak mau Seda harus berusaha membujuk istrinya. Mengingat tadi pagi saja Odessa malah meraung menangis, bukannya mengurusnya. Mungkin ini adalah salah satu cara Odessa bermanja ada Seda.
"Ya, sudah. Kamu istirahat, ini udah lewat jam kerja, kan? Saya kasih bonus untuk gaji kamu nanti."
Senyuman senang muncul dari bibir pembantu Seda. Dengan hati yang lega, wanita yang membersihkan rumahnya itu pergi dan membiarkan Seda melakukan apa yang ingin pria itu lakukan.
Ketika memasuki kamar, Seda disambut dengan gelapnya lampu kamar. Odessa sepertinya sengaja tidak menyalakan lampu kamar mereka. Dengan cekatan Seda menyalakan lampu dan langsung bertanya apa adanya. "Kamu mau sakit dengan ngambek dan nggak makan, Des?"
"Suruh siap kamu juga marah ke aku, Mas?!"
"Siapa yang marah? Kalo aku marah, aku nggak akan ngomong sama kamu."
"Tadi pagi! Terus juga kamu nggak pulang buat makan siang. Itu apa namanya kalo bukan marah?!"
Seda melonggarkan kemeja serta melepaskan dasi kerjanya. Dia duduk di samping istrinya dan mengusapi punggung Odessa. Semula memang perempuan itu mencoba menolak, tapi lama-lama juga menempel pada Seda. Lalu, tiba-tiba saja bibir mereka juga sudah merekat satu sama lain. Rupanya cara semacam itulah yang bisa membujuk Odessa agar tidak merajuk. Tahu begitu, Seda tidak perlu memesan bunga satu truk, tapi tinggal menggarap istrinya di ranjang supaya mood perempuan itu bisa membaik. Ah, bercinta ... cara yang sudah pasti mampu merekatkan mereka kembali.
[Kangen pasangan koplak ini? Kita mulai bab mengarah ke konflik mulai dari bab 26, ya. Eh, apa jadiin bab ++ dulu sebelum menyapa konflik?]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top