17. CRUSH HOUR

Siapa pun yang memandang Seda saat ini, pasti mengerti bahwa ada hawa yang berbeda dari pria itu. Apalagi seorang Deprima yang hampir selalu bersama dengan atasannya itu. Dinas luar kota begini, membuat Deprima memahami betul perbedaan antara Seda yang pertama kali ia temui dengan versi yang sekarang.  Selain memancarkan aura berseri-seri, Seda juga lebih aktif untuk bicara. Jarang marah-marah, dan santai menyikapi apa pun. Kecuali pada informasi buruk mengenai suatu program atau divisi kantor.

"Sarapan apa kita pagi ini, Prim?" tanya Seda yang sudah rapi dengan kemeja hitam dan celana bahannya. Kacamata pria itu terlihat lebih pas dan kekinian. Deprima tidak tahu kapan model kacamata atasannya itu berganti.

"Salad, Pak. Sudah saya pesankan menu yang tidak akan membuat Anda mengantuk selama rapat kita hari ini."

Tidak ada yang mengerti dengan permintaan Seda. Makanan saja tidak mau yang bisa membuat dirinya mengantuk. Padahal, menurut Deprima, mungkin itu hanya karena rutinitas malam Seda mengganggu waktu tidurnya.

"Bapak begadang semalam?" tanya Deprima pelan.

"Kenapa?"

Deprima tahu tatapan Seda yang menghunusnya langsung adalah tanda bahwa pria itu tak suka jika Deprima mencoba menanyakan sesuatu yang tidak memiliki korelasi dengan pekerjaan.

"Eh, itu ... kantung mata bapak kelihatan hitam."

"Itu sebabnya saya pakai kacamata. Masih kelihatan, Prim?"

Deprima mengangguk dengan hati-hati. Takut salah bicara dan menyinggung pria yang moody an. Deprima sampai heran, sesabar apa istri atasannya itu menghadapi Seda yang luar biasa berbeda dari pria kebanyakan.

"Jalan, Prim. Nungguin apa kamu sambil merhatiin saya diam-diam gitu?"

Kacau. Deprima hanya memperhatikan pria itu karena gayanya hari ini yang berbeda. Bukan karena maksud lain.

"Maaf, Pak. Saya pengen gaya kayak bapak aja. Kelihatan fashionable gitu."

Seda langsung mencari dimanapun cermin yang ada di sana. Saat mendapati ada pilar yang bisa dijadikan tempat bercermin, Seda mulai memperhatikan gayanya sendiri. Tak lupa wajahnya lebih songong dan mengangguk-angguk puas.

"Oke, ya?" tanya Seda.

"Maksudnya, Pak?"

"Gaya saya bisa bikin perempuan nengok lebih dari dua kali, kan? Oke, kan?"

Deprima menggaruk alisnya agak canggung. "Bisa, Pak."

Lalu Deprima kebingungan ketika atasannya itu mengangsurkan ponselnya pada Deprima.

"Apa ini, Pak?"

Inginnya, sih, Deprima terlalu percaya diri diberi ponsel. Namun, sebagai asisten selama kurang lebih satu bulan ini, Deprima tahu itu adalah ponsel milik Seda.

"Foto. Ambil angle yang bagus, Prim. Mau saya kirim ke istri saya."

Deprima ingin menertawakan betapa noraknya Seda yang baru dipuji satu kali. Sepertinya memang istri Seda sangat berbakat dalam mengolah kesabaran. Bahkan Deprima saja ingin membanting ponsel Seda jika tak berakhir buruk.

"Baik, Pak." Deprima menuruti kemauan atasannya untuk mengambil gambar.

"Yang bagus, Prim. Saya suruh kamu pulang kalo istri saya nggak klepek-klepek dengan kiriman foto ini." 

Ah, terserah bapak ajalah!

*

Memang pria yang sudah menikah memiliki prinsip yang berbeda. Deprima sudah senang bukan main begitu rekan kerja yang rapat dengan mereka mengajak kongkow di salah satu kelab yang cukup terkenal. Namun, balasan Seda menutup rapat bibir Deprima dari senyuman.

"Mohon maaf, Greys. Saya sudah menikah, jadwal saya padat untuk sekedar minum-minum."

Tentu saja yang paling merana adalah Deprima. Masalahnya, jika Seda tak pergi, maka sebagai asisten Deprima harus siap sedia ketika atasannya itu membutuhkan sesuatu. Gagal rencana senang-senang Deprima.

"Jangan terlalu kaku, Seda. Bisnis, bisnis. Urusan rumah tidak masuk ke dalam lingkaran pribadi." Greyson memberikan balasan yang tidak ditanggapi oleh Seda dengan rasa tak enak. Seperti biasanya, Seda memang sangat datar dan kaku.

"Ini urusan pribadi saya. Saya tidak berbisnis dalam kondisi setengah sadar. Kalau saya ingin tidak sadar, saya akan bawa istri saya dan lebih nyaman rasanya tak sadar dengan seseorang yang saya kenal dan saya sukai."

Dalam kata lain, Seda tak suka bersama Greyson. Di situasi begini, Deprima yang menjadi tak enak hati sendiri.

"Oke, oke. Saya mundur mengajak kamu senang-senang. Gimana dengan asistenmu?"

Seda menoleh dan tatapannya lurus pada Deprima yang gugup hingga alisnya naik.

"Dia asisten saya. Jika dia mau senang-senang denganmu, bayar dia seperti saya menggajinya. Setelah itu urusan saya dan asisten saya ini selesai."

O-ow! Deprima terancam dipecat jika berani ikut Greyson.

"Oke. Jadi ... no jawaban dari kalian berdua."

"No untuk urusan senang-senang. Silakan habiskan waktumu dengan yang lain, Greys."

Seda memang tak bisa ditawar untuk urusan keputusan. Telak jawaban itu membuat Greyson mengakhiri pertemuan mereka dan meminta rapat lain kali di tempat yang lebih privat.

Begitu Greyson tak ada, Deprima terkejut dengan ucapan Seda. "Saya selamatkan kamu dari pria yang suka pria," ucap Seda yang langsung beranjak menuju kamar hotelnya.

Deprima seketika saja merasa sangat mual. Jadi ... Greyson?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top