12. CRUSH HOUR
Banyak hal yang tidak sama antara Odessa dan dan Seda. Mereka bahkan seringkali mengeluhkan hal itu diam-diam, mungkin lebih tepatnya Odessa yang lebih banyak mengeluhkan sikap suaminya di dalam hatinya. Namun, ia tak pernah takut sama sekali bahwa hubungan mereka akan masuk pada fase perpisahan. Entahlah, tidak ada ketakutan semacam itu pada diri Odessa ataupun Seda. Tiga tahun belum saling mengenal dengan baik juga tidak membuat mereka sekonyong-konyong mengucapkan kata cerai.
Keduanya memilih bungkam dan ya ... seperti Odessa yang memilih mencari tempat cerita. Semacam itulah. Jadi, rasanya wajar saja bila ia memiliki rasa tak percaya yang disematkan teruntuk sang suami yang sikapnya sulit dimengerti. Lebih tepatnya gaya bicara dan bahasa suaminya yang sulit untuk dimengerti.
"Kamu kenapa bikin aku bingung, sih, Mas?" tanya Odessa yang langsung mendorong dada suaminya dan menyuruh pria itu untuk segera mengemudikan mobil kembali menuju tempat tujuan kencan mereka.
Seda tidak memilih pusing menjawab dengan mulutnya, karena pria itu memilih mengangkat kedua bahunya dan membuat Odessa mendesah lelah.
"Kamu nyebelin," ucap Odessa seraya menatap ke depan.
Yang tidak Odessa mengerti, diam-diam suaminya itu menarik sudut bibir dan tersenyum. Meski hanya melalui sudut mata, Odessa bisa melihatnya dan sontak saja menoleh karena tak mengerti mengapa Seda melakukan hal demikian. Sebagai perempuan dia merasa diejek oleh Seda.
"Apa yang lucu sampe bikin kamu senyum kelewatan begitu?"
Seda menggeleng pelan. "Baru kali ini aku bisa lihat banyak ekspresi dari kamu, Des. Kamu kelihatan kayak perempuan manja ke pasangannya."
Odessa tidak tahu jika suaminya memperhatikan bagian itu. "Kamu majuin bibir, kesel, protes, terus nada yang kamu pake itu manja kayak anak kecil. Aku suka dengernya."
Pria kaku seperti Seda bisa juga meruntuhkan kesalnya seorang Odessa. Entah bagaimana senyuman itu juga menular pada perempuan itu. Bagaimana menjelaskannya, ya? Ini semacam sengatan listrik yang menyebar.
"Katanya kamu mau aku manja-manja ke kamu, ya, aku lakuin. Baguslah kalo kamu suka."
Tak berapa lama, mereka sudah memasuki parkiran bawah tanah di salah satu mal besar. Odessa berniat untuk membuka pintu mobil, tapi lebih dulu dihentikan oleh sang suami.
Disaat begini, Odessa sedang merayap mimpi mengenai Seda yang akan berucap, "Biar aku yang bukain pintu buat kamu." Sudah pasti Odessa senang bukan main jika benar suaminya memberikan perlakuan manis semacam itu.
Perempuan itu menunggu, ia tak menyangka bahwa bukan pintu yang dibuka, melainkan celah bibir Odessa dengan milik pria itu. Seda menciumnya, melumat dalam dan menyulitkan Odessa untuk memprotes, sebab pikirannya kacau dengan tindakan Seda itu.
Beberapa waktu yang mereka habiskan hanya di dalam mobil dan saling bertukar liur, Seda melepaskan diri dan mengusap mulut sang istri dengan tisu yang tersedia di mobil.
"Lipstik kamu luntur, Des. Tapi, kok, ada rasanya, ya? Cokelat?"
Odessa kembali bersungut kesal. Tanpa ada aba-aba atau tanda, pria itu menciumnya dan tidak mengatakan alasannya.
"Marah, Des?" tanya Seda.
"Tauk, ah, Mas!"
Sekali lagi gerakan Odessa yang ingin membuka pintu mobil dihentikan oleh suaminya yang unik bukan main itu.
"Des, aku cium kamu soalnya kamu mewujudkan salah satu keinginanku."
"Keinginan apa?"
"Kamu yang manja ke aku," jawab Seda tanpa melepaskan tatapannya dari Odessa.
"Lain kali jangan tiba-tiba gitu. Kalo ada yang lewat dan lihat kita gimana?"
Seda mengangguk saja dengan enteng. Sungguh Odessa tidak tahu nantinya praktek yang dijalankan oleh suaminya itu akan seperti apa. Odessa hanya harus siap dengan berbagai kejutan.
Turun bersamaan, tanpa Seda yang membukakan pintu untuk Odessa, mereka berjalan bersama seolah teman nongkrong biasa. Odessa bingung harus memulai menggenggam tangan suaminya atau tidak. Sedangkan Seda memang tak mau memaksa, dia sudah kena damprat oleh Odessa tadi karena mencium perempuan itu tiba-tiba. Seda tak ingin kena pukul jika menyentuh bagian tubuh Odessa di depan umum.
Tiba-tiba saja Odessa menghentikan langkahnya, membingungkan Seda yang tidak merasakan keberadaan sang istri di sisinya.
"Des?" Mendapati Odessa yang berhenti di dekat pintu masuk bagian basement, Seda mau tak mau mundur kembali. "Ngapain malah berdiri di sini?"
"Kita kencan atau mau nongkrong, Mas?"
"Kencan," jawab Seda santai.
"Kalo orang kencan biasanya jalan bersisian biasa aja?"
Seda mengangguk. "Aku dulu kalo makan sama kenalan baru juga jalan sisian. Kenapa?"
Memejamkan mata dan mengatur napasnya lebih dulu, Odessa akhirnya memberanikan diri lebih dulu untuk menggenggam tangan suaminya yang tidak main-main bebalnya.
"Kamu beneran searching soal kencan, nggak, sih, Mas?"
"Cari beneran. Aku tahu harusnya kita mesra, tapi tadi kamu marahin aku 'lain kali jangan gitu'. Ya, aku nggak berani sentuh kamu depan umum."
"Itu kalo kamu cium-- ah, udahlah! Kita masuk aja."
Ya, malam ini paling tidak mereka harus memperbaiki hubungan yang payah sekali kemesraannya itu.
[Yups, yups. Semakin mesra semakin bagus. Harus mesra dulu sebelum badai menerjang, yes. 🤭]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top