28. Crown Shyness
Kuncup hijau tumbuh subur menampilkan ceria. Dahan cemara saling menyapa tanpa mampu berpelukkan. Dedaunan terlihat tersenyum kala mentari menyapa pagi.
Harga berjalan di taman rumah sakit. Semakin dekat dengan pohon-pohon Cemara yang selalu memberikan pesona hijau nan indah. Tiap kali ke sana harga selalu mengingat akan Jackson yang sering duduk dan mengamati fenomena pohon cemara.
"Aku tahu jalan ini sulit untuk kita lalui."
"Ya, tapi kita harus tetap berjalan hingga akhir. Rasanya aku juga tidak sanggup untuk menerima segala takdir yang sekarang sudah Tuhan berikan untuk kita," ucap Erika sembari menahan tangis.
"Sudahlah, yuk, kita saling bergandeng tangan buat melihat masa depan, jangan terperosok ke masa lalu."
Tarekat tersenyum tipis, menunjukkan raut kegelisahan. Rasanya baru kemarin dia bisa tersenyum lepas, ceria menjalani hari-hari, tapi hari ini semua terasa lengkap. Hanya tangis yang terus hadir dalam hari-hari panjang yang dia miliki.
Entah sampai kapan gadis itu terus menangis. Sepanjang waktu sepanjang malam rasanya sulit untuk menjalani hari-hari tanpa mimpi. Seandainya waktu bisa diputar kembali Erika akan melakukan apa pun untuk melihat orang yang dia cintai bahagia.
"Aku pikir ini semua hanya mimpi," ucap Erika mulai menitikkan air mata. "Jika tahu akhirnya seperti ini, apa yang diminta semua akan aku penuhi dengan cepat."
"Sudahlah, takdir Tuhan tidak ada yang tahu. Ini yang terbaik untuk kita," ucap pemuda itu sembari menghapus airmata Erika.
"Apa Tuhan tidak ingin memberiku kesempatan kedua?"
"Erika, jangan menerka hal buruk. Ini semua yang terbaik untuk kita, Aku tahu ini sangat sulit untuk kamu jalani. Terlebih Aku tidak pernah di posisimu jadi tidak paham apa yang kamu alami."
Erika menatap langit seperti harapan yang digantung tinggi lenyap tanpa jejak. Sulit menerima hari-hari kelam yang akan menyapanya entah sampai kapan. Saat ini ini tersenyum rasanya sudah sangat berat, hari-hari panjang nan melelahkan yang ada di depan mata benar-benar membuat Erika merasa tidak sanggup untuk beranjak dari hari ini.
"Andai dia tahu, aku mencintainya lebih dari apa pun, tapi sayang alam semesta tidak menyertai."
"Iya, sekarang kamu boleh menangis sejadi-jadinya, sampai hatimu merasa lega."
Benar, Erika melepaskan segala kegundahan hati. Menangis jalan satu-satunya untuk membuat hati tenang. Tidak peduli dengan sekitar, Erika menangis dalam rangkulan pemuda delapan belas tahun itu.
Dari balik pohon Cemara, lebih kurang sepuluh meter, Kinara mengamati Erika lalu dia juga menangis. Rasanya sakit sekali mengingat kejadian demi kejadian yang membuatnya harus kehilangan untuk selamanya.
"Andai kamu tahu, begitu banyak yang menangisi kepergianmu dan andai kamu tahu, aku sangat kehilangan dirimu, mungkin aku lebih hancur dari kekasihmu."
Sekilas Kinara mengingat fenomena crown shyness yang pernah sahabatnya ceritakan. Saat ini fenomena itu sedang dia jalani, fenomena di mana dahan cemara seling berdekatan, tetapi tidak bisa saling menyentuh. Begitu pula dengan dirinya, dulu dekat dengan Jackson, namun sampai sekarang tidak bisa menyentuh, bahkan semua tinggal kenangan.
Kinara menyesali apa yang terjadi, semuanya sudah terlambat. Kepergian orang terdekat sangat sakit, terlebih ketika ada rasa yang terpendam, namun belum sempat untuk diungkapkan. Penyesalan terdalam dan semua hanya tinggal sesal.
"Jack, maafkan aku, andai kamu tahu sebenarnya aku juga secara tidak langsung memiliki rasa untukmu, sayangnya aku tidak mau menyakiti hati Erika."
"Apa yang maksud, Kin?" Tanya Erika yang tidak sengaja mendengarkan ucapan Kinara.
Kinara terlihat kaget melihat Erika ada di belakangnya, padahal beberapa saat lalu Erika terlihat di bawah pohon cemara dengan radius lebih kurang sepuluh meter. "Sejak kapan kamu di situ?"
"Karena kegalauan mu sampai tidak tahu kalau aku ada di sini. Apa hubunganmu dengan Jackson?"
"Kita hanya sahabat," jawab Kinara dengan mimik ketakutan.
"Oke, aku tidak bertanya lebih jauh lagi. Lagian bukan urusanku, yang terpenting Jackson masih menjadi milikku selamanya," sindir Erika berjalan menjauh dari tempat Kinara berdiri.
Kinara tidak bergeming. Bahkan, dia tidak memberi argumen lebih jauh lagi tentang hubungan mereka. Radit yang mendengar percakapan itu menepuk ringan pundak kanan Kinara saya akan memberikan sinyal jika semua akan baik-baik saja.
"Cukup kamu dan Tuhan yang tahu. Maafkan Erika, ya, dia masih kalut karena kepergian Jackson," ucap Radit tersenyum tipis.
"Aku paham, terima kasih," timpal Kinara dengan nada terisak.
Radit berjalan mengikuti arah Erika pergi. Semua merasa kehilangan Jackson, terlebih kepergian Jackson karena sebuah kecelakaan. Padahal selama ini Erika sudah berusaha sebisa mungkin untuk membuat Jackson masuk daftar tunggu transplantasi jantung. Nyatanya semua tidak bisa diprediksikan oleh manusia, Jackson tidak lagi merasa sakit dengan cara indah Tuhan menyembuhkannya.
🌻🌻🌻
"Apa? Jackson tidak bisa diselamatkan?" tanya Tante Davina dengan tatapan nelangsa.
"Benar, lukanya tidak begitu serius, tetapi jantung Jackson yang bermasalah membuatnya semakin sulit untuk bertahan," papar dokter Ferdi berbicara sehati-hati mungkin.
"Tidak!" Teriak Tante Davina seketika terkulai lemas di lantai mendengarkan pernyataan dokter Ferdi.
Erika segera memeluk wanita empat puluh tahun itu. Dia bisa merasakan betapa hancur ya hati seoarang ibu yang harus kehilangan anak untuk selamanya. Sekarang mereka harus saling menguatkan untuk melihat Jackson bahagia di atas sana.
Malam itu malam terkelam untuk semua orang yang mengenal Jackson. Rasanya tidak percaya pemuda itu harus pergi selamanya. Usianya masih sangat muda, sayangnya takdir berkata lain.
"Andai dia tahu jika nasib buruk seperti ini akan menimpa, sungguh aku akan selalu bersama," gumam Kinara dari balik bilik ruang tunggu.
Semua serasa hampa. Kepergian Jackson meninggalkan kesediaan bagi siapa saja yang mengenalnya. Terlebih berulang kali Tante Davina pingsan kala mengingat tentang putra semata wayangnya. Siapa saja yang melihat hal itu akan merasa hancur hatinya.
🌻🌻🌻
Lebih dari tiga puluh bulan setelah kepergian Jackson, Kinara datang ke taman belakang rumah sakit. Dia menikmati pemandangan crown shyness, lalu mengingat tentang pemuda yang pernah dia kagumi, sayangnya mereka tidak mampu bersentuhan satu sama lain.
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top