26. Awal Baik, tapi Buruk
Senja memberikan warna tersendiri untuk kisah cinta Erika dan Jackson. Kisah sejoli merajut kasih di bangku putih abu-abu. Penuh dengan rasa cemburu, curiga, peduli, cinta, kasih, dan entahlah.
Sejak mendengarkan pengakuan dari Radit perlahan Erika kembali mempercayai Jackson sepenuhnya. Sedari awal pun memang Erika selalu percaya dengan apa yang Jackson ucapkan. Seakan sekarang kedua telinga Erika tertutup untuk siapapun yang menjelekkan sang pacar.
"Jack, maaf ya kemarin aku sempat curiga kalau kamu nggak setia."
"Ternyata?" Tanya Jackson sambil menggoda sang kekasih.
"Setia banget, aku nggak pernah nyangka kalau orang yang dekat dengan kita malah yang menusuk dari belakang."
"Sudahlah lupakan Yoga, lagian aku udah nggak pernah berpikir lagi tentang dia. Terserah dia mau ngelakuin apa selama nggak ganggu hubungan kita, aku nggak peduli," papar Jackson meyakinkan Erika.
Tanpa Babah gadis bermata cokelat itu memeluk Jackson. Dia tidak pernah ingin menukar Jackson dengan apa pun. Mungkin usia mereka masih muda, tapi Erika percaya Jackson adalah jalan Tuhan untuk membuatnya selalu tertawa setelah kepergian sang mama.
"Jack, besok kamu mau nggak nemenin aku ke makam?" Tanya Erika sambil perlahan melepas pelukan dari Jackson.
"Ya, mau, kapan sih aku pernah nolak kalau kamu ajak?"
Erika tersenyum puas mendengar jawaban dari Jackson. "Aku jemput kamu di rumah ya, habis itu kita bisa main ke kafe atau ke toko buku."
"Terserah kamu aja, yang terpenting datang ke makam mamamu dulu," timpal Jackson tersenyum tipis.
Percakapan mereka terdengar Yoga yang masih kesal dengan perlakuan Erika juga Kinara. Awal dari semua permasalahan adalah Jackson, Yoga berencana membalas dendam karena telah dipermalukan di depan umum oleh dua gadis yang selama ini menjadi pelindung Jackson. Tidak peduli apa yang nanti akan terjadi, yang terpenting memberi pelajaran untuk Jackson.
"Awas aja, kalau nggak bisa dapetin Kinara, kamu juga nggak akan pernah bisa dapetin perhatian dari Kinara sampai kapanpun," gumam Yoga sambil berjalan menjauh dari Erika dan Jackson yang masih duduk di tepi lapangan basket.
🌻🌻🌻
Suasana rumah masih seperti biasanya, canggung tanpa ada percakapan yang berarti. Maya berjalan mendekati Erika yang sedang menonton TV di ruang keluarga. Sengaja dia membawa dua cangkir coklat panas untuk dinikmati dengan putri sambungnya.
"Erika, Mama boleh duduk di sampingmu?"
Gadis itu hanya mengangguk, tanpa berucap sepatah katapun.
"Ini Mama buatin dua cangkir kopi panas kesukaanmu," kata Maya membuka percakapan.
"Terima kasih, nggak perlu repot-repot juga."
"Tidak masalah, jika kamu pengen di masakan apa aja, langsung bilang, nanti aku masakin," ucap Maya mempromosikan diri sebagai koki di rumah.
Erika mengambil cangkir coklat panas dari atas nampan. Tak langsung diminum, dia menunggu beberapa saat sampai coklat itu sedikit hangat untuk dinikmati di malam sendu sembari menonton Tomorrow.
"Maaf ya, jika selama ini Mama kurang perhatian sama kamu, soalnya masih bingung kamu mau diperlakukan seperti apa." Maya menatap putri sambungnya dengan tatapan nelangsa.
"Bersikap sewajarnya aja seperti ibu dan anak. Aku nggak mau berekspektasi tinggi terhadapmu, takut aja nanti aku kecewa," papar Erika dengan jujur sembari menyeruput cokelatnya.
"Aku tahu selama ini mungkin salah memposisikan diri sebagai ibu tirimu. Sejujurnya aku tidak ingin dinilai sebagai ibu tiri yang jahat, maaf sekali kalau selama ini terlalu tegas karena aku tidak mau melihatmu terluka."
Mendengar ucapan dari ibu tirinya seketika membuat Erika terenyuh. Dia tidak pernah menyangka wanita yang ada di depannya berkata seperti itu. Selama ini Erika hanya menganggap saya sebagai ibu sambung yang keras kepala dan pemarah kepadanya. Ternyata dibalik ketegasan itu semata-mata Maya tidak ingin melihat putri sambungnya salah jalan.
"Aku juga minta maaf, Ma, jika selama ini selalu buat tensi darah naik. Mungkin Mama memang keras padaku, tapi itu karena sayang dan aku yang salah mengartikan rasa sayang itu."
Maya tidak dapat membendung tangisnya Dia segera memeluk Erika. Pelukan yang sangat hangat antara ibu tiri dan anak sambung. Seakan dunia berhenti berputar untuk sementara, selama ini Maya tidak pernah merasa sehangat itu memeluk Erika.
Ferdi yang baru pulang melihat Maya dan Erika berpelukan merasa terharu. Selama ini pria paruh baya itu merasa tidak bisa menjadi sosok ayah yang adil untuk Erika dan suami yang ideal untuk Maya. Melihat hubungan dua orang yang dia sayangi semakin membaik, membuat Ferdi merasa bahagia.
"Cie ... kalian lagi ngapain?" Tanya Ferdi sambil masuk ruang keluarga dengan senyum kebahagiaan.
Seketika Maya dan Erika melepaskan pelukan mereka. Ferdi berjalan mendekati dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya.
"Kapan Papa pulang, Mama siapkan main malam dulu, ya," izin Maya berdiri dari sofa merah.
"Nggak perlu, tadi sudah makan di rumah sakit. Kalian emang tadi ngapain sampai pelukan segala?"
"Nonton drama Tomorrow, jika sesuatu itu terasa berharga kalau sedang jauh atau pergi untuk selamanya," ucap Maya menceritakan inti dari drama yang ditonton Erika.
"Iya, Pa, saking dramanya bagus banget, aku dan Mama terbawa suasana," tambah Erika kompak mendukung pendapat ibu tirinya.
"Keren banget ya filosofi dari Drakor yang sering kalian lihat," kata Ferdi sembari meletakkan tas kerjanya di samping sofa merah.
"Ah, Papa bisa aja, mangkannya kalau aku dan Mama nonton Drakor jangan dimarahi."
"Betul kata Erika, di Drakor banyak banget nilai kehidupan yang bisa kita ambil sebagai pembelajaran hidup," tambah Maya semakin mendukung argumen Erika.
Sekarang dua wanita hebat itu kompak untuk mendukung satu sama lain. Karena kejujuran dan rasa ingin memiliki satu sama lain akhirnya kasih sayang itu bisa hadir dan lahir dari hati mereka. Jika dulu sering terjadi kesalahpahaman, mulai malam ini ini hubungan itu benar-benar menjadi lebih baik. Maya berusaha menerima Erika sebagai Putri sambungnya dengan sangat menyayangi tanpa embel-embel apa pun, begitu pula Erika mencoba memahami kerasnya sang ibu tiri untuk masa depannya kelak.
Entah mengapa dibalik kebahagiaan itu tersirat wajah Ferdi yang tengah menyembunyikan sesuatu. Secara tidak langsung Erika bisa membaca raut wajah Papanya yang tidak seceria biasanya. Tidak ingin terus menyimpan rasa ingin tahu, Erika segera bertanya pada Ferdi.
"Papa kenapa? Sepertinya ada sesuatu yang sengaja disembunyikan."
"Nggak, Papa sedikit capek karena tadi banyak tugas di rumah sakit."
"Jangan bohong, kalau hanya karena tugas rumah sakit nggak mungkin wajah Papa murung seperti itu," kata Erika terus memburu Ferdi.
"Iya, Pa, cerita aja, ada apa sebenarnya?" tanpa Maya sambil menatap tajam ke arah Ferdi.
"Papa sedih karena ini berhubungan denganmu, Erika."
"Maksudnya apa, Pa?" tanya Erika yang bingung dengan pernyataan sang Papa.
"Ini karena Jackson," jawab Ferdi singkat padat dan sangat jelas sambil menunduk tanda tak percaya diri.
"Jackson kenapa, Pa? Jawab Erika, Pa!"
Malam yang awalnya penuh kebahagiaan seketika menjadi suram nan sendu. Pernyataan singkat dari Ferdi membuat Erika merasa gelisah. Ferdi sebenarnya tidak ingin menceritakan semuanya karena pasti akan membuat sang putri terpukul.
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top