1. Pacar Bucin
Ketika hati sudah memilih, bukan berarti tidak bisa berpaling. Terkadang apa yang kita pikir benar, itu tidak selamanya benar. Ada kalanya sesuatu yang selalu bersama, bukan yang terbaik, bukan juga pilihan, tapi keterpaksaan yang tidak bisa untuk diungkapkan.
Terlebih masa muda, kehidupan terindah, bisa melakukan apa saja, tanpa ada yang mengendalikan. Untuk urusan hati tidak ada yang tahu, mudah mencintai dan dicintai hal yang wajar. Gejolak hati mereka membara penuh semangat.
"Kenapa kita harus terus bersama?"
"Karena aku terlanjur mencintaimu, nggak tahu kenapa sulit rasanya menghindar darimu."
"Masih ada waktu, kita bisa mencari kebahagiaan masing-masing," ucap pemuda sambil membenarkan kardigan yang dia kenakan.
"Tidak semudah itu, aku sudah terlanjur mengagumimu lalu mencintaimu. Mungkin dirasa terlalu cepat, tapi untuk urusan hati, entahlah, aku sangat lemah."
"Maaf, mungkin aku yang harus berpaling darimu," ucapan muda itu sambil berjalan pergi begitu saja tanpa menghiraukan si gadis yang menangis sesenggukan.
Suasana duka menyelimuti setiap kepergian. Sakit rasanya jika sudah memiliki rasa dan tiba-tiba harus berakhir begitu saja. Ingin rasanya berteriak, mengejar, lalu memukul, agar dia tahu bagaimana rasanya ditinggalkan. Bagaimana sakitnya hati ketika pawangnya pergi.
"Good job!"
Riuh tepuk tangan menghiasi siang terik tanpa angin. Semua terpesona dengan akting yang ditaklukan oleh dua siswa itu. Suasana yang awalnya mencekam berubah menjadi senyum keceriaan ketika pelajaran bahasa Indonesia dapat menampilkan drama kelas yang penuh air mata.
"Keren banget, tapi aku nggak mau hubungan kita akan kandas segitu aja kaya akting yang baru aja kita lakukan."
"Ya, kalau gitu kamu harus menjagaku dengan baik."
"Siap pangeranku, aku nggak mau jadi orang bodoh yang begitu saja melepaskanmu," ucap gadis tujuh belas tahun sambil tersenyum manja ke arah sang pacar.
Mata pelajaran bahasa Indonesia pun dilanjutkan dengan akting-akting dari siswa yang lain. Semua yang ada di kelas XI-MIPA 3 menikmati suguhan praktik drama mata pelajaran bahasa Indonesia. Terlihat natural seperti benar-benar terjadi, nyatanya hanya dalam akting semata.
🌻🌻🌻
Hari-hari berjalan semestinya. Tidak ada yang terlalu menonjol karena setiap hari adalah istimewa. Penuh dengan cerita rahasia dan keajaiban yang sulit ditebak. Alam selalu memiliki rencananya sendiri untuk membuat anak-anak Adam bahagia dalam hari-hari yang panjang.
Masih sama rutinitas yang dijalani oleh gadis dengan rambut hitam sebahu. Pergi ke rumah kekasihnya untuk menjemput dan sarapan di sana. Rasanya aneh ketika ada cewek mau menjemput kekasihnya, tetapi dia menyukai, bahkan rela menjalaninya dengan senang hati.
"Seperti biasa Pak, kita jemput Jack dulu," ucap gadis berambut sebahu sambil menutup pintu mobil.
"Siap Nona cantik," sahut pak supir tersenyum ramah pada anak majikannya.
Sepanjang perjalanan gadis itu menatap keluar jendela mobil. Melihat rutinitas pagi yang selalu riuh penuh dengan semangat. Gadis itu tersenyum sambil mengeluarkan kaca dari dalam tas sekolahnya.
Pak sopir melirik dari area kemudi sambil sesekali melemparkan lelucon, "Non Erika cantiknya natural nggak perlu banyak dandan udah cantik banget."
Gadis bernama Erika itu tersipu malu sambil terus menatap wajahnya dalam pantulan cermin kecil. "Bapak itu kalau muji nggak usah terlalu tinggi nanti saya jadi GR," kata Erika sambil merapikan rambutnya yang masih rapi.
"Memang benar seperti itu sampai Mas Jackson klepek-klepek sama Non Erika."
Seketika Erika terbawa memori ke beberapa tahun lalu. Kali pertama bertemu dengan Jack karena ketidaksengajaan mereka. Mereka bertemu di rumah sakit dan sejak saat itu Erika memendam rasa pada Jackson. Alam berkehendak, hubungan yang sedarinya karena basa-basi tumbuh menjadi cinta. Iya, cinta remaja, tetapi besar harapan Erika ingin terus bersama Jack.
Terlalu hanyut dalam lamunan, Erika tidak sadar mobilnya telah tiba di depan halaman rumah Jackson. Gadis itu turun dari mobil dan berjalan santai menuju rumah kekasihnya. Sekarang Erika sudah ada tepat di depan pintu rumah Jackson, mengetuk tiga kali dan berharap kekasihnya cepat keluar.
Dari dalam rumah wanita tiga puluh delapan tahun sedang menyiapkan sarapan. Dia mengetahui jika ada tamu di depan pintu, pastinya bisa menebak jika pacar anaknya yang mengetuk.
"Jack, sepertinya Erika sudah ada di depan, kamu buka dulu ya pintunya, ajak dia makan kalau mau."
"Nanti dulu deh, Ma, Jackson masih ganti baju."
"Ya udah, biar Mama aja yang buka."
"Jangan dibuka dulu, Ma, yang ada dia nanti malah bikin ricuh aku nggak fokus."
"Dasar kamu, tuh, jangan sok jual mahal kayak gitu dong. Erika anak yang baik, kalaupun dia bikin ricuh di sini, Mama suka. Rumahnya jadi rame, nggak diem-dieman kayak kita sama ini."
"Jadi, Mama nyindir hubungan kita yang diem-dieman aja?"
"Mungkin ya, semoga kamu peka. Di rumah ini kan cuma ada dua orang, Mama dan kamu, berarti udah jelaskan kan jawabannya?"
Jackson keluar dari kamarnya sambil menenteng tas ransel hitam. Wajahnya sedikit masam ketika mendengarkan curhat colongan dari Mamanya. Tersenyum tipis ketika melewati sosok wanita yang telah melahirkannya Jackson fokus untuk cepat-cepat membuka pintu rumah, takut terus menceramahi Jackson yang tidak-tidak.
Mempersiapkan diri sekuat mungkin untuk menerima sapaan pagi dari kekasihnya yang sedikit cerewet. Jackson membenarkan posisi dasi dan kerah yang belum rapi. Bener saja, seragam putih abu-abu yang dia kenakan sedikit kekecilan membuat dirinya kurang terlalu nyaman.
Pintu rumah terbuka. Senyum Erika mengembang menghiasi wajah imutnya. Tidak terlihat kesedihan terlintas pada gadis tujuh belas tahun itu yang ada hanya keceriaan yang selalu terlihat.
"Jacksonku, kamu udah siap?" Tanya Erika sambil menyentuh lengan kekasihnya.
"Udah siap tapi mau sarapan dulu."
"Erika ayo sarapan bareng!" Teriak Mama Jackson dari arah dapur.
"Siap, Tante," sahut Erika sambil berjalan melewati Jackson untuk menuju dapur. "Tante pagi ini masak apa aja?"
"Nasi goreng kesukaan Jackson, kamu udah sarapan belum?"
"Udah Tante, tapi aku mau sarapan lagi karena tadi belum. Cuma sarapan roti bakar, aku sih nggak terlalu suka."
"Nanti kalau gendut nangis," goda Jackson lalu mengambil nasi goreng untuk memindahkannya ke piring.
"Apaan sih, lagian nasi goreng tantey Devina lebih enak dari sarapan pagi apapun, yang bikin aku selalu ngiler."
Situasi sarapan di rumah Jackson yang sederhana terlihat begitu akrab. Erika yang tergolong orang asing begitu nyaman dengan kedekatan antara ibu dan anak itu. Dia merindukan hari-hari bisa menikmati sarapan bareng orang tuanya, pasalnya sebelum Erika bangun kedua orang tuanya sudah pergi bekerja, bahkan seringkali tidak pulang ke rumah karena alasan lembur.
Erika selalu mengajak Jackson ngobrol sampai mereka sekarang sudah tiba di sekolah Erika tetap berbicara sesuka hatinya lantaran memiliki mood yang bagus jika bersama Jackson. Pemuda tujuh belas tahun dengan tinggi seratus tujuh puluh empat tidak begitu meladeni kekasihnya cukup mendengarkan dan berkata "iya" sudah membuat Erika merasa sangat.
"Jack!"
Jackson mencari sumber suara yang memanggilnya. Dia menoleh ke arah belakang dan benar saja seseorang dengan senyum sumringah dan pipi merona memanggilnya penuh semangat. Jackson menghentikan langkah kakinya untuk menunggu gadis itu.
"Tumben udah datang, biasanya lima menit sebelum masuk kelas baru," ledek Erika mengedipkan mata kirinya.
"Iya kalau aku datang lebih awal artinya PR ku belum selesai dan kalian mau kan kasih contekan?"
"Pastinya," sahut Jackson sambil menggandeng tangan gadis itu berharap bisa cepat tiba di kelas.
"Aku nggak di gandeng kan aku pacar kamu," gerutu Erika memasang wajah jutek."
"Sini biar aku gandeng kayak mau menyeberang jalan raya aja harus gandengan," timpal gadis berambut hitam legam sambil menggandeng tangan Erika.
Erika menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih ya, Kinara, kamu itu lebih peka dari pacar aku."
"Dasar bucin!" ledek Kinara menggandeng tangan sahabatnya.
Gadis tujuh belas tahun itu bernama Kirana, ceria dan penuh semangat seperti Erika. Bedanya kadang Kinara bertindak di luar nalar, sangat pemberani dan tidak takut apapun yang ada di depannya. Walau Dia terlihat tomboi, tapi sebenarnya sama seperti cewek-cewek pada umumnya yang bisa bercanda dan manja.
Mereka bertiga saling bergandeng tangan untuk menuju ruang kelas. Terasa begitu aneh, namun pemandangan ini sering terlihat sangat normal. Pasalnya mereka bertiga awalnya bersahabat sampai Erika nembak Jackson dan akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih, Kinara tetap setia menjadi sahabat keduanya.
🌼🌼🌼
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top