Bab 20 Alma's Reason
Kau ingin tahu mengapa aku melakukan hal ini? Baiklah, akan kubawa kau kembali pada sebuah ingatan akan kenangan menyedihkan seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun.
👑👑👑
Audrina tampak heran ketika dia sudah sampai di suatu tempat di mana Alland membawa dirinya untuk berkencan. Dia melihat sekeliling dan mengkerutkan dahinya. Di hadapannya kini berdiri sebuah bangunan yang dipenuhi dengan bermacam-macam jenis bunga fuchsia.
“Kau membawaku ke toko bunga?” Audrina terheran-heran ketika melihat papan reklame Fuchsia Burgundy Flowers.
Alland tertawa lalu mengangguk. “Aku sudah membeli toko ini.”
“Kau membeli toko ini?” Audrina semakin heran. “Kau tergila-gila pada bunga fuchsia atau apa?”
Alland kembali tertawa. “Tidak,” Audrina menatap Alland yang tertawa dengan heran. “Aku tergila-gila padamu Audrina, saking gilanya aku sampai membeli toko bunga ini.” Pernyataan Alland terdengar cukup serius membuat Audrina terdiam. “Aku membelinya khusus untuk kencan kita hari ini.” Alland tersenyum lalu mengulurkan tangannya. “Ayo, masuklah!”
Audrina menyambut uluran tangan Alland dan bersamanya masuk ke dalam toko bunga itu. Seorang pegawai menyambut mereka di dalam dan dua pegawai lainnya sedang sibuk dengan bunga-bunga fuchsia. Terlihat tak ada pengunjung atau pembeli.
Alland mengajak Audrina ke bagian belakang toko tersebut yang ternyata ada sebuah rumah kaca yang dikelilingi kebun bunga fuchsia.
“Tokonya sepi, tak ada pembeli?” Audrina berbisik.
“Memang sengaja khusus untuk hari ini tokonya tidak buka untuk umum.”
“Memangnya ada apa dengan hari ini?”
Alland menghentikan langkahnya lalu menatap Audrina heran. “Kau masih tidak paham juga? Aku membeli toko ini untuk kencan kita dan khusus hari ini tak ada pengunjung atau pembeli karena hanya ada kita.”
Audrina terdiam sejenak lalu dia hendak berbicara namun tak jadi karena akhirnya dia paham. Audrina tersipu, dia tak pernah berkencan sebelumnya dan pertama kalinya dia berkencan di sebuah toko bunga. Dalam bayangannya dia pikir Alland akan mengajaknya makan malam atau ke tempat-tempat romantis seperti yang selalu diceritakan Sofia. Entah apa yang direncanakan Alland!
“Duduklah.”
Audrina mengangguk. Kedua tangannya kini di atas meja menopang dagunya. Matanya melirik Alland yang sibuk mengambil beberapa bunga dan alat-alat untuk merangkai bunga. “Kau akan merangkai bunga?”
Alland menoleh dan hanya tersenyum lalu kembali sibuk memilih-milih bunga fuchsia.
Beberapa menit kemudian semua persiapan sudah di atas meja dan Alland hendak memulai kegiatannya merangkai bunga.
“Kau ingat, kan? Kau memintaku merangkai bunga fuchsia yang banyak untukmu?” Audrina mengangguk. “Hari ini aku akan merangkai bunga fuchsia untukmu. Rangkaian ini akan lebih banyak bunga fuchsianya dan lebih besar tentunya.”
Seketika mata Audrina berbinar. “Sungguh?”
“Tunggu dan lihatlah.” Dengan cepat Alland merangkai bunga fuchsia.
Terlepas dari kepercayaan masyarakat Gallardina tentang bunga fuchsia, merangkai bunga fuchsia adalah salah satu bakat dan kebanggaan pria Gallardina. Jika seorang pria gallael tak bisa merangkai bunga fuchsia itu adalah hal memalukan.
Bagi Alland yang pria terhormat juga seorang bangsawan Gallardina, merangkai bunga fuchsia adalah bakat atau keahlian yang harus dimiliki keluarganya. Terlebih lagi kini dia sedang mengejar seorang putri mahkota Gallardina. Tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakan keahliannya tersebut.
Kepercayaan itu, tentang seorang pria gallael yang merangkai bunga fuchsia untuk wanita yang dicintainya kelak akan menjadi pasangan hidupnya adalah hal yang diucapkan berulang kali oleh Alland dalam hatinya.
Sambil merangkai bunga fuchsia di hadapan Audrina, dia berharap wanita yang akan dia berikan rangkaian bunga fuchsianya itu kelak akan menjadi pasangan hidupnya.
👑👑👑
“Maaf, kau sudah menunggu lama?” Alma mencium kedua pipi kakaknya. “Kau tiba-tiba mengajakku bertemu, ini sungguh mendadak.”
“Tidak apa-apa, aku sedang berada di Burgundy jadi sekalian saja aku bertemu denganmu. Aku memintamu bertemu di sini karena lumayan sepi.”
Alma melihat sekeliling. “Yah, Bar ini sepi sekali. Maaf, aku tak mungkin mengajakmu ke istana.”
Xavier terkekeh lalu dia memberi tanda pada bartender untuk memberinya dua gelas bir. “Kau mau minum bir, kan?” Alma mengangguk. “Aku maklum, istana pasti sedang sibuk dengan persiapan pelantikan raja.”
Alma menghembuskan napas kasar. “Membuatku muak melihat kesibukan di istana, ditambah lagi putri mahkota mulai menghilang dari pengawasanku.”
“Maksudmu? Memangnya putri mahkota ke mana?”
Alma kembali menghembuskan napas. “Pengawal pribadinya sangat protektif dan akhir-akhir ini sepertinya putri mahkota sedang berkencan.”
“Berkencan? Sungguh? Jangan bilang dia berkencan dengan pengawal pribadinya?” Xavier tertawa menyindir.
“Aku akan senang sekali jika dia berkencan dengan pengawal pribadinya, tapi tidak, bukan dengannya. Jasper ternyata masih tahu diri.”
“Lantas, dengan siapa sang putri berkencan?”
Alma melirik Xavier sambil meneguk bir. “Kudengar dengan bangsawan Calladine, salah satu kandidat yang akan menjadi pendamping hidupnya.”
“Oh.” Xavier mengangguk tanda paham. “Lalu bagaimana dengan rencanamu?” tanya Xavier serius. “Aku sungguh tak habis pikir kenapa kau melakukan semua ini, Alma? apa alasannya?”
Alma menatap Kakak tirinya dengan serius. Tentu saja Xavier pasti tidak tahu alasan dibalik dirinya membenci keluarga kerajaan. Tak ada yang mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah seorang pengkhianat negara.
Alma sendiri tak tahu pengkhianatan apa yang sudah dilakukan ayahnya sampai-sampai Raja Ignatius tak mengampuninya. Tapi tentu saja dia mencari tahu hal itu sendiri. Ayahnya harus mendekam di penjara selama sisa hidupnya yang tinggal sebentar karena penyakit kanker ganas yang dideritanya. Sang Raja bahkan tak berbelas kasih sedikit pun pada ayahnya.
“Kau ingin tahu mengapa aku melakukan semua ini? Baiklah, akan kubawa kau pada sebuah ingatan akan kenangan menyedihkan seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun.”
Suasana aula utama Istana Fuchsia terasa mencekam dengan beberapa petinggi kerajaan, agen khusus rahasia Gallardina dan terlihat sang Raja juga Ratu duduk di singgasananya.
Seorang pria paruh baya yang tampak lemah sedang berdiri sambil menunduk dalam menghadap Raja. Pria itu terlihat pasrah pada apa yang akan diputuskan untuk dirinya.
Lalu seorang pejabat tinggi kerajaan yang juga seorang hakim agung Gallardina berdiri dari tempat duduknya. “Sesuai dengan Undang Undang Kriminalitas Tingkat Tinggi Gallardina, dengan ini Ravi Batistuta dinyatakan bersalah atas pengkhianatan negara dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup!”
“Tidaaaakkk! Tidak! Aku mohon Raja Ignatius! Berikan ampunan pada suamiku! Berikan keringanan hukuman untuk dirinya!”
“Rosalia, sudahlah, aku memang bersalah.”
“Tidak Ravi! Bagiamana bisa? Bagaimana dengan putri kita?”
Ravi menatap seorang gadis kecil yang berdiri tidak jauh darinya. “Dia akan baik-baik saja Rosalia.”
“Tidak, dia tidak akan baik-baik saja! Dia tidak akan diterima di manapun karena dia adalah putri seorang pengkhianat!”
Ravi lalu memeluk Rosalia yang menangis, sedangkan gadis kecil itu hanya bisa terpaku melihat orangtuanya. Dia tak tahu harus bagaimana tapi dia cukup paham jika ayahnya adalah seorang pengkhianat dan tak akan lagi bersamanya.
Perlahan gadis kecil itu berjalan menuju Raja Ignatius, begitu sampai dia berlutut lalu memohon kepada Raja sambil menangis.
“Yang Mulia Raja, aku mohon, ampunilah ayahku.”
Raja hanya menatap penuh kasihan tak memberi jawaban namun berbeda dengan Ratu Alla. Sang ratu memapah gadis kecil itu untuk berdiri dan mengusap airmatanya.
“Ibumu khawatir kau tak diterima di manapun. Bagaimana jika kau diterima di istana ini? Menjadi pelayan istana? Pelayan pribadiku?”
Ravi dan Rosalia terkejut mendengar ucapan Ratu Alla sedangkan gadis kecil itu terlihat bingung tak mengerti.
“Be-berentina, apa kau ingin menjadikan putriku pelayan istana?” tanya Rosalia.
“Lebih tepatnya pelayan pribadiku. Jika kau mengizinkan? Tapi tentu saja aku tak perlu izinmu bukan?”
Rosalia hanya bisa terdiam. Tentu saja Ratu Alla tak perlu izinnya apalagi jika itu perintah. Terlebih lagi dengan status putrinya kini sebagai putri pengkhianat, mungkin lebih baik putrinya berada di dalam lingkungan istana.
Gadis kecil itu menatap ibunya yang terdiam. “Ibu apa maksudnya? Aku tak mengerti?”
Ratu Alla tersenyum. “Tenanglah gadis kecil, kau akan baik-baik saja.” Dia lalu memeluk gadis kecil itu dengan sedikit membungkuk. “Yura ma namia?”
“Vi namia Alma Lucrecia, Berentina.”
Ratu mengelus pelan kepala Alma. “Maafkan Raja-mu tak bisa mengampuni ayahmu dan mulai hari ini kau akan tinggal di istana agar kau tak perlu khawatir lagi dengan statusmu sebagai putri pengkhianat.”
Alma menatap Raja Ignatius dan ayah ibunya bergantian lalu menatap lekat Ratu Alla. “Berentina, apa kau tak bisa membujuk raja agar mengampuni ayahku?”
“Vi auffar, carlae.” Alla menggelengkan kepalanya. “Aku tak bisa.”
Alma mengepalkan kedua tangannya dan buliran airmata menetes di pipinya. Pengampunan yang tak bisa diberikan Raja Ignatius membuatnya merasakan sepercik kebencian di hatinya. Dan percikan kebencian itu semakin lama menguasai hatinya seiring berjalan waktu dirinya menghabiskan sisa hidup di istana.
“Bagaimana Xavier? Apa kau kini mengerti kenapa aku melakukan semua ini? Mengapa aku sangat membenci keluarga kerajaan?”
“Alma…”
“Aku tahu ayahku bersalah! Aku tahu dia pengkhianat! Tapi tak bisakah Raja berbelas kasih pada ayahku yang sekarat? Bahkan dia di penjara hanya tiga bulan sebelum akhirnya dia pergi untuk selamanya! Aku bahkan tak bisa menghadiri pemakamannya!” Alma sedikit histeris dan tanpa sadar dia sudah menangis.
“Alma, aku sungguh tak tahu kau memiliki kenangan yang menyakitkan ini. Ibumu tak pernah menceritakan apapun bahkan hingga dirinya meninggal.”
“Jika dia menceritakannya padamu, itu akan menjadi aib untukmu.”
“Benar, kau benar Alma. Itu akan menjadi aib jika mengetahui ibumu ternyata adalah seorang janda pengkhianat.”
“Xavier, karena kau sudah tahu, jangan pertanyakan lagi alasannya.” Alma menatap lekat pada kedua bola mata kakaknya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
👑👑👑
Andres terkejut melihat rangkaian bunga fuchsia yang sangat besar melintas di ruang tengah istana. Dia menyipitkan matanya untuk melihat dengan seksama siapa yang ada di balik rangkaian besar bunga tersebut.
“Audrina?”
Audrina memiringkan kepalanya. “Hai Andres!”
Andres bangun dari duduknya. “Rangkaian bunga ini dari Alland?”
Audrina mengangguk, diletakkannya rangkaian bunga itu di atas meja. “Alland mengajakku berkencan di toko bunganya.”
“Alland punya toko bunga?”
Audrina mengangguk. “Dia baru saja membelinya karena akan berkencan denganku.”
Seketika Andres tertawa. “Jadi Alland membeli toko bunga lalu dia mengajakmu berkencan di sana?”
“Iya! Dia bahkan merangkai bunga fuchsia ini di hadapanku Andres!”
Andres mendecak tak habis pikir. “Kenapa dia sampai membeli toko bunga? Seharusnya dia membeli saja rangkaian bunga fuchsia yang sudah jadi dan memberikannya padamu.”
Audrina mendecih. “Kau sendiri tak ingin merangkai bunga fuchsia untuk calon istrimu?”
“Itu tidak perlu, lagipula Eleanor bukan wanita Gallael.”
“Astaga Andres! Seharusnya kau bangga pada budayamu sebagai pria gallael! Bahkan kau ini seorang Raja Gallardina!”
“Lebih baik aku merangkai bunga fuchsia untukmu, Audri.”
“Apa? Aku tidak mau jadi istrimu!” Audrina begidik.
Andres terkekeh. “Kau tak akan menjadi istriku, kau adikku!” Dia mengelus lembut kepala Audrina. “Jadi bagaimana kencanmu dengan Alland?”
“Hmm, cukup menyenangkan.” Audrina lalu mengambil rangkaian bunga fuchsia di atas meja. “Aku sangat menyukai ini, indah sekali.”
Tepat pada saat itu, Jasper muncul di ruang tengah istana. “Salure, fura magista. Aku mendengar celentina sudah kembali ke istana.”
“Oh Jasper! Lihatlah, Alland merangkainya untukku, indah sekali bukan?” Audrina memamerkan rangkaian bunga fuchsia itu pada Jasper.
“Sangat indah sekali, Celentina.”
“Kau pasti tak akan bisa merangkai bunga seindah ini, Alland sungguh berbakat!”
Jasper hanya diam saja. Tiba-tiba saja dirinya merasa kesal sekali Audrina berkata seperti itu. Merangkai bunga fuchsia bukanlah apa-apa Audrina! Aku bisa merangkai lebih indah dari milik si Alland itu!
“Kalau begitu aku ke kamar dulu, sungguh melelahkan sekali hari ini.” Audrina pergi melangkah menuju kamarnya namun dia berbalik kembali. “Aku lupa Andres, Aku ingin memberitahumu kalau Alland akan mengantar dan menjemputku ke sekolah. Tidak apa-apa bukan?”
Andres mengangguk. “Tidak apa-apa.”
“Dan aku tidak butuh pengawal pribadiku untuk menjagaku di sekolah, pengawal Alland sudah cukup untuk menjagaku.”
“Hmm, aku tidak yakin, kau sungguh tak butuh pengawal pribadimu?”
“Tidak, aku tidak butuh dia.” Audrina melirik Jasper lalu berlalu pergi menuju kamarnya.
Jasper tanpa sadar ingin mengejar Audrina namun Andres menahannya. “Jangan ganggu adikku! Kau dengar katanya tadi? Dia tak butuh dirimu, jadi selama Audrina pergi ke sekolah, kau dibebastugaskan! Ini perintah!”
Jasper menatap Andres lalu menunduk dalam. “Aras endirae, fura magista.”
👑👑👑
Sial! Fokuslah Jasper! Bagaimana mungkin kau berani mencintai putri mahkota Gallardina tapi merangkai bunga fuchsia saja kau tidak bisa?
Sekali lagi Jasper mencoba merangkai beberapa bunga fuchsia yang dia petik diam-diam di kebun istana. Sebuah perjuangan menyelinap dan mengendap-ngendap demi memetik beberapa tangkai bunga fuchsia namun perjuangan itu akan sia-sia jika dia tak bisa merangkainya.
Dan kali ini Jasper menyerah, sungguh memalukan dia sama sekali tidak bisa merangkainya. Kini bunga-bunga fuchsia itu berserakan di meja ruang keamanan.
“Jasper! Apa-apaan ini!” hardik sang ayah. Refleks Japser langsung berdiri menghadap ayahnya. “Kau sedang apa Jasper?”
“Maaf ayah, aku sedang berusaha merangkai bunga.”
Gustav melihat bunga-bunga fuchsia yang berserakan di atas meja. “Kau tidak bisa merangkai bunga? Satu rangkaian saja kau tak bisa?”
“Aku tahu ayah, ini memalukan.”
“Astaga Jasper,” Gustav menghembuskan napas kasar sambil berkacak pinggang. “Memangnya kau merangkai bunga untuk siapa? Putri mahkota?”
Jasper hanya terdiam sambil menunduk dalam. Gustav memandang Jasper lalu mendecak.
“Sadarlah, Nak! Sadar! Dia tidak ditakdirkan untukmu!” Gustav menepuk pelan bahu Jasper. “Lagipula kau tak perlu merangkai bunga untuknya, cukup kau ada di sisinya, itu sudah membuatnya bahagia.”
Jasper mengangkat kepalanya dan tersenyum. Dia tahu sesungguhnya Audrina juga mencintainya dan membutuhkan dirinya.
👑👑👑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top