4). Truth or Drink?
Peringatan ⚠️
Part ini mengandung konten alkohol.
Mohon bijak dalam membaca, ya.
Sebagai pengulangan informasi, sudah saya sertakan peringatan ini di bagian deskripsi cerita.
Terima kasih atas perhatiannya, ya.
Happy reading ❤️
I know it now
It's becoming clear
-Y.P.
*****
Virga sudah mengatakan ingin menjodohkan Yoga dengan Yoana dan kentara sekali kalau dia seantusias itu. Namun faktanya, insiden di kafetaria adalah yang terakhir.
Dua minggu terlewatkan dan tidak ada hal spesial yang terjadi. Yoga masih disibukkan dengan jadwal yang padat, berhubung dia masih di tahun pertamanya kuliah. Selain itu, dia masih membantu senior mengerjakan beberapa proposal untuk keperluan BEM di sela-sela waktu senggangnya.
Jadi, kemungkinan bertemu dengan Yoana seperti yang diharapkan duo sepupu Virga dan Tristan tentu mendekati nol.
Ini malah bagus untuk Yoga karena tadinya dia membayangkan apa reaksi Yoana jika dia benar-benar dijodohkan dengannya. Cewek itu pasti akan risih dan mungkin saja akan semakin sakit hati jika tahu ada campur tangan Tristan di balik rencana itu.
Itulah sebabnya, Yoga berdoa semoga misi duo sepupu tidak terealisasikan.
Sayangnya, entah karena takdir atau kebetulan semata, Yoga tidak tahu. Yang jelas, gegara kejadian ini, lagi-lagi nama Yoga Pradipto diseret-seret dan masuk trending topic list yang efeknya dua kali lipat lebih heboh ketimbang fakta dia dijuluki sebagai sadboy.
Pasalnya, Yoana mengunjungi kosan cowok. Indekos yang ditinggali Yoga dan teman-temannya memang tidak melarang kunjungan cewek, bahkan tidak ada aturan batas waktu. Terkesan barbar--memang, tetapi selama ini tidak ada insiden terlarang atau hal lain yang berisiko memberikan citra buruk untuk hunian tersebut.
Bisa jadi, letak indekosnya strategis di pusat keramaian sehingga bisa meminimalisir tindakan ilegal yang mungkin terjadi. Kalaupun ada yang lain, kemungkinan besar pemiliknya telah menetapkan kompensasi melebihi jumlah digit normal hingga tidak ada yang berani melanggar aturan serta norma yang berlaku.
Yoga juga tidak mengerti mengapa secara kebetulan dia harus keluar dari kamar, padahal dia selalu mendekam dan tidak keluar hingga besok paginya di waktu seperti ini.
Hari sudah malam, merambat menuju pukul sepuluh yang masih dianggap awal bagi sebagian besar mahasiswa. Namanya juga memasuki tahap dewasa muda, tentu tidak sedikit yang keluyuran atau nongkrong bersama teman kos yang lain.
Virga tentu ada di antaranya, meski Yoga tidak menemukan Tristan.
"Na, kebetulan banget lo di sini! Ikutan kita main, yok!" ajak salah seorang hunian kos yang Yoga kenali bernama Leo. Sepertinya dia kenal dekat dengan Yoana jika ditilik dari cara rangkulannya dan cewek itu tidak keberatan sama sekali.
"Nggak, Bro. Gue cuma nganterin modul ke Benny soalnya deadline-nya besok, sayang banget kalo dia sampai di-DO karena gue. Mana laptop gue lagi error minta ditabok."
"Entar gue anter pulang, deh. Udah lama nggak main PS sama lo. Yok!" ajak Leo lagi. "Sejam-an doang. Plis-plis-plis."
Saat itulah, Virga yang sedang mengunyah keripik kentang, menangkap sosok Yoga yang masih berdiri di ruang tengah. Padahal cowok itu sedang mengalami kegabutan yang parah karena di malam minggu yang bersahabat ini, dia seharusnya hang out dengan Nara, tetapi harus dibatalkan gegara ada acara lain.
Melihat Yoga dan Yoana dalam satu frame tentu tidak akan disia-siakan oleh Virga. Ekspresinya mirip tokoh antagonis yang merencanakan ide laknat dalam kepalanya.
Virga segera beranjak, mengabaikan cemilan keripik kentangnya. Dia mendekati Yoana, melepas rangkulan Leo di pundak, dan menarik tangan cewek itu untuk mengikutinya.
"Na, kita main truth or drink, yuk." Virga mengajak dan tanpa menunggu respons Yoana, dia sudah langsung mengajak yang lain. "AYO, SIAPA YANG MAU MAIN TRUTH OR DRINK? SINI, MERAPAT!"
Yoga refleks mendekati Virga, yang sudah bisa menduga kemungkinan ini jika ditilik dari seringainya saat berhadapan dengan cowok manis itu.
Pasalnya, Yoana sendiri cewek di antara lautan cowok yang lain--tidak sampai sepuluh anggota, sih. Hanya saja... bagi Yoga ini tidak benar.
"WOW, YOGA MAU IKUT JUGA!" Virga sengaja berseru keras-keras, disambut secara antusias oleh teman kosnya yang lain karena Yoga tidak pernah nongkrong sampai larut malam begini.
"Virga, apa-apaan lo?" bisik Yoga serius setelah menarik Virga paksa ke ujung ruangan. "Dia itu cewek, mana bisa lo ajak dia main truth or drink?"
"Kita udah di atas umur, Ga." Virga menjawab santai.
"Tapi dia cewek."
"Ya elah, Ga, lo nggak tau aja biasa--"
"Pokoknya nggak, Vir. Lagian lo pikir, Nara nggak bakal ngamuk kalo tau lo ngajak Yoana main?"
"Astaga, yang ada lo bakal bikin semua orang salah paham gegara tuduhan ambigu lo ini!" protes Virga tidak terima. "Sebotol aja, kok. Gue janji--eh, nggak deng! Dua botol, ya? Lo nggak lihat kita pada rame di sini? Mumpung Tristan belum balik, gue bisa bebas interogasi Yoana, mana tau kan ada informasi yang bisa gue jual? Muehehehe...."
"Dasar oportunis lo!" Yoga benar-benar kesal, lantas memutar otak untuk menghalangi rencana Virga.
Walau bagaimanapun, rasanya sangat salah membiarkan seorang cewek bergabung bersama kumpulan cowok dan bisa dipastikan durasi bermain truth or drink tidak akan secepat itu berakhir.
Minimal, sampai tengah malam. Bagaimana ini?
"Kalo lo nggak mau main, nggak apa-apa sih, Ga. Lo bisa balik ke kamar." Virga berkata dengan nada kecewa, tetapi ekspresi di wajahnya jelas tidak sinkron.
"Lo sengaja, kan?" Yoga memicingkan matanya penuh selidik. "Nggak lucu kalo lo masih gencar jodohin gue sama dia. Udah dibilangin, gue udah move on dari Luna."
"Kalo gitu, lo seharusnya nggak perlu cemas ikutan permainan ini, Ga. Tunjukin kalo apa yang lo yakini itu bisa dipertanggungjawabkan. Lagian nggak cuma lo, gue juga mau tes Yoana."
"Sejak kapan sih lo mau urusin cewek selain Nara?" sungut Yoga. Kesal saja rasanya karena Virga sepertinya terlalu nyolot untuk sesuatu yang bukan urusannya.
"Come on, Ga. Yoana isn't an ordinary girl. She's totally different. Lo mau bukti?"
"..."
"Dia bukan tipikal cewek baperan, Ga. Makanya dia bisa klop dan gabung sama geng cowok. Hatinya tuh cuma mentok ke Tristan, lo tenang aja."
Yoga tidak tahu harus merespons apa dan dia semakin clueless ketika Yoana tahu-tahu mendekat, lalu melepas hoodie yang dipakainya, dan menyerahkannya pada Yoga.
Sedari awal melihat eksistensi Yoana memakai jaket miliknya, Yoga sama sekali tidak kepikiran untuk menagih. Dia bahkan hampir lupa kalau itu adalah miliknya.
Aksinya tentu disalahpahami oleh semua yang ada di ruang tengah, karena mengira keduanya lebih dekat dari yang seharusnya. Insiden di kafetaria memang sudah lama, tetapi tentu tidak ada yang lupa mengingat Yoga jarang berinteraksi dengan cewek.
Walau skinship yang terjadi sebatas spontan, tetap saja yang namanya gosip sebisa mungkin dihubungkan dan diperpanjang seenak jidat sampai ada kejelasan.
"Thanks ya, Ga, dan sori juga karena baru kembalikan sekarang. Beberapa kali gue lupa trus sekalinya inget, malah nggak ketemu lo. Akhirnya gue bawa terus tiap hari--eh tapi, jaketnya gue kembalikan kayak gini nggak apa-apa, kan? Soalnya di luar dingin banget. Hmm... ini nggak bau, kok. Gue baru pake sekali ini aja, muehehehe...."
"Nggak apa-apa, pake aja. Gue masih ada jaket lain, kok. Ini udah malam juga. Bawa pulang aja," kata Yoga sembari menyerahkan kembali jaket yang sudah dipindahtangankan.
"EHEM!" Virga berdeham keras, lalu tersenyum lebar. "Romantis banget, sih."
"Hmm, yakin nih nggak apa-apa? Kalo gitu, gue cuci lagi aja nih ya? Mungkin lo ngerasa risih--"
"Bukan itu maksud gue," potong Yoga cepat hingga kesannya agak canggung. "Di luar dingin, nggak baik kalo nggak pake jaket."
"CIEEEEEEE!!!" Terdengar seruan kompak dari para penghuni kos. Meskipun demikian, benar yang dikatakan Virga karena Yoana sama sekali tidak baper atau minimal terpengaruh. Dia menganggukkan kepalanya berkali-kali, jelas paham dengan niat baik Yoga.
"Oke, gue nggak bakal sungkan kalo gitu. Thanks, ya."
"Eitsss... mau ke mana, Na? Kita harus main truth or drink dulu." Virga mencegat langkah Yoana.
"Besok gue ada kelas. Next time ya, Vir? Tunggu gue free, gue bakal nemenin kalian sampai subuh kalo perlu."
"Dua botol aja, ya? Plis-plis-plis... Yoga ikutan juga, loh."
Mata Yoga melebar dan mulutnya sudah mangap untuk protes, tetapi dihalangi oleh teman SMA-nya yang jauh dari kata akhlak. "Kadar alkoholnya rendah, kok. Percaya sama gue. Yuk."
Tidak punya pilihan, akhirnya Yoga menuruti kemauan Virga. Sebenarnya tidak sepenuhnya, karena dia mengkhawatirkan Yoana di sisi lain.
Kedengarannya mungkin lebay karena Virga sudah mengatakan kalau kadar alkoholnya rendah. Namun sayangnya, Yoga sudah telanjur berpikiran buruk. Setidaknya dia harus mengawasi agar jangan sampai Yoana mabuk. Mungkin dia akan menghubungi Tristan di tengah permainan mereka.
Lima menit kemudian, barang-barang yang berserakan di atas meja kaca telah disingkirkan dan Virga meletakkan sebuah botol kosong untuk menentukan siapa yang menjadi targetnya. Yoga duduk tepat di sebelah Yoana yang berseberangan dengan Virga sementara yang lain menyesuaikan.
Entah ada unsur kesengajaan atau kebetulan, botol yang Virga putar tidak lama berhenti dan bagian mulutnya tertuju pada Yoana.
"Oke, sesuai nama permainannya, lo harus pilih; truth or drink? Kalo lo nolak jawab jujur, lo harus minum satu sloki." Virga mengendikkan dagunya ke dua botol berisi minuman alkohol beserta beberapa sloki yang sudah diisi, tinggal menunggu waktu untuk dinikmati.
"Truth aja. Besok kelas pagi, soalnya."
"Mantap. Kalo gitu pertanyaannya; apa kesan jujur lo sama penampilan Yoga sekarang? Yang gue tau, kalian dulunya satu SMP."
Kata-kata Virga tentu mengundang antusias dari pemain lain. Beberapa malah terang-terangan berdeham untuk meledek keduanya.
Yoana mau menjawab, tetapi sudah keduluan Yoga yang meraih sloki di meja dan menenggak isinya dengan cepat. Alisnya refleks mengerut dalam selagi berusaha menahan ledakan yang serasa membakari tenggorokannya.
Yoana jadi bertanya-tanya; seberapa penting jawaban itu hingga Yoga yang belum pernah menyentuh minuman keras, memilih untuk meminumnya?
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top