3). Matchmaking

Although it's clear
I can't believe it
-Y.P.

*****

Sebenarnya hubungan antara Yoga Pradipto dan Tristan Aditya lebih tepat disebut sebagai hubungan baik yang berlandaskan solidaritas junior ke senior. Tristan sering membantu Yoga, pun sebaliknya mengingat keduanya sama-sama aktif di OSIS.

Karakter disiplin dan rajin sudah melekat pada diri Yoga di awal tahun pertamanya SMP, jadi wajar jika dia sudah 'dilirik' untuk bergabung dalam hirarki kesiswaan. Dari sanalah dia mengenal Tristan Aditya, senior yang masuk dalam daftar cowok idaman berkat visualnya yang rupawan.

Tristan tidak berubah. Dia masih sama seperti dulu yang sering kedapatan easy going dengan cowok, tetapi selalu tegang di depan cewek--siapa pun itu. Bukannya sok jual mahal, tetapi karakternya memang demikian. Itulah sebabnya, Yoga ingat cewek yang satu-satunya dekat dengannya di zaman SMP adalah Yoana ini.

Karakter Yoana terbalik dengan Tristan. Pergaulannya lebih meluas ke cowok sementara dia tidak pernah kedapatan berinteraksi dengan cewek. Dia tomboi habis, Yoga ingat ciri khasnya ada pada rambutnya yang bermodel keriting dan pendek sebahu.

Yoga dan Yoana jarang berinteraksi satu sama lain. Selain beda kelas, Yoga dulunya mirip Tristan yang suka canggung jika berbicara dengan cewek. Penampilannya juga culun habis; berkacamata bulat dengan rambut yang dibiarkan bebas begitu saja tanpa pernah bersentuhan dengan gel. Bisa jadi, Yoana tidak sudi mengajaknya berbicara gegara penampilannya itu.

Maka dari itu, sangat wajar jika Yoga tidak mengingat Yoana sebagai teman SMP-nya. Malahan, dia mengenal kakaknya lebih awal di tahun pertamanya sebagai mahasiswa di Universitas Trisakti.

Yoga bertemu dengan Clara pertama kali di perpustakaan, tepatnya di hari Valentine. Luna mendapat banyak cokelat, jadi dia sempat membaginya dengan Clara yang saat itu sepertinya terlalu lama berkutat dengan buku-buku tebal, jika ditilik dari muka lelahnya.

Melihat Yoga mendatangi Luna, Clara sempat terpana dengannya terutama setelah melihat senyum manis yang sepaket dengan lesung pipi di sebelah kanan. Sejak saat itu, Clara jadi sering menyapa Yoga jika keduanya berpapasan.

Yoga belum tahu tentang kedekatan Clara dengan Tristan saat itu, jadi dia tidak pernah mengungkit namanya dan cukup kaget ketika bertemu keduanya di kafetaria.

Yoga mengira, cewek yang tadinya berbicara dengan Tristan adalah Clara, bukannya Yoana mengingat wajah mereka yang mirip. Awalnya dia sempat curiga karena penampilannya terkesan berbeda dari yang biasanya sebelum cowok itu mendengar teman satu kosnya memanggil cewek itu dengan sebutan 'Na'.

Ternyata, dia adalah Yoana Zeminna, adiknya Clara sekaligus teman SMP Yoga. Itu berarti, keduanya seumuran.

"Ga, makasih banget. Gue nggak tau mau berlindung sama siapa lagi kalo lo nggak di sana, sumpah!" Tristan berseru dengan sepenuh hati setelah membuka pintu kamar Yoga dan duduk di sisi kasur di mana cowok manis itu sedang berkutat dengan laptop.

Yoga sedang serius mengerjakan tugas dan kacamata bulat bertengger di atas hidungnya. Meski seharusnya dia merasa terganggu, faktanya dia tidak pernah protes.

Bisa jadi, itulah yang menjadi potensi Tristan dan sederet mahasiswa lain untuk meminta bantuannya, termasuk mengerjakan tugas mereka. Sebagai pelengkap, Yoga ini tipikal yang tidak keberatan mengerjakan tugas-tugas yang diemban padanya.

Kesannya memang tidak mendidik, tetapi solidaritasnya memotivasi lebih banyak mahasiswa untuk peduli dengan sesama dan meminta bimbingannya secara privat.

Dalam konteks ini, 'mereka' bukan mahasiswi karena Yoga masih sama pasifnya kalau berhadapan dengan cewek. Kalaupun ada, itu berlaku pada beberapa yang benar-benar serius menanyainya tentang perkuliahan dan tidak ada unsur romantis di dalamnya.

Karena Yoga bisa membedakan pelajar mana yang serius dan yang sekadar main-main. Jika ada intensi lain, dia biasanya menunjukkan gestur penolakan secara halus.

Yoga mau merespons Aditya, tetapi aksinya terhalang oleh kedatangan cowok lain di kamarnya.

Dia Virga Aditya, teman tahun ketiga Yoga di SMA sekaligus sepupunya Tristan.

"Gue gabut banget, sumpah! Nara masih diemin gue. Lo bayangin deh berapa lama gue dikacangin." Virga duduk di ujung kasur, menatap Yoga dengan tatapan menyedihkan. "Ga, bantuin gue dongggggg...."

"Yoga bukan konsultan cinta kalo lo perlu gue ingatkan," kata Tristan dengan tatapan mencela karena merasa terganggu, padahal teknisnya dia juga tamu yang tak diundang. "Dasar bucin."

"Situ ngomong sama cermin? Lo juga ke sini buat gangguin Yoga, kan?" sembur Virga, balas menatap sepupunya dengan tatapan menyebalkan. "Sama-sama gangguin kalo gitu."

"Emang cocok kalian sepupuan. Nggak heran waktu awal gue ngenal lo, gue merasa kayak familier." Yoga membalas, memutuskan untuk menunda tugas dengan menutup laptopnya.

"Jangan samain gue sama Tristan. Dari segi visual aja, gue lebih ganteng." Virga menyombong tetapi auto terhina ketika mendengar sanggahan Tristan.

"Masih gantengan Ferdian."

Tristan tentu mengenal Ferdian dan beberapa teman yang seangkatan dengan Yoga, termasuk Luna dan pacarnya Virga--Nara Khansa. Bahkan dia juga mengenal Krisna Pramudya, yang jurusannya beda sendiri dengan teman SMA-nya yang lain.

"Oke, gue nggak bakal mau reveal siapa cowok yang Clara suka," ancam Virga dengan tatapan yang semakin lama semakin menyebalkan hingga terkesan seperti anak kecil. Bahkan, dia menjulurkan lidahnya dengan ketengilan yang tidak tanggung-tanggung.

Oke, fix. Di sinilah letak perbedaan karakter dua sepupuan ini. Jika Tristan dinilai bobrok, kadar kebobrokan Virga akan bernilai dua kali lipatnya.

Dan jika sudah seperti ini, sudah bisa dipastikan siapa yang kalah.

"Ish, kok gitu? Kasih tau gue dongggggg...."

"Lo tau dari mana, Vir, tentang siapa yang Clara suka? Emangnya dia ngaku?" tanya Yoga heran karena dia berasumsi kalau Virga tidak sedekat itu dengan Clara. Meski sama-sama jurusan Psikologi, Clara setingkat di atas Virga-Nara yang artinya dia sejurusan dan seangkatan dengan Tristan.

Jadi, bukankah Tristan yang seharusnya lebih tahu?

"Dia nggak ngaku, tapi sejauh pengamatan dan berhubung jurusan gue berkaitan dengan memahami kejiwaan seseorang, gue yakin dengan intuisi gue."

Jawaban absurd Virga kontan dihadiahi pukulan pada puncak kepalanya oleh Tristan, yang segera mengaduh kesakitan.

"HEI!!! GUE TAU LO SEPUPU GUE DAN LO LEBIH TUA, TAPI APA HARUS PUKUL-PUKULAN GINI?"

"Mau gelut juga gue ladenin. Yuk," ajak Tristan dengan kalem meski tatapannya sarat akan tatapan membunuh, membuat Virga auto kicep.

"Galak amat--"

"GUE HAMPIR DIBUNUH SAMA YOANA GARA-GARA LO, TAU NGGAK!" Tristan akhirnya meledak.

"Emang salah gue ap--"

"GUE KIRA CLARA BENERAN SUKA SAMA COWOK LAIN!!!" raung Tristan, berusaha untuk menggapai Virga, membuatnya mirip seperti Yoana yang hendak menerkamnya di kafetaria kampus.

Virga berkelit dan berlindung di balik punggung Yoga, tetapi menjulurkan lidahnya dengan menantang. Tristan bisa saja menyerang, tetapi pertanyaan Yoga menghentikan aksinya.

"Tapi, bukannya lo ngomong ke Yoana kalo Clara yang curhat? Kenapa kesannya jadi lo denger dari orang lain?"

"Ck." Saking tidak bisa berkata-kata, Tristan hanya bisa mendecak super kesal dan dia masih menatap nyalang sepupunya.

"Kalo gue tebak, dia ngakunya gitu ke Yoana biar meyakinkan trus bisa mengurangi rasa bersalahnya." Virga berbisik ke telinga Yoga meski tetap kedengaran oleh si pelaku. "Ya kali dia ngomong gini ke Yoana, 'Hmm... gue denger dari sepupu gue kalo Clara suka sama orang lain.' Itu kan ketahuan banget omong kosongnya."

"Terima kasih atas penjelasannya." Tristan merespons sarkastik.

"Bener kan tebakan gue? Berarti asumsi gue memang bener kalo Clara lagi suka sama cowok lain, dong."

"Dan kenapa lo menambahkan embel-embel 'temennya Virga' sebagai objeknya?" tanya Yoga tidak kunjung paham.

"Iya, bener. Temen lo kan itu-itu aja, nggak kayak gue yang meluas dari departemen hingga satu kampus." Tristan menyombong.

"Justru itu. Clara nggak kayak lo, jadi cakupannya lebih dikit, dong? Emang iya dia suka sama cowok random? Dia kan nggak kayak adeknya yang bisa haha-hihi sama orang baru."

"Bener, makanya gue sukanya sama Clara." Tristan refleks merespons lagi, tidak lupa menjentikkan jemarinya hingga mengeluarkan bunyi. Ide gelut dengan sepupunya lantas terlupakan. "Katanya, kecocokan cowok-cewek itu harus bertolak belakang yang mana bahasa kerennya itu opposite attracts. Jadi kayak saling melengkapi, gitu."

"Tapi bangsat namanya kalo nge-PHP-in anak orang. Bisa kualat, loh."

"Lo nggak tau semengerikan apa dia kalo ngamuk." Tristan berusaha membela diri. "Gue tuh kayak pawang harimau, tau nggak. Gue bisa akrab banget sama dia tapi gue juga bisa tewas di tangan dia kalo sampai lupa diri."

"Saingan sama Nara kalo gitu," timpal Virga. "Ditatap tajem aja gue udah di ujung tanduk, apalagi ngomel?"

"Dasar bucin." Tristan menghina.

"Lebih berkelas gue-lah, ngebucinin cewek sendiri. Nggak kayak lo, deket sama si adek tapi suka diem-diem ke kakaknya. Lo bakal nyakitin dua cewek, loh."

"..."

"Lo juga deket sama Clara trus sering sekelas bareng. Mana tau kan Clara juga sebenernya suka sama lo, cuma ditutupin juga?"

"Menurut lo gitu?" tanya Tristan dengan mata berbinar seketika. "Lo yakin, Vir?"

"Ya mana gue tau! Gue kan berasumsi doang. Bisa iya dan bisa juga nggak! Pokoknya yang paling banyak kena dampaknya ya si adek ini. Dia pasti patah hati sekarang. Jatuhnya jadi kayak lo ya, Ga. Lo kan sadboy gegara cinta Luna-Ferdian."

"Iya, gue tau. Nggak usah diingetin lagi." Gantian Yoga menatap Virga dengan tatapan mencela.

Alih-alih merasa bersalah, Virga melanjutkan kata-katanya, "Masih mending lo sih, Ga. Lo kan nggak se-anjay Tristan yang nge-PHP-in anak orang. Ganjarannya ya kualat lah pokoknya."

"Udah selesai belum pidatonya?" tanya Tristan. Suaranya sampai teredam saking kesalnya hingga menggertakkan giginya.

"Eh, gue jadi punya ide. Kenapa kita nggak jodohin Yoga sama Yoana, aja? Sama-sama korban cinta, bakal cocok dari kacamata psikolog gue." Virga berekspresi semangat, seketika mengingatkan Yoga saat dia pertama kali pindah ke kelas Luna dan mengizinkan Virga menggunakan fasilitas tethering-nya.

"Nggak usah nambah perkara di atas perkara, ya." Yoga menolak mentah-mentah. "Gue mau hidup tenang di kampus sampai gue wisuda."

"Gue tau lo masih suka sama Luna, tapi lo harus move on biar bisa lupain dia."

"Gue udah move on." Yoga menutup pembicaraan dengan beranjak dari kasur dan keluar dari kamarnya, mengabaikan duo sepupuan.

Tristan lantas menatap Virga dengan tatapan penuh celaan. "Gara-gara lo, sih! Dasar minus akhlak!"

"Ini juga bagus buat lo, Tris. Emang lo punya cara lain supaya Yoana bisa lepas dari lo? Lo sukanya sama Clara, kan? Mana tau dia ternyata suka lo juga cuma terhalang sama adeknya."

Ibarat terpengaruh bisikan setan, senyum Tristan perlahan melebar. Kesannya jadi sama tidak berakhlaknya dengan sepupu sendiri. "Ide yang bagus, Vir! Ide lo brilian juga, ya!"

"Woya jelas." Virga menyombong. "Kepikiran gitu aja waktu denger lo ungkit tentang opposite attracts. Dari karakternya Yoga, gue rasa dia bakal cocok sama Yoana."

"Emang Mister Cupid ya lo!"

"Bukan, gue Mister Aditya."

"Lah, gue juga dong. Nama belakang gue kan Aditya juga."

"Beda. Julukan ini udah ada waktu SMA. Gue udah punya firasat bakal jadi sobat yang ngedukung Yoga dari belakang sejak dia ngebebasin gue pake kuota unlimited-nya. YOGA PRADIPTO, GUE DUKUNG LO! Muehehehe...."

"Oke, fix. Gue juga bakal jadi Wakil Mister Aditya demi Yoga. HIDUP YOGA!"

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top