15). Tristan's Problem

Nod your head just like now as always
We'll always become You & Me
-Y.Z.

*****

Reaksi Virga Aditya adalah versi penjiwaan yang paling berlebihan menurut Yoga, meski dia sudah bisa menduganya sejak awal.

Jangankan membayangkan reaksinya, usaha Virga yang gencar menjodohkan Yoga-Yoana saja sudah memberikan kesan pendramatisan, membuat Yoga teringat semangat Virga sewaktu menjodohkannya dengan Luna.

Ya. Lagi dan lagi, semua itu tidak asing bagi Yoga. Oleh sebab itu, Yoga tidak mau optimis kalau dia akan berakhir bahagia dengan Yoana--tidak, dia tidak mau membayangkan itu.

Lagi pula, hubungannya dengan Yoana bukan hubungan pacaran seperti yang seharusnya berlangsung di antara dua insan yang beda gender. Jika harus dideskripsikan, posisi Yoga hanyalah sebagai distraksi supaya bisa membantunya lepas dari Tristan.

Jadi tidak ada intensi lain, titik.

"Akhirnya lo nggak jomblo lagi, Bro." Virga berucap dengan ekspresi bangga seolah-olah dia adalah seorang ibu yang bernapas lega atas pelepasan status jomblo anaknya yang tidak laku-laku. "Ternyata kayak gini ya rasanya kalo berhasil menjodoh-jodohkan? Auto ketagihan, nih."

"Gue belum pacaran sama Yoana, kali." Yoga menjawab sambil lalu setelah sebelumnya melepas dan mengaitkan kacamata bulat ke leher bajunya. Jika ditilik dari sebelah tangannya yang menjinjing botol minum plastik, jelas cowok itu berencana mengisi air minum di dapur.

Virga tentu tidak mau ketinggalan. Dengan gaya bak saudara seperjuangan, dia merangkul sekeliling pundak Yoga sepanjang perjalanan. "Belum itu berarti akan, Bro. Jadi kesimpulannya, gue udah berhasil dong?"

"Gue cuma temenan sama Yoana." Kali ini, jawaban Yoga terdengar lugas. "Gue masih belum perhitungan sama lo. Gara-gara lo, tau nggak?"

"Yoana itu cocok sama lo; setia--iya, cantik--iya, gaul--iya, easy going--iya. Kalopun ada bedanya sama Luna, dia lebih ganas sama kurang pinter aja sih."

Yoga memilih diam kecuali menghadiahinya tatapan tersirat judging-you-so-hard, yang malahan disangka Virga sebagai pengajuan protes karena pembedanya kurang lengkap.

"Ck. Oke-oke, gue tambahin; cantikan Luna daripada Yoana bahkan lebih anggun. Puas?"

"Bukan itu maksud gue." Kadar celaan Yoga masih belum berkurang. "Semua wanita punya kecantikannya masing-masing, jadi plis jangan sembarang bandingin."

"As expected from warm-hearted guy!" puji Virga bersungguh-sungguh selagi Yoga berhenti di depan dispenser untuk mengisi botolnya. "That's why you should go out for dating!"

"Semerdeka lo, deh." Yoga memilih pasrah daripada terus meladeni debat yang dia rasa semakin lama semakin tidak jelas.

Namun sayangnya, lagi-lagi seakan menguji kesabaran Yoga, dia harus dihadapkan dengan Tristan yang sepaket dengan Virga.

"Ga, gue harus gimanaaaa?" tanyanya dengan nada yang ditarik-tarik, jelas membutuhkan perhatian ekstra. Penampilannya juga kacau sekarang, mencerminkan kalau dia benar-benar memerlukan teman bicara untuk mencurahkan isi hati.

"'Ga' yang mana maksud lo, gue atau Yoga?" tanya Virga.

"Udah pasti lo, Virga." Yoga membalas cepat, tentu tidak ingin menjadi wadah curhat Tristan setelah kewalahan dengan sepupunya. "Gue duluan, ya."

"Yoga, masa lo cuekin gue?" protes Tristan. "Gue juga mau nanya pendapat lo berhubung lo pernah kejebak friendzone."

"Emangnya kenapa?" tanya Virga kepo pada Tristan sementara tangannya sibuk menghalangi langkah Yoga supaya tidak jadi meninggalkan dapur.

Tidak mempunyai pilihan, Yoga akhirnya menyandarkan punggung ke tembok dan menenggak isi botolnya dalam diam.

"Clara benci sama gue." Tristan memulai. "Gue nggak tau mesti gimana lagi."

"Gue nggak heran, soalnya lo kan udah bikin adek dia nangis." Virga berkomentar. "Udah gue bilangin, kisah cinta lo itu rumit banget. Bener yang dikatain orang-orang; manusia itu lebih suka mengejar yang susah diraih dan memilih mengabaikan yang sayang sama dia--tapi ini konteksnya berlaku buat kalian, ya. Gue sih nggak."

"Berarti gue iya?" protes Yoga, menarik kesimpulan dengan nada tidak terima.

"Terkhusus lo, berlakunya mulai sekarang kalo lo menyia-nyiakan Yoana."

"Udah gue bilang--"

"Hei-hei-hei! Gue bukan nyamuk apalagi obat nyamuk, loh! Masa jadinya gue yang dicuekin?" protes Tristan geregetan hingga suaranya teredam di antara gertakan giginya.

"Nyium dia aja, Bro. Mana tau dia luluh dan--"

"Udah, Bro. Malah gegara itu dia jadi benci sama gue trus menjauh." Tristan menjawab frontal, bersamaan dengan reaksi Yoga yang tersedak. Airnya menciprat ke mana-mana selagi Virga menertawakannya dengan tak berakhlak.

"Ketahuan belum pernah ciuman," ledek Virga. "Nggak apa-apa, bisa first trial sama Yoana kok."

"Gue saranin lo siap-siap mental, ya. Soalnya Yoana ngegas banget kalo nyium." Tristan menimpali, sama sekali tidak merasa canggung mengungkapkan semua ini. "Beda banget sama Clara. Gue malah jadi ketularan Yoana kalo nyium dia."

"Gue balik ke kamar dulu, ya." Yoga memutuskan untuk tidak meladeni obrolan yang sangat tidak berfaedah ini, tetapi lagi-lagi ada yang menahannya.

Kali ini pelakunya adalah Tristan. Gantian.

"Yoga, gue harus gimana?"

"Gimana apanya?"

"Ya gitu."

"Gitu gimana?" tanya Yoga geregetan.

"Kalo lo jadi gue, lo bakal gimana?"

"Nih, ya. Kalo Yoga jadi lo mah udah sedari awal bakal setia sama Yoana, kali. Nggak kayak lo yang masih lirak-lirik manja sama cewek lain. Dasar nggak ada akhlak lo!" Alih-alih Yoga, malah Virga yang mengambil alih.

"Ish! Lo sepupu gue apa bukan, sih?" tanya Tristan sewot, tetapi tidak berlangsung lama karena dia mengalihkan atensinya kembali ke Yoga. "Saranin dong, Ga. Sebagai sesama cowok yang menjalin persahabatan dengan cewek selama lebih dari--"

"Lo jelas lebih lama durasinya. Tambahannya, pengalaman lo lebih banyak. Trus kenapa nanya gue?"

"Pengalaman berciuman, maksudnya?" ledek Virga terang-terangan.

"Gaje banget kalian. Gue mau balik ke kamar." Lantas begitu saja, Yoga meneruskan langkahnya setelah berkelit dari jangkauan tangan Virga yang berusaha menahannya.

"Malu-malu, dia. Jadi gemeshhh, sumpah." Virga menyeletuk selagi memperhatikan punggung Yoga yang menjauh.

"Gegara lo, sih. Padahal maksud gue bukan itu!" tuduh Tristan.

"Siapa suruh lo nanya Yoga? Nggak munafik, dia jelas-jelas belum berpengalaman! Ibarat seblak, dia itu masih level dua. Beda dong sama lo yang sampai dikasih topping segala."

"Sialan."

"Gitu-gitu lo kan bisa nanya gue. Kenapa malah lebih milih Yoga?"

"Penilaian lo subjektif; apa-apa pasti dikaitkan sama Nara, Nara, dan Nara. Bosen gue."

"Ya kan emang Nara jodoh gue."

"Ck."

"Daripada lo, baperin adeknya tapi kecantol sama kakaknya."

Tristan memanyunkan bibir dan dalam waktu singkat dia berhasil menunjukkan seperti apa ekspresi memelasnya.

"Virga... kenapa ending gue jadi kayak gini, sih? Gue cuma berusaha sebisa gue buat bales perasaan Yoana dan saat gue sadar gue nggak bisa memaksakan perasaan gue, masa gue nggak boleh ngejar cewek yang gue suka?"

"Hmm... iya, sih. Yang ada Yoana semakin terluka. Kalo ikut kata bijak, lebih baik sakit sekarang daripada nanti-nanti."

"Tuh-tuh-tuh! Bener, kan?" Tristan berseru keras, bersemangat karena mendapat sokongan dari sepupunya. "Lo juga sependapat sama gue!"

"Tapi lo nyadarnya kelamaan, wajar kali kalo lo sampai dibenci sama Zeminna bersaudara."

"Ck. Jadi, gue harus gimana?"

"Gimana apanya?"

"Ya gitu."

"Gitu gimana?"

"Kalo lo jadi gue, lo bakal gimana?" tanya Tristan geregetan.

"Nih, ya. Kalo gue jadi lo mah udah sedari awal bakal setia sama Yoana, kali. Nggak kayak lo yang masih lirak-lirik manja sama cewek lain. Dasar nggak ada akhlak lo!" jawab Virga enteng.

"Kok jawaban lo sama kayak yang tadi, sih? Puter-puter gaje gini, ishhh!" seru Tristan, mendadak sewot.

"Emang gaje! Udah ah, gue mau balik ke kamar." Lantas begitu saja, Virga meneruskan langkahnya setelah berkelit dari jangkauan tangan Tristan yang berusaha menahannya.

Lagi-lagi, seolah-olah mereka sedang merekam ulang adegan antara Yoga-Virga yang persis sama. Virga tentu menyadarinya karena terdengar gelak tawa selagi langkahnya menjauh, membuat Tristan misuh-misuh.

Tidak kunjung puas, tetapi untungnya ada Leo yang baru masuk ke dapur sehingga Tristan langsung menghampirinya dengan tanya yang ditarik-tarik, persis di awal-awal.

"Leoooo... gue harus gimanaaaa?"

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top