11). Virga's Trick

It’s hard to judge
I must still be dreaming again like last night
-Y.Z.

*****

"Ga...."

"..."

"Yog—–" Tristan memanggil lagi, tetapi spontan terkesiap ketika melihat tatapan mata Yoga yang menusuk. Ditilik dari reaksinya, jelas suasana hatinya sedang buruk.

Bohong jika mengatakan Yoga tidak sedang marah.

"Lo... kenapa?" tanya Tristan. Tadinya dia berencana meminta bantuan Yoga. Namun siapa sangka, kunjungannya ke kamar Yoga malah berubah menjadi plot twist begini.

Padahal, segalanya terasa baik-baik saja. Bahkan di kafetaria pun, Yoga sempat kembali hanya untuk membeli minuman yang Tristan yakini akan dia berikan pada Yoana.

Lantas, apa yang terjadi?

Yoga melepas kacamatanya, merasa tidak mood mengerjakan tugas untuk pertama kalinya.

"Ga."

"Ngomong ya ngomong aja, Tris. Nggak usah panggil-panggil terus." Yoga berujar lugas, segera memberikan efek yang tidak main-main pada Tristan.

Terkesan mendramatisir—–memang, karena Tristan kini memandang Yoga dengan tatapan tidak percaya. "Ga, lo belajar apa aja sih sama Yoana? Ikut-ikutan ngomong savage pula, ya elah!"

"Belajar apa, hayo?" tanya suara lain di belakang mereka. Tanpa menoleh pun, Yoga bisa menebak siapa pelakunya.

Ya iyalah, siapa lagi cowok tidak berakhlak yang berani masuk tanpa mengetuk pintu selain Virga dan Tristan? Meski teknisnya pintu kamar Yoga dibiarkan terbuka sebelum malam tiba, tetap saja keduanya menyelonong masuk dan yang terparah biasanya langsung mendaratkan diri ke kasur tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Selayaknya satu paket yang sulit dipisahkan, begitulah penggambaran kekompakan duo Tristan dan Virga; sama-sama minus akhlak, termasuk kadar kebucinan mereka yang sama kompaknya.

"Ga, bantuin gue dongggggg." Tristan memulai. "Bantuin gue danus-an, ya? Plis-plis-plis."

Danus adalah singkatan dari Dana Usaha. Sesuai namanya, kegiatan ini dilakukan dengan cara menjajakan barang dagangan atau apa pun yang berpotensi untuk memperoleh sejumlah dana.

Tristan tergolong anggota inti dari Divisi Danus, jadi dia seringkali ditemukan berjualan di sekitar halaman gedung fakultas bersama anggota lain.

"Mau menghindar dari Yoana, nih?" tanya Virga frontal sekaligus peka.

"Gue nggak bisa bantu, sori." Ibarat memiliki radar dalam kepalanya, Yoga mendahului Tristan yang sudah memangapkan mulutnya begitu mendengar nama Yoana.

"Loh, kenapa?" tanya Tristan kecewa. "Trus ekspresi lo kenapa kayak gitu? Lo lagi marahan sama siapa, sih?"

"Hmm... biar gue tebak." Sesuai yang biasanya Virga lakukan, dia menempelkan salah satu tangan ke bagian dagu, lantas berpikir selayaknya seorang pemikir yang hendak mengemukakan sebuah hipotesa. "Sulit dipercaya sebetulnya, tapi gue yakin ini ada hubungannya sama Yoana, kan?"

"Lah, serius?" tanya Tristan, matanya membelalak hingga ukuran maksimal. "Kok bisa?"

Sorot matanya menuntut penjelasan, tetapi ekspresi Yoga tidak bisa diajak kerja sama. Alih-alih menjawab, dia memilih untuk meninggalkan kamar.

Namun sayangnya, kedua tangan mereka berhasil menahan Yoga. Seharusnya cowok itu tahu kalau tingkat kekepoan duo sepupuan bisa mengalahkan kejulidan ibu-ibu setiap mendapatkan informasi baru.

"Eh, mau ke mana?" tanya Tristan.

"Jelasin dulu, Bro. Udah ketahuan juga," timpal Virga.

"Mau ambil minum." Yoga menyahut datar dan nadanya tersirat menutup pembicaraan.

"Yahhhhh... gue minta tolong sama siapa dong soal danus-an?" keluh Tristan dari balik punggung Yoga yang menjauh. "Gue udah telanjur janji sama anak teknik buat bantuin mereka ngurus festival tahunan. Ck, biasanya Yoga oke-oke terus tuh. Tumben banget dia nolak."

"Udah gue bilangin, Bro. Ini ada hubungannya sama Yoana. Percaya deh."

"Masa? Kayak udah pacaran aja," ledek Tristan enteng, tetapi ekspresinya segera berubah sedetik kemudian. "JADI MEREKA UDAH JADIAN?"

"Lo tau nggak? Lihat Yoga kayak gini, gue jadi inget tipe cowok tsundere yang gengsian buat mengakui perasaannya. Gue yakin banget, Yoga lagi kayak gitu sekarang."

"Jadi...." Tristan ikut-ikutan menempelkan sebelah tangan di dagu untuk berpikir. "... Yoga lagi uwu-uwuan sama Yoana tapi nggak mau ngaku. Itu maksud lo?"

Virga menganggukkan kepalanya bersemangat. "Ya iyalah, Bro. Walau gimanapun, Yoga itu lagi dalam posisi terjepit. Ibarat lagi berhadapan sama dua jalan yang bercabang, dia pasti galau banget. Lo bayangin deh, lo punya sahabat deket tapi dia kecantol sama bucin sahabatnya. Menurut lo gimana?"

"Hmm... iya juga, sih. Eh, tapi... Yoga kan tau hati gue buat siapa! Ya nggak ngaruh dong kalo misalnya Yoga mau jadian sama Yoana! Lagian, itu tujuan awal kita, toh?"

"Lo taulah Yoga gimana bentukannya; perfeksionis sama selalu berhati-hati. Mana mau kan dia ketahuan ngebucinin sobat temennya sendiri? Apalagi... dia kan belum lama dapet julukan sadboy? Gengsi dong kalo nominasinya berubah jadi fuckboy hanya dalam kurun waktu kurang dari sebulan?"

"ASTAGA! Lo jenius banget, sih?" puji Tristan bersungguh-sungguh hingga memangapkan mulutnya. "Trus... kita harusnya ngapain?"

"Ck. Sebagai temen yang punya utang budi, ini waktunya gue buat bales jasanya Yoga." Virga menyeringai misterius ala-ala pemeran tokoh licik yang merencanakan ide luar biasa.

*****


Saking liciknya Virga, dia melibatkan Ferdian ke dalam rencananya dan sesuai praduganya, cowok itu mendukungnya dengan sepenuh hati.

Ibarat win-win solution, kan? Ferdian tentu berpijak di jalur yang sama dengannya dan berharap Yoga segera mendapat pasangan agar cowok manis itu bisa jauh-jauh dari Luna-nya.

"Lo dipanggil Leo, tuh." Ferdian memberitahu Yoga. Cowok itu memang sengaja memanggilnya tanpa embel-embel nama, demi kepentingan gengsi. "Disuruh bawa jaket sekalian."

"Kenapa?" tanya Yoga heran.

"Ya mana gue tau. Lo kira gue Google Search yang tau segalanya?" Ferdian menjawab sinis.

Oke, fix. Yoga salah bertanya. Dikarenakan clueless, dia akhirnya hanya bisa menuruti pesan yang disampaikan Ferdian.

Begitulah, segampang itu Yoga masuk dalam perangkap yang direncanakan Virga.

"Yo, lo manggil gue?" tanya Yoga polos sesampainya di pelataran gedung fakultas Ekonomi, tepatnya yang berada di sayap barat dekat gedung Manajemen.

Ya, Leo adalah anak Manajemen yang satu departemen dengan Yoga yang anak Akuntansi.

"Ga, thank you banget ya lo bersedia dateng nolongin gue. Love you so much deh, Bro, walau gue bukan maho."

"Hah?"

"Ish, gue cuma canda. Nggak usah anggap serius, deh. Gue masih normal kali walau wajah lo semanis Marjan."

"Bukan itu maksud gue. Kalimat pertama lo tadi maksudnya apa?"

"Thank you? Karena bersedia nolongin gue?"

"Emangnya gue bakal nolongin apa, Yo?" tanya Yoga balik.

"Loh bukannya lo setuju mau bantuin gue danus-an, kan?"

Yoga bergeming selama beberapa detik selagi setiap sel dalam otaknya mulai mencerna penjelasan Leo. Lantas, saat dia sadar, ekspresi yang muncul setelahnya seperti habis ditampar.

Akal-akalan Virga rupanya, trus Ferdian—–oh ya, pantes aja....

"Thank you banget ya, Bro. Nggak usah cemas lo nggak punya temennya. Ada Yoana kok yang bakal nemenin lo—–eh, tuh dia. Panjang umur banget, sih! HEI, YOANA!!! GUE UDAH SIAPIN SEMUANYA, LO SAMA YOGA TINGGAL JUALAN AJA YE!!!"

Oke, Yoga lagi-lagi clueless terutama ketika ekor matanya menangkap sosok Yoana yang mendekati meja panjang yang sudah menyediakan aneka gorengan untuk danus-an.

Saat itu juga, Yoga yakin kalau semua rencana yang Virga atur tidak tanggung-tanggung karena secara kebetulan juga rekan sesama danus-an sudah raib entah ke mana.

Bagus sekali, Virga.

Bahasa tubuh Yoana juga menunjukkan kecanggungan yang kentara apalagi setelah Leo meninggalkan pelataran kampus. Meskipun demikian, Yoga masih merasa beruntung karena terselamatkan oleh situasi yang ramai dari dalam gedung fakultas Ekonomi tidak lama kemudian.

Selama tiga puluh menit pertama, setidaknya untuk sementara fokus mereka teralihkan. Lagi pula, ada lebih banyak lagi mahasiswa yang mampir selain dari jurusan Ekonomi.

Mengingat kegiatan danus sering dilakukan dari dan oleh berbagai kalangan departemen yang saling mendukung, interaksi antar sesama mahasiswanya jadi terkait erat satu sama lain.

Yoga mulai memikirkan apa yang harus dia lakukan saat semua kerumunan ini bubar ketika tiba-tiba saja ada salah seorang mahasiswa yang menyeletuk, "Berdua aja nih? Pacaran ya, Kak?"

Tadinya Yoga mengira Yoana pasti yang akan menjawab, tetapi ternyata dugaannya salah. Cewek itu malah meliriknya seakan menyuruhnya untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Lantas seperti yang bisa diprediksi, aksi diam mereka sambil lirak-lirik malah mengundang kecurigaan yang lain.

"Nggak pacaran." Yoga menjawab akhirnya.

Sayangnya, sepertinya pernyataan Yoga hanya menjadi seperti papan pantulan bola basket yang lemparannya memantul kembali alih-alih masuk ke dalam ring-nya. Sejumlah pelajar yang kebanyakan adalah mahasiswi, secara bergantian menyeletuk di hadapan duo Yoga-Yoana.

"Kalo iya juga nggak apa-apa kok, Kak. Kak Virga udah spill tuh katanya Kakak sebenarnya pacaran sama Kak Yoana. Kita kepo nih, makanya mau pastiin sendiri."

"Eh, tapi... Kak Yoana jangan jadiin Kak Yoga pelarian, ya? Soalnya kasihan Kak Yoga udah jadi korban sadboy, masa harus jadi sadboy lagi sih?"

"Ho oh. Aku tau sih nggak gampang lupain apalagi katanya Kak Yoana udah ngebucinin Kak Tristan dari SMP, kan? Kalo saran aku sih sebaiknya jangan jadikan cowok lain pelarian dulu daripada sama-sama sakit nantinya."

"Ih, nggak usah julid, deh. Restuin mereka aja. Menurut gue malah cocok, sama-sama sad jadinya sad couple, kan? Lagian yang namanya luka tuh harus saling mengobati. Daripada nyiksa diri sendiri, lebih pilih mana? Hayoooo...."

"Iya juga, sih."

"Hmm... maaf sebelumnya, Adik-adikku sekalian yang kadar kejulidannya ngalah-ngalahin Ibu-ibu di warung, kalian ada rencana bertransaksi, nggak? Kalo nggak, tolong jangan terlalu lama gosip, kasihan yang lain ngantri di belakang." Yoana berkata manis, tetapi Yoga tahu kalau itu semua bermakna sindiran.

"Tunggu dulu, Kak. Jadi Kakak beneran pacaran sama Kak Yoga apa nggak, sih? Kepo banget, plisss...."

"Untuk sekarang—–nggak, kalo ke depannya, gue nggak yakin." Yoana menjawab enteng, tetapi ekspresinya berubah ketika menangkap sorot tatapan Yoga yang terasa berbeda dari biasanya. "LOH BENER DONG, GUE KAN BUKAN CENAYANG YANG BISA RAMAL MASA DEPAN! YA ELAH!"

"Lo ngomong gitu malah ngundang kecurigaan, loh." Yoga protes.

"Tanpa topik ini, mereka udah curiga sama kita kali." Yoana berujar pongah. "Lo lupa kejadian di kos waktu kita mabo—–hmmmmphhh!!!"

Yoga spontan menutup bibir Yoana dengan telapak tangannya, tetapi lagi-lagi, aksi mereka malah menambah kecurigaan yang lain.

Fix, keduanya berisiko masuk trending list lagi. Sepertinya, topik ini jadi berkepanjangan.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top