1). Yoga as Sadboy

You're glimmering
The moment I open my eyes
-Y.P.

*****

Tidak akan ada yang menyangka nama Yoga Pradipto masuk dalam trending topic Universitas Trisakti dalam waktu sehari.

Pasalnya, namanya melejit bukan karena dia menjadi Orang Kaya Baru, bukan pula menjadi pacar selebritis atau dijodohkan dengan anaknya Presiden, melainkan karena seorang cowok bernama Ferdian Michiavelly.

Salahkan Ferdian karena first impression-nya terlalu meresahkan gegara setelan jas berwarna biru dongker dan rambutnya yang disisir rapi ke belakang hingga memamerkan jidatnya. Eksistensinya kemudian diperparah dengan fakta kalau dia adalah pewaris sah Grup Samuel, yang kontan menambah daya tarik siapa saja yang mendengarnya.

Sedangkan Yoga, yang kedekatannya dengan Luna Lovandra sudah menarik perhatian sejak hari pertama menjadi maba kampus, turut diperparah dengan kebenaran lain.

Seperti plot twist dalam drama romansa, siapa sangka Yoga yang awalnya gebetan Luna, ternyata adalah sadboy yang tersalip dalam hubungan cinta Luna-Ferdian.

Yoga, yang sempat dikira dekat dengan Luna, ternyata memiliki cinta sepihak.

Yoga, yang sempat dikira menjadi satu-satunya prioritas Luna, ternyata sudah mempunyai tambatan lain di hatinya.

Yoga, yang sempat dikira pacar Luna, ternyata posisinya menjaga jodoh orang lain.

Yoga tahu akan ada hari di saat Ferdian kembali ke sisi Luna, tetapi dia tidak pernah menyangka namanya akan diseret-seret dan menjadi populer. Jika awalnya dia bebas berjalan ke sana kemari tanpa perlu dipedulikan orang, kini dia bisa merasakan semua mata tertuju padanya yang sarat akan tatapan iba.

Rasanya tidak menyenangkan—–tentu, karena Yoga tidak seaktif Alvian Febriandy—–adik kelasnya di SMA, yang justru senang ditatap lama-lama oleh orang random atau sudah terbiasa berada di khalayak ramai. Lantas, seakan tidak cukup menggambarkan situasi yang lebih parah dari ini, cowok itu jadi sering 'dinistakan' oleh sejumlah teman, baik dari yang seangkatan maupun kakak tingkat.

Dinistakan dalam artian sering dilibatkan dalam kegiatan mahasiswa. Bagi Yoga, ini malah bagus sebagai distraksinya.

Terhadap cintanya yang tidak mempunyai akhir, Yoga memang sedih tetapi dia tidak bisa memutuskan persahabatan hanya karena cintanya tak terbalaskan. Bukan, dia bukan tipikal demikian.

Sama seperti Luna, cinta Yoga juga bermakna tanpa syarat. Tepatnya, dia tidak mengharapkan ending-nya harus bersama dengan cewek itu. Ketulusannya juga bisa dipertanggungjawabkan, karena dia bersedia berhubungan baik dengan Luna di saat seharusnya hubungan cowok-cewek tidak akan bisa bertahan lama setelah salah satunya memiliki ending bersama yang lain.

Jadi, satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah dia tidak mau lagi terlibat friendzone dengan siapa pun.

Baginya, Luna Lovandra adalah yang terakhir.

Alasannya? Karena ini sudah kali kedua dan rasanya akan terlalu menyedihkan jika dia harus menjadi sadboy untuk yang ketiga kalinya.

Lagi pula, Yoga merasa usianya masih muda. Prinsipnya bukan mencari gebetan sebanyak-banyaknya atau mengejar cinta hingga akhir, melainkan mengumpulkan prestasi sebesar-besarnya demi masa depan.

Yoga mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan kepada Luna bahwa dia akan menunggu di kafetaria kampus untuk membahas tugas kelompok mereka. Dia sengaja tidak memberitahu Ferdian. Selain malas beradu debat random yang kerapkali terjadi setiap keduanya bertemu, dia tahu Luna pasti akan datang bersamanya.

Ya, sejak Ferdian pindah kampus dari Bandung, bahkan sengaja mengambil jurusan yang sama dengannya dan Luna, bisa dibilang kadar kesensian cowok itu sudah melebihi batas normal.

Yoga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di kafetaria berhubung letaknya tidak jauh dari departemennya. Dia sudah terbiasa dengan tatapan ingin tahu semua orang, sehingga dia juga terbiasa menunjukkan senyum lebar yang sepaket dengan lesung pipi di sebelah kanan.

Kebiasaan ini juga termasuk mendengar pekikan sejumlah cewek random setelah melihat senyumannya.

Fakta Yoga menjadi sadboy ternyata malah menjadikannya populer. Selayaknya pemeran kedua dalam drama, dia memberikan efek second lead syndrome, yang mana karakternya lebih disukai oleh sejumlah penggemar dan berharap dia-lah yang seharusnya menjadi tokoh utamanya.

Kafetaria ramai seperti biasa. Selain luasnya bersaing dengan gedung serbaguna, area ini bukan satu-satunya yang dimiliki kampus. Ada sekitar lima kafetaria dengan luas sama yang menyebar di beberapa titik di Universitas Trisakti.

Namanya juga kampus unggulan dan bergengsi, kurang lebih mirip SMA Berdikari yang populer di kalangan konglomerat dengan infrastrukturnya yang tidak tanggung-tanggung.

Yoga memilih meja di dekat pintu masuk, bersebelahan dengan meja yang ditempati oleh sepasang muda-mudi. Yoga tentu mengenalnya, karena sejak dia populer dan sering dilibatkan dalam kegiatan mahasiswa, kemampuannya mengenali orang lain sudah jauh lebih baik.

Yoga tahu cowok yang duduk di sana adalah Tristan Aditya, kakak tingkat yang berbeda setahun dengannya sekaligus sepupu Virga Aditya—–teman Yoga di SMA. Sedangkan cewek yang berhadapan dengannya, Yoga mengenalnya sebagai Clara Zeminna, yang sejurusan dan seangkatan dengan Tristan.

Tapi tunggu... Yoga mengernyitkan alisnya selagi duduk di kursinya sendiri. Terkhusus hari ini, penampilan Clara sepertinya berbeda.

"Na, ada yang mau gue bicarakan sama lo. Penting banget." Yoga mendengar Tristan memulai.

'Na'? Bukannya Clara?

"Kayak mau interogasi aja." Cewek yang Yoga sangka bernama Clara itu membalas. "Cowok yang waktu itu bukan siapa-siapa, Tris, jadi lo jangan salah paham. Dia aja yang salah ngira gue itu Clara. Padahal... lihat dari segi manapun gue itu beda banget sama kakak gue..."

Hmm... kakak-adik rupanya.

"Gue boleh jujur, nggak?" tanya Tristan pelan.

"Apa?"

"Tapi lo jangan marah, ya?"

"Oke."

"Jangan pukul gue juga, ya?"

"Oke."

"Jangan balas dendam sama gue. Janji?"

"Apa, sih? Jadi kepo deh. Lagian, gue nggak bisa marah sama lo, Tris. Lo taulah perasaan gue seperti apa ke lo."

"Hmm... i-iya juga, ya."

"Jadi, lo mau ngomong apa?"

"Gue... gue tau lo sukanya sama gue dan lo pernah bilang lo suka sama gue dari SMP, kan?"

"Iya, gue inget. Sejak itu lo deketin gue dan hubungan kita jadi friendzone. Lo bilang belum mau pacaran dulu, tapi gue iya-in aja karena bagi gue status itu nggak penting. Bisa deket sama lo aja, gue udah seneng banget."

"Sebenarnya... gue mau jujur soal itu. Gue punya alasan kenapa gue bilang sekarang."

"Oke. Alasannya?"

Yoga tidak kunjung paham mengapa dia mau-mau saja menguping pembicaraan Tristan dengan adik Clara. Namun, jikalau harus ditinjau, mungkin saja ini sebagai rasa simpatik setelah mendengar kata-kata familier seperti friendzone dan cinta yang sudah lama bersemi.

Bisa jadi, untuk seketika, Yoga merasa seperti senasib dengan cewek itu.

"Lo udah janji nggak akan marah sama gue, jadi gue akan ungkapin sekarang—–"

"Kecuali lo ngaku suka sama cewek lain, gue baru bakal marah sama—–"

"—–Clara curhat ke gue kalo dia suka sama temennya Virga, yang artinya gue berada dalam bahaya sekarang."

"Mak... maksud lo apa, Tris?" Yoga bisa menebak kalau adik Clara bukannya sedang mempunyai masalah pendengaran, melainkan sedang berusaha untuk tidak mempercayai apa yang didengarnya tadi.

"Selama ini cewek yang gue suka itu Clara, bukan lo. Awalnya gue memang tertarik waktu lo nyatain perasaan lo ke gue, tapi lama-lama gue jadi suka sama Clara. Gue nggak pernah bilang karena selain takut lo marah, gue nggak mau hubungan kita rusak. Trus, kalo hubungan kita rusak, gue nggak bisa deketin Clara. Jadi sebelum semuanya terlambat, gue harus perjelas hubungan kita dan jelasin ke dia."

Kesunyian menyusul setelahnya. Tadinya, Yoga mengira cewek itu hanya bisa menangis sebelum tiba-tiba terdengar bunyi berisik yang diciptakan gegara dia bangkit dari duduknya tanpa aba-aba dan mungkin saja nyawa Tristan dalam bahaya jika Yoga tidak segera menghadang.

Semuanya terjadi secara cepat, tetapi tepat pada waktunya. Adik Clara sudah bersiap untuk menyerang kepala Tristan dengan tas selempangnya yang besar sementara sang korban meringkuk di balik punggung Yoga, jelas memohon bantuan.

"Gue nggak ada niat permainkan perasaan lo. Suer deh, demi ketampanan gue! Gue cuma takut lo ngamuk, makanya gue diem aja selama ini." Tristan menatap cewek itu dari balik bahu Yoga. "Thanks, Bro," lanjutnya pelan ke telinga sahabatnya.

"LO—–" Cewek itu lagi-lagi maju, meski teknisnya dia jadi berhadapan langsung dengan Yoga. Jarak keduanya bahkan semakin menipis dan memberi kesan dia memeluk Yoga selagi dia berusaha menjangkau Tristan untuk menarik telinganya. "SINI, NGGAK!"

"LO UDAH JANJI NGGAK BAKAL MARAH SAMA GUE, NGGAK BAKAL MUKUL GUE, NGGAK BAKAL—–"

"DIEEEMMMMMM!" raung adik Clara yang masih belum diketahui namanya oleh Yoga.

"YOANA ZEMINNA, PLIS!" Tristan memohon ngeri ketika cewek itu akhirnya berhasil menangkap daun telinganya dan menariknya dengan kekuatan yang tidak tanggung-tanggung.

Yoga berpikir untuk mundur saja, tetapi kemudian berubah pikiran ketika melihat sorot mata Yoana yang jelas menyiratkan luka. Bagian putih pada netranya memerah sebelum akhirnya ada kumpulan genangan bening yang menyusul, bersiap untuk tumpah.

Entah emosinya membuat energi Yoana melemah atau Tristan berhasil mengambil kesempatan dalam kesempitan, yang jelas cowok itu berhasil kabur dan Yoga jadi tidak tega jika harus meninggalkannya juga.

Adik Clara menangis, apalagi semua mata tertuju padanya sekarang. Rona merah merambat ke wajah hingga ke daun telinganya, selagi dia berusaha menutupinya dengan kedua tangan.

"Malu banget gue! Huaaaaaaa...." Yoana bermonolog di dalam tangannya, tetapi kaget dan tangisnya seketika mereda ketika merasakan ada sesuatu yang menutupi kepalanya.

Tahu-tahu, Yoga melepas hoodie birunya dan memakaikannya di atas kepala cewek itu.

Keduanya tidak tahu saja kalau di antara kerumunan yang menonton mereka dengan heboh dan berisik karena sorakan, ada sepasang muda-mudi lain yang memasuki kafetaria dan bergabung.

"Cih, dasar pencitraan." Cowok itu mencibir.

"Yan, nggak boleh gitu." Luna menegur Ferdian. "Gemeshhh deh, cantik banget tuh cewek. Akhirnya Yoga udah punya tambatan hati."

"Bagus dong, moga aja jadian beneran. Yuk, ah. Kita cabut."

"Loh, tugas kita gimana?" tanya Luna.

"Alahhhh, Yoga mah sibuk pacaran. Gue juga nggak mau kalah. Yuk." Lantas tanpa mau menunggu jawaban Luna, Ferdian merangkul sekeliling bahu pacarnya dan menariknya keluar dari kafetaria kampus.

Bersambung

Fyi, Alvian Febriandy adalah adik kelas Yoga di zaman SMA (cameo). Perannya lebih banyak diceritakan di My Zone is You, termasuk antusiasnya menjadi Ketua OSIS.

Tristan dan Virga Aditya adalah sepupuan (Virga lebih banyak diceritakan di I'm Down For You, termasuk kekocakannya sebagai teman bangku barisan belakang di tahun ketiga SMA).

Luna Lovandra dan Ferdian Michiavelly adalah sepasang kekasih. Keduanya adalah tokoh utama dalam I'm Down For You.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top