SQ Vol. 1 - Piece A

Kau memutuskan untuk berlari ke kanan. Menuju cahaya redup di ujungnya. Keresahan tidak lantas pergi meninggalkan sisimu. Meski kau sadar, pilihanmu kurang lebih tepat. Cahaya yang bersinar redup seperti kunang-kunang itu berasal dari lampu jalan. Tanda bahwa kau sudah mencapai tempat di mana ada keramaian--atau setidaknya orang--untuk dimintai tolong.

Kau tetap berlari meski ada orang lain. Berdiri di dekat lampu jalan. Kakimu hampir saja membawamu ke hadapannya. Secepatnya meminta bantuan. Namun pikiran burukmu menahannya. Bagaimana jika ia komplotan orang yang mengejarmu saat ini? Bagaimana jika orang itu memang sudah menunggu sejak tadi, bersiap untuk menangkapmu, hingga kau tidak bisa berlari lagi?

Selagi berlari kau memikirkan, betapa hal yang kau lakukan selama ini terlampau melelahkan. Kau suka menyanyi, kau bahagia melihat orang-orang yang senang ketika mendengar suaramu, kau mencintai pekerjaanmu, berat melepaskannya. Namun kau tidak nyaman dengan beberapa imbasnya.

Kau sudah melakukan segala cara. Semua tidak merubah apapun. Hal yang menjadi sumber kebahagiaan telah berubah menjadi sesuatu yang menyiksa. Merantaimu dalam hari-hari ingin menangis dan berteriak tanpa bisa mengeluarkannya.

Lalu, mengapa kau tetap melakukannya? Bukankah ini waktu yang tepat untuk mengakhirinya? Sehingga kau bisa terbebas dari segalanya.

Jalan yang tidak pernah kau lihat sepertinya ingin diperhatikan. Membuat hak salah satu stiletto-mu tersangkut di antara celah-celahnya. Kebetulan yang bagus sekali. Ketika kau menginginkan akhir, takdir memberikannya.

Kau terjatuh. Matamu refleks memejamkan diri. Dalam hati kau menghitung mundur. Menghitung detik-detik sebelum tubuhmu membentur trotoar dengan keras dan menyakitkan. Menghitung detik-detik menuju kebebasan abadi. Menghitung detik-detik menuju satu-satunya kebahagiaan yang tersedia untukmu.

Tiga...

Debar jantungmu semakin keras. Menulikan telingamu dari suara lain.

Dua...

Gravitasi menarikmu semakin kuat. Mengundangmu untuk terus jatuh.

Satu...

Tidak terjadi apa-apa.

Kau mengumpat dalam hati. Harapanmu tidak terkabul.

Sesuatu--ah, sepertinya lebih tepat disebut sebagai seseorang--menahanmu untuk jatuh. Kau memberanikan diri membuka mata. Dan menemukan dirimu kini berada dalam pelukan seseorang.


SQ X Lied Vol. 1 - End of Night

Starring Izumi Shuu from QUELL

「Shinpai nai Seikatsu」

QUELL belongs to Tsukino Talent Production

Tsukipro belongs to Fujiwara-san from MOVIC


"Kau tidak apa-apa--Kalau tidak salah--[Full name]-san?"

Suara berat ini ... sepertinya kau mengenalnya. Tetapi ... siapa? Matamu terbuka perlahan, menyadarkanmu untuk lepas dari pelukan. Di pikiranmu sekarang terselip kecurigaan bahwa ia orang yang kau kenal.

Wajah yang kau kenal. Tepat seperti apa yang kau pikirkan. Kau sangat yakin kalau kau mengenalnya. Tapi kau tidak tahu-menahu soal namanya. Bagaimana jika kau hanya pernah melihat wajah itu di suatu tempat? Bagaimana jika dia hanya mirip dengan kenalanmu saja? Mengenal wajah dan suara tidak cukup untuk melepaskan rasa curigamu.

"Maaf belum memperkenalkan diri sebelumnya. Aku Izumi Shuu, produser dari agensi yang sama denganmu. Kita mungkin sering berpapasan tanpa sempat saling mengenal sebelumnya."

Ia berjalan beberapa langkah, mengambil stiletto-mu. Lalu berlutut di hadapanmu. Mempersilahkan kakimu untuk memakai stiletto yang ia pegang. "Kau benar-benar tidak apa-apa?"

"Tidak ada yang cedera. Kakiku baik-baik saja," ucapmu diselingi mengecek kaki. Tidak ada luka yang nampak ataupun kau rasakan di sana.

"Syukurlah. Bagaimana dengan ...," ucapannya mengantung, terdengar ragu. Namun, Shuu tetap mengatakannya. "Bagaimana dengan dirimu sendiri? Kau terlihat lelah."

Dia menyadarinya. Tapi kau tidak ingin ada yang tahu. Kepalamu refleks menggeleng pelan. "Tidak, aku merasa baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

"Apa kau ingin pergi ke suatu tempat malam ini?"

"Tidak," jawabmu singkat. Mencegah orang dihadapanmu semakin curiga.

Ia menghela napas lega. "Apa kau mau pergi ke suatu tempat bersamaku?"

Antara menerima tawarannya atau tidak, kau terjebak pada dua pilihan. Orang dihadapanmu menunggu jawaban. Tampak bersabar menunggu apa pun yang akan kau ucapkan. Tapi kau merasa tidak nyaman melihat Shuu tetap tersenyum dan seolah mengatakan ia siap menerima setiap jawaban yang kau utarakan. Toh, menurutinya juga tidak berpengaruh apa-apa. Sebentar lagi kau akan mati. Kalaupun Shuu akan membunuhmu, bukankah semua menjadi lebih baik?

"Baiklah," anggukmu pelan. Kau sudah tidak peduli lagi dengan segalanya.

"Syukurlah. Kalau begitu. Ayo, ikuti aku."

Kau juga tidak tahu mengapa kau mau mengikutinya tanpa paksaan apa pun. Mulutmu terbungkam tanpa alasan. Berada dalam kesunyian yang janggal. Karena Shuu juga berjalan dalam diam. Kau tidak tahu apa yang direncankannya. Kau tidak tahu alasannya membawamu ke tempat ini. Namun, sekali lagi, kau hanya menatap bangunan di hadapanmu lekat-lekat.

Di hadapanmu sekarang terdapat sebuah dance hall yang kontras dengan kegelapan di sekitarnya. Sekeras apapun kau memikirkan alasannya, kau tetap merasa aneh. Tidak ada laki-laki yang langsung mengajak wanita yang baru mengenalnya untuk ke dance hall bersama.

Mungkin Shuu tidak ingin menyewa pasangan dansa. Hanya itu alasan logis yang ada di pikiranmu. Jadilah kau tidak masalah ketika ia mengulurkan tangannya untuk kau genggam.

Kandelir-kandelir Baccarat berkilau mahal di langit-langit dance hall. Memberikan kesan elegan dengan cahaya yang terpantul sempurna.

"Miss [name]. If you are okay with me, please take my hand," ucap Shuu dengan Inggris yang terlalu lancar untuk orang Jepang sepertinya. Suaranya yang jernih membuat detak jantungmu semakin cepat. Ia membungkuk dihadanmu seolah kau adalah tuan putri, sebelum akhirnya ia mengulurkan tangannya. Kau menerima uluran tangannya dengan pipi bersemu.

Musik pelan mulai terputar. Hanya lewat begitu saja di telingamu. Kau menari dalam gerakan monoton. Mengikuti Shuu kemanapun kakinya melangkah. Sambil sesekali meminta maaf pelan ketika tidak sengaja menginjak kakinya. Ini memang pertama--dan mungkin terakhir--kalinya kau berdansa dengan seseorang.

Ketika lagu pertama berakhir, Shuu menyadari hal itu. "Ini pertama kalinya kau berdansa?"

"Maafkan langkahku yang terkadang salah."

"Tidak apa-apa." Ia tertawa pelan sambil satu tangannya menepuk puncak kepalamu. Kau hanya memandang lantai yang juga terlihat mahal. Mencoba menolak rasa hangat di dalam hatimu. "Ah, tapi satu hal yang perlu kau ingat dalam berdansa, kau harus menatap pasangan dansamu."

Ucapannya selesai tepat ketika lagu kedua dimulai. Kau rasa, menatap Shuu tidak buruk juga. Mata birunya jernih, menenangkan. Hingga kau terlarut ke dalamnya. Dalam pikiranmu hanya ada kanvas putih, yang saat ini memantulkan apa yang kau lihat, wajah tersenyum Shuu. Meski begitu, meski kau hanya menatap wajahnya tanpa memikirkan apa pun, semakin sedikit jumlah langkahmu yang salah. Seolah kau bisa mengikuti langkah Shuu, seolah hatimu bisa terhubung dengan hatinya. Tetapi hal semacam itu tidak mungkin terjadi, kan?

Kau terus mengikuti Shuu, mengikuti musik yang semakin cepat. Hanya ada Shuu di pikiranmu saat ini. Membuatmu melupakan sejenak segala rencana burukmu mengakhiri hidup. Sebuah sihir yang membuatmu merasakan kebahagiaan yang kau nantikan. Sepertinya, berdansa memang tidak buruk juga untukmu.

Setelah klimaks yang meningkatkan adrenalin hingga musik lembut yang mengakhiri dansamu dengan tepuk tangan meriah, kau tersadar kembali. Sayang sekali, sihir itu hanya bertahan hingga musik terhenti. Ini adalah waktu untuk mengucapkan selamat tinggal. Kepada segalanya, kepada dunia, kepada Shuu. Meski kau baru bertemu dengannya beberapa jam yang lalu, ada perasaan di mana kau tidak ingin melepasnya.

Kau menarik kesimpulan bahwa bersama Shuu lebih lama lagi akan membuatmu lebih sulit untuk berpisah dengannya. Kehadiran Shuu menghancurkan seluruh rencanamu. Sebelum rencanamu dihentikan, lebih baik kau pergi darinya sekarang. Semakin sedikit rasa sakit dari bagian dirimu yang tidak ingin berpisah rasakan.

Kau menatap Shuu untuk yang terakhir kali. Ia masih tetap tersenyum. "Kurasa ini dansa paling menyenangkan untuk--"

Sudah cukup. Kau tidak ingin mendengar suaranya lagi. Suara jernih yang membuatmu ingin selalu berada di sisinya. Dengan menyembunyikan air mata yang mulai menetes di pipi, kau berlari pergi.

Tatapan semua orang tertuju padamu. Kau tidak peduli. Terus berlari. Menuju balkon yang memperlihatkan pemandangan malam temaram. Bagus sekali, kau bisa mengakhirinya sekarang, lebih cepat.

Meskipun malam ini sama muramnya dengan dengan suasana hatimu. Meski tidak ada bintang untuk terus kau lihat. Meski tidak ada cahaya kota yang mengundangmu untuk jatuh. Meski kau tidak bisa merasakan kebahagiaan dalam detik-detik menuju akhir hidupmu. Kau tetap melakukannya.

Meski kau tahu, perasaan yang kau rasakan saat berdansa bersama Shuu adalah kebahagiaan yang kau cari-cari selama ini.

Kau tetap memanjat naik. Pergi ke sisi lain pagar yang membatasi balkon. Menatap pemandangan malam tanpa halangan. Merasakan angin menerpa seluruh tubuhmu. Siap terjatuh kapan pun hal itu akan terjadi.

Sayang sekali, sebelum kau sempat memanjat sepenuhnya, Ia--Izumi Shuu--sudah mencapai jarak pandangmu dengan tepat waktu.

"Mengapa kau melakukannya?"

"Izumi-san sudah tahu kalau aku akan melakukan ini sejak awal, bukan?" Kau berbicara tanpa berani menatap wajahnya. "Karena itulah, jangan hentikan aku," ucapmu nyaris terisak.

"Di dunia ini, tidak ada sesuatu semacam kehidupan tanpa kekhawatiran. Kalaupun hal seperti itu ada, semua orang pasti menginginkannya." Shuu mengucapkannya sambil berjalan mendekatimu perlahan. Membuatmu sadar bahwa kau melakukan hal paling bodoh dalam hidupmu. Namun, sudah terlambat. Harga dirimu memaksamu untuk tetap melakukannya. Tidak peduli saat ini kau terlihat bodoh di hadapannya.

"Namun, maukah kau melepas kekhawatiran itu hingga pagi datang? Maukah kau berdansa bersamaku hingga akhir dari malam ini?" Shuu mengulurkan tangannya kepadamu.

Musik baru mulai terputar di latar belakang. Kau menatap ulurannya ragu-ragu. Meski kau tetap menyambutnya. Karena hatimu yang sebenarnya ingin merasakannya lagi. Kebahagiaan yang dibawa oleh Shuu.

Shuu menarikmu dalam pelukannya. Seluruh perasaan di dalam hatimu membuncah ke seluruh tubuh. Penyesalan, kesedihan, kebahagiaan, dan perasaan-perasaan yang tidak bisa kau gambarkan. Seluruh perasaan yang menetes ke pipimu dalam air mata yang tidak berhenti mengalir.

Isakanmu tidak berakhir. Shuu masih tetap terdiam, tanpa bisa kau tebak ekspresinya. Kau tidak tahu apa yang kau pikirkan. Hanya ada keinginan untuk terus meluapkan segalanya.

"Kita masih tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Apa kau tidak ingin menunggu untuk melihatnya dulu?"

"Bagiku, hari ini sama dengan kemarin dan hari esok sama dengan hari ini. Selalu seperti itu. jadi, untuk apa aku mengulangi rutinitas yang terus menyiksaku? Tidak ada cara lain untuk lepas dari rutinitas ini. Aku memang harus mengakhirinya, Izumi-san."

"Mengapa kau tidak mencoba menceritakannya dengan seseorang? Mungkin dengan begitu, kau bisa merubahnya. Ada sesuatu yang tidak bisa kita hadapi sendirian."

"Untuk diriku, hal itu sama tidak mungkinnya dengan hidup tanpa kekhawatiran, Izumi-san!" Kau meneriaki Shuu. Perasaan yang membuncah dalam dirimu membuatmu tidak peduli dengan apapun lagi.

"Begitukah?" Ia bertanya dengan tenang. Kau tahu benar bahwa suaranya berbisik tepat di depan telingamu. "Lalu, menurutmu, apa yang kau lakukan saat ini?" Kau bisa menangkap nada geli dalam suaranya.

"Aku ...." Kau mencoba menyusun kata-kata. Kau tidak mengucapkannya. Itu akan membuatmu terlihat bodoh dihadapannya, kau tahu itu. Hal baiknya, kau mulai terdiam dan isakanmu bertambah pelan. Karena perasaan yang tersisa dalam dirimu saat ini hanyalah rasa malu dan bodoh.

Melihat reaksimu, Shuu tertawa pelan. "Maaf, maaf. Kau bisa menangis dan mengatakan apapun sekarang. Aku akan mendengarkan semuanya."

Kau menggeleng pelan. Mundur selangkah sambil tersenyum tipis dan menatap wajah Shuu. "Aku sudah merasa cukup bodoh malam ini, Izumi-san."

"Aku sudah menunggu waktu ini sejak lama."

"Waktu ini?" tanyamu sembari menelengkan kepala.

Saat-saat kau menunjukkan senyumanmu yang menemukan kebahagiaan."

Ucapannya membekukanmu. Tidak bisa menjawab apa pun. Hanya semburat merah yang mewarnai wajah pucatmu. Kau tidak tahu mengapa ini bisa terjadi, atau mengapa hanya mendengarnya saja membuatmu merasakannya lagi. Rasa hangat dalam hatimu. Kebahagiaan.

"Kalau begitu, Miss [Name]. Shall we dance while waiting for the end of night?" Shuu mengulurkan tangannya lagi. Kali ini benar-benar mengajamu berdansa. Apa pilihan yang ada selain menyambut tangannya? Malam akan segera berakhir dan yang ingin kau lakukan hanyalah berdansa dengannya.

"Kau tahu, akan datang hari di mana kau ingin menangis. Tapi, aku akan menjamin, ketika saat itu terjadi, kau akan merasakan kebahagiaan lagi. Aku janji."

Sebentar lagi akan datang. Akhir dari malam ini. Akhir dari kesedihanmu. Siap menyambut pagi dengan kebahagiaan. Meski ada satu pertanyaan yang belum terjawab. Tapi, itu tidak penting lagi karena kau sudah mendapatkan kebahagiaan yang kau inginkan. Meski ketika Shuu menawarkan diri untuk mengantarkanmu pulang, kau tetap menanyakannya, untuk memuaskan rasa ingin tahumu saja.

"Izumi-san." Ia menoleh kearahmu. "Kenapa kau ... melakukan semua ini?"

Suara telepon menginterupsi. Gestur tangan Shuu memberi isyarat agar kau memberinya waktu untuk mengangkat telepon. Kau hanya menunggu. Toh, itu hanya pertanyaan yang tidak terlalu penting, pikirmu.

"Hm? Oh, Eichi. Terima kasih sudah membereskannya untukku. Ya, ini yang terakhir kalinya. Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan sekarang. Maaf sudah merepotkanmu. Sekali lagi, terima kasih."

Shuu menatap ke arahmu lagi. Lalu ia tertawa melihat wajahmu yang--menurutnya--terlihat kebingungan. "Alasanku melakukan ini, hm? Karena aku yakin, hanya ada hal baik yang akan terjadi kepadamu pada malam ini dan hari-hari berikutnya."

Mendengar hal itu, kau tersenyum dan berjalan menuju sisinya. Tanpa tahu menahu bahwa polisi mendatangi tempat kau berlari tadi malam. Karena Shuu tidak akan pernah menunjukkan sisi gelap dari dunia ini kepadamu, selalu.

-END-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top