04 | seperti superman
Ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta itu nggak harus saling memiliki.
Awalnya, Juna bodo amat banget sama ungkapan-ungkapan kayak gini soalnya dia nggak merasa related sama sekali. Namun saat ini, keadaan membuat Juna memahami dengan lebih baik kata-kata tersebut. Itu adalah hasil dari keputusan Juna buat memendam perasaannya dalam diam. Berpuas diri dengan status sahabat yang kadang membuatnya merasa sangat berarti buat Sharon, tapi itu juga menjadi sebuah batasan yang sekali saja Juna langgar, semuanya tak akan bisa sama lagi.
Segalanya memang membawa konsekuensi. Begitu pun perasaan Juna terhadap Sharon. Dan dia terlalu pengecut untuk bisa mengambil langkah dan mengubah status di antara mereka, yang memiliki kemungkinan berujung sebuah penolakan dan begitu saja, hubungan keduanya merenggang. Juna nggak akan bisa mengambil resiko seperti itu, meski itu artinya ia mesti siap kapan saja dibuat patah hati berkali-kali.
Melihat bio Instagram yang baru diubah Sharon di akunnya dengan menyertakan sebuah username disambung emot jantung, Juna mendadak bisa memahami semua lagu-lagu galau yang sering disetel keras-keras oleh kakaknya tiap perempuan itu lagi patah hati.
Sudah seminggu lewat sejak pesta ulang tahun Nicol, dan sejauh itu pula umur hubungan Sharon dan Samuel. Juna berusaha biasa saja, meski dalam hati nggak bisa buat nggak merasa pahit sendiri.
Jangan tanya gimana hubungannya dengan Sharon habis itu. Sejak dekat sama Samuel aja itu anak sudah nggak pernah main lagi sama dia, apalagi pas sudah pacaran, batang hidungnya aja kagak pernah kelihatan.
Karena itu, Juna yang biasanya selalu ngaret di jam pulang sebab mesti nunggu si Sharon dulu, kini mendapati punya banyak waktu luang di rumah dan itu selalu bikin perasaan Juna makin ngenes. Makanya dia gencar banget meneror teman-temannya yang lain buat futsal atau main game atau apalah biar dia nggak gabut amat.
Terus siang ini, dia berencana ke rumah Sho buat menonaktifkan akun twitter-nya yang sumpah berisik banget kayak penangkaran burung beo. Udah nggak guna juga, kan. Menuh-menuhin ruang ponsel aja. Tapi, di jalan dia malah mendapati seorang cewek dengan rambut sebahu dengan kemeja flannel lagi jongkok-jongkok di samping sepeda lipatnya. Itu Misel.
Juna yang tadinya mau ngegas lurus menghentikan motornya tepat di depan gadis itu, lalu bertanya, "Ngapain?"
Cewek itu mendongak, mukanya merah dengan mata agak menyipit. Tampak kepanasan dan kesilauan. "Rantainya lepas," katanya lalu melirik sepeda itu lagi.
"Wah, sini gue lihat." Juna beranjak menghampiri sepeda gadis itu dan berjongkok di sebelah Misel yang otomatis menggeser tubuhnya, bermaksud memberikan ruang.
Juna kemudian mengotak-atik rantai tersebut, sebelum menyuruh Misel buat memiringkan sepedanya dan Juna bergerak mengayuh pedal itu dengan tangan. And there, rantainya sudah kembali ke tempatnya semula. Misel kelihatan speechless dan menatap Juna kayak melihat leluhur.
"Udah, tuh." Juna kemudian berdiri sambil menggosokkan tangannya satu sama lain. "Lo mau ke mana emang?"
"Kerja." Misel menjawab, matanya tertuju pada tangan Juna yang hitam-hitam habis kena oli rantai sepedanya. Bikin Juna setengah meleng soalnya baru tahu satu fakta soal Misel.
"Lo kerja?"
Misel bergumam mengiyakan lalu mengambil tumbler di keranjang sepeda dan tisu dari tas kecilnya. Ia menyerahkan itu semua ke Juna. "Nih, buat bersihin tangan lo."
"Itu air minum lo nggak apa-apa gue pakai?" Juna berkata. "Tisunya aja siniin."
"Nggak apa-apa, nanti bisa ngisi lagi."
Juna mengangguk dan segera membersihkan tangannya dengan air dari tumbler Misel. "Lo kerja di mana emang?"
"Jazz."
Juna menatap Misel lagi. Kali ini dengan mulut agak terbuka. "That library café—sorry, but they received a minor to work?"
Misel menyunggingkan senyum kecil yang mana sempat bikin Juna terperangah. Ia selalu melihat Misel sebagai pribadi yang kurang ekspresif, selalunya cewek itu akan terlihat dengan muka stoic yang kayaknya nggak bakal menunjukkan komuk apa pun meski sedang dikejar zombie kayak di film Train to Busan. Tapi, Juna nggak menyuarakan pikirannya. Gimana pun, kesannya dangkal banget menilai seseorang saat mereka cuma pernah berinteraksi beberapa kali.
"Nggak. Tapi, lo bisa anggap gue pengecualian."
"Kenapa gitu?"
"Because I have dreams to chase."
Oke, Juna mulai bertanya-tanya mimpi macam apa yang dimiliki Misel hingga keluarga berada sejenis Hadikusuma nggak bisa mewujudkannya dan membuat Misel mesti bekerja di sela-sela jam sekolahnya. Well, siapa yang tahu kalau ini anak cuma asal jawab sebab mereka nggak terlalu dekat sampai-sampai bisa membicarakan topik seperti ini.
"Pantas aja lo bisa dapat kue limited edition Jazz." Juna akhirnya paham akan segala ketahuan Misel akan café itu.
Juna sudah mengelap tangannya dengan tisu, nggak sadar kalau Misel berdiri diam menunggunya sampai selesai. "Udah? Sekali lagi makasih udah bantuin gue. Gue duluan."
"Yoi, hati-hati."
Misel mengangguk sebelum mengayuh sepedanya menjauh.
Setelahnya Juna melanjutkan perjalanan menuju rumah Sho. Sewaktu dipersilakan masuk ke dalam rumah temannya itu dan digiring menuju halaman belakang oleh mamanya Sho, Juna mendapati cowok itu lagi sibuk mengedit sesuatu di laptopnya.
"Lu ngaret tiga puluh menit. Tumben. Biasanya juga datang sebelum jam janjian."
Itu adalah tanggapan Sho saat pantat Juna baru saja mendarat di atas kursi rotan di samping cowok itu. Juna berdecak. "Tadi ada masalah dikit."
"Kenapa? Motor lu mogok?" Sho berkata lalu teringat akan tujuan Juna ke sini. "Anyway, lo yakin mau tutup akun? Sayang banget itu akun pengikutnya bejibun nggak lo manfaatkan dengan baik—eettt, salah, deng, lo memanfaatkannya dengan baik kalau dilihat gimana lo nyampah pengen ini-itu di akun lo."
Memang anjim banget pakai segala diingetin. Meski bukan ulah Juna, tapi tetap aja dia malu. Duh. "Itu dibajak temen gue."
"Hm, dibajak, tapi dibiarin dan nggak dihapus sampai sekarang, ya, Pak." Sho geleng-geleng kepala seraya scrolling isi tweet-an di profil Juna. "Yang ngebajak itu temen lo si Syeren-syeren yang saban sore lo tungguin di parkiran itu, ya? Yang sekarang jadian sama Kak Sam."
Walah, makin dijelasin kayak gitu lagi. Juna mencoba tabah. Pura-pura biasa aja di saat hati kretek ambyar total kayaknya udah jadi spesialisasi Juna sekarang. Untuk menutupi kepahitan hatinya, Juna berkata kesal, "Udah, anjir lo malah scroll-scroll nggak penting, cepet deact napa!"
"Ahilah, santai aja kenapa, sih." Sho berdecak. "Hm, gimana kalau lo log out aja, jangan deact. Ini akun biar gue yang pegang buat nge-retweet link konten gue, entar lo dapat lah bagiannya."
Juna menggeleng dan berkata seteguh karang. "Nggak."
"Kenapa? Nggak bakal gue otak-atik juga, selain buat nge-retweet doang!"
"Siapa yang tahu lo bakal menggunakan ini akan buat aneh-aneh dengan mengatasnamakan gue?!"
"Halah, giliran si Syeren lo biasa aja—WAIT, IF THAT'S THE CASE JANGAN BILANG KALAU LO—" Sho melotot ke Juna seolah-olah cowok itu baru saja ketahuan maling jemuran, "—lo, you like her?"
Juna yang nyaris budek sebab Sho berteriak secara tiba-tiba kini diserang jantungan dan keselek ludah sendiri mendengar kalimat terakhir yang diucapkan. Dia mau membantah dengan keras, tapi Sho lebih dulu berkata-kata.
"Pantes lo segitunya sama dia." Muka Sho sudah seperti seorang mata-mata yang lagi memecahkan sandi super rumit. "Hm, masuk akal. Gue udah mikir gini, sih, sejak lo tiba-tiba mau bikin akun terus nyuruh nyari akun temen lo. Tapi, nggak gue pikirin lebih dalam karena lo kelihatan biasa aja pas temen lo deket sama Kak Sam. Haha, acting lo jago, padahal gue yakin dalam hati udah ancur kayak tomat habis kelindes truk."
" ... "
"Tapi, kalau lo suka kenapa nggak confess aja? Kalau sekarang, sih, udah telat soalnya—ah," Sho mengerjap, seakan menyadari sesuatu setelah merepet panjang lebar, "sorry, I feel bad for you, bro. Tapi, nggak apa-apa, cewek masih banyak di luar sana. I know you feel agak mbelenyes right now, but eventually, it will pass. Kecuali lo ada rencana jadi pepacor."
" ... pepacor?"
"Perebut pacar orang." Sho berkata. "Meski kalau gue boleh kasih saran, mending jangan, Bro. Lo emang kenal dia lebih dulu dan I can say that perasaan lo nggak salah, tapi tetap aja, lo nggak bisa maksain perasaan lo yang bertepuk sebelah tangan itu."
Juna tercengang hingga tak mampu berkata-kata mendengar ucapan Sho. Dia membuka mulut buat berkata sesuatu, tapi saat kata itu sudah ada di ujung, ia mengatupkan lagi bibirnya dan memilih diam.
"Oh, iya. Kemarin gue lihat live ig si Zidan waktu di pesta ulang tahunnya Nicol, and damn man! I didn't know that Winter—um, I mean, Misel can sings that freakin' good! We've been a classmate for a half year, and I can't believe myself for become that blind to see a potential partner as her!"
" ... "
"Besok gue mesti deketin dia, siapa tahu, dia mau jadi guest star di konten gue selanjutnya!"
Juna terlalu pusing dengan perubahan topik ini, tapi dia tetap menanggapi. "I don't think she'd join you."
"Emang kenapa?"
"Dia kayaknya nggak terlalu suka jadi spotlight kayak lo."
"Hm, betul juga. Tapi, apa salahnya mencoba, ya, kan? Siapa tahu, dia punya jiwa public figure yang terpendam."
"I don't think so. Dia udah kerja di tempat lain."
"Kerja apa—wait, what? Misel kerja?!" Sho menganga.
"Gue tadi nggak sengaja ketemu itu anak, katanya mau kerja." Juna menerangkan. "Di Jazz."
"HAH?!"
"Gue tadi juga kaget."
"A young Hadikusuma kerja? Seriously? Kalau dia mau, ganti mobil tiap hari juga itu anak bisa kayak si Iyos, but working?" Sho geleng-geleng kepala. "Nggak salah lagi, si Misel ini anaknya emang aneh. Tapi, lebih aneh keluarganya yang biarin putri bungsunya yang mana masih underage kerja. Kayak, lo tahu sendiri gimana loyal-nya Kak Mika ke teman-temannya, kan. Dia beli apa, temennya pasti dibeliin."
Jangan tanya kenapa Sho tahu Misel itu anak Hadikusuma yang itu, waktu itu Juna sempat kelepasan ngomong dan Sho yang sudah kepalang kepo nggak membiarkan Juna menghela napas barang sejenak.
Juna mendengus. "Misel bilang, dia pengecualian."
"Dari apa? Kakak-kakaknya?" Sho mengangkat alisnya. "Maksud lo, Misel bukan anak kandung gitu?"
Juna berdecak mendengar perkataan Sho yang makin ngalur-ngidul. "Lo nggak liat apa itu mukanya si Misel sama abang sulungnya plek-ketiplek miripnya?! Sembarangan amat kalau ngomong!"
"Ye, santai, dong. Gue, kan, cuma berprasangka."
"Prasangka lo, tuh, sesat!"
"Ya, gimana, ya? Gue baru kali ini ketemu sama orang yang tema hidupnya nggak bisa gue pahami."
"Lo, kan, emang payah kalau udah urusan memahami." Juna mengejek.
Sho nggak menghiraukan kata-kata Juna. Dari mukanya, sih, lagi kepikiran sesuatu. "Hm, gue jadi makin penasaran sama itu anak. Rasanya seperti Superman."
"Maksud?"
"Gue yakin hidup si Misel nggak mungkin biasa-biasa aja," kata Sho dengan muka penuh intrik. "Pokoknya dia mesti gue rekrut sebagai partner vlog gue!"
Juna memilih tak menanggapi lebih lanjut daripada dia ikutan stress. Dia berdecak saat Sho belum juga menonaktifkan akunnya. "AKUN GUE CEPETAN DEACT, BEGO."
"Loh, tadi udah clear, kan? Nanti benefit-nya gue bagi sama lo."
"BODO POKOKNYA DEACT!"
to be continued.
12/15/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top