03 | cewek musim dingin
Sejak perbincangannya dengan Sharon perihal Misel hari itu, nggak tahu kenapa, itu cewek jadi sering banget papasan sama Juna.
Gara-gara itu, dia jadi tahu kalau Misel ternyata berteman dekat dengan Nicol, sesekali Candra sama Zidan dari kelas IPA akan ada di antara dua cewek itu. Tapi anehnya, Misel akan kelihatan menyendiri saat tiba bersama dengan teman-teman kelasnya. Gimana Juna tahu? Kelas mereka pernah digabung pas pelajaran olahraga soalnya.
Ternyata, mendengar dari beberapa teman Juna yang sekelas sama Misel, ada beberapa desas-desus yang tersebar. Tentang cewek itu yang hanya mau berteman dengan kaum borjuis dan pintar. Mengabaikan teman yang mencoba mendekati karena merasa diri tinggi. Ya, selama ini, Juna cuma pernah melihat cewek itu bersama Nicol dan dua orang lainnya, sih.
"Yang lebih parah, katanya si Winter ngedeketin geng si Nicol karena ada maunya."
Hm, saking pendiam sampai terkesan dingin, anak-anak pada menjuluki cewek itu dengan nama Winter kalau lagi ngebigosin dia.
"Maksud lo?"
"Ya, itu. Menurut pengamatan cewek-cewek di kelas gue, dari gayanya udah ketebak, sih, si Winter ini emang kekurangan secara materi. Bisa masuk ke sekolah gara-gara beasiswa kayaknya, secara anaknya pinter gitu. Saking pinternya, tiap presentasi selalu cung tangan sampai yang lain gumoh."
"Dan lo percaya?" Kening Juna mengerut sangsi.
"Not really." Jo mengendikkan bahu. "Tapi, anaknya emang susah terbuka, jadi who knows?"
Juna terdiam sejenak, sebelum berkata, "Lo tahu nggak siapa Misel sebetulnya?"
Alis Jo terangkat. "Emang siapa? Jangan sampai lo bilang Wonder Woman yang mana itu nggak mungkin soalnya rambut si Winter pendek, nggak panjang."
Juna menghembuskan napas. "Jo, lo tahu apa nama belakang Misel?"
"Ya, Hadikusuma. Nggak mungkin Uzumaki."
"Lo tahu Kak Mikayla Hadikusuma?" tanya Juna tenang.
"Woh, yang cakep kayak putri—eh, nama belakang mereka—HAH, JANGAN BILANG MEREKA SODARAAN?!"
Juna mengangguk. "Iya. Jadi, artinya Misel itu putri bungsu salah satu donatur tetap sekolah kita."
Mulut Jo menganga. Nggak menyangka akan ada fakta seperti itu. Sebab sejauh dia bisa memandang, dari skala satu sampai sepuluh, antara Mika dan Misel mungkin hanya memiliki satu kesamaan, yaitu huruf depan nama dan nama belakang mereka. Selain itu, nggak ada kemiripan sama sekali. Mika punya vibes ala-ala princess like yang mudah saja buat mengaguminya, tapi Misel itu kelewat biasa dan dengan sifat dinginnya, seakan mendorong orang buat menjauh. Jadi nggak heran kalau nggak ada yang menyadari ini, walau sudah ada clue sebesar nama Hadikusuma.
Memikirkan ini, Juna nggak bisa buat nggak heran. "Berarti, kemungkinan besar soal apa yang lo bilang soal Misel itu nggak bener."
Jo masih sibuk mencerna fakta. Dia sudah membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi berakhir diam.
"Kok, bisa, sih, ada desas-desus kayak gitu? Itu masuknya udah ke verbal bullying. Emang nggak bakal melukai secara fisik, tapi secara mental nggak ada yang tahu." Juna menerangkan. Jiwa kebenaran mutlaknya muncul lagi.
Lo ngomong gitu gue jadi kepikiran dodol, batin Jo. Sejenak dia merasa Misel, nih, anaknya misterius banget. "Tapi, nih, tapi kenapa lo nanya-nanya soal si Winter? Naksir lo?"
Juna mendengus. Gimana mau naksir orang lain, kalau move on dari Sharon aja dia nggak mampu. "Dia kelihatan kayak anak hilang tiap jam olahraga. Terus pas bikin kelompok, pasti Pak Fendy yang turun tangan nyariin."
"Hm, iya juga, sih."
"Emang lo nggak pernah ngobrol sama dia?"
"Boro-boro, ngedeket aja gue rada gimana gitu. Mukanya angker, Bro."
"Nah, itu. Lo keburu percaya sama asumsi sendiri daripada cari tahu kenyataannya gimana."
"Halah, asumsi tai kucing. Ribet banget omongan lo, mending futsal."
Ya, habis itu Juna futsal, sih. Nggak terlalu memikirkan soal Misel, sebab buat apa juga gitu. Meski kalau ada kesempatan, Juna pengen banget temanan sama itu cewek, karena sekian lama memperhatikannya bersama Nicol cs, dia yakin Misel jauh lebih baik dari apa yang dia dengar selama ini.
***
Juna sudah lupa kapan terakhir kali dia ketemu Sharon. Cewek itu mendadak terasa jauh saat Juna melihatnya datang dari gedung kelas 12. Dan Juna terlalu tak punya energi buat sekedar mencari atau nyamperin Sharon sebab dia tahu, cewek itu sama gebetannya ibarat tahi ayam, baru mojrot dan lagi anget-angetnya.
Semingguan lebih hidup Juna cuma berputar di antara sekolah, futsal, dan rebahan. Nggak ada alasan buatnya membuang-buang waktu buat nungguin orang tiap pergi dan pulang sekolah, nggak ada yang ngerecokin Juna buat jalan-jalan entah ke mana, nggak ada yang nge-spam chat—yang ini ada, sih, berhubung followers sosmed Juna udah lebih banyak daripada halaman ensiklopedia, tapi room chat yang tersemat dari dulu di whatsapp-nya udah lama jadi kuburan.
Juna aslinya malas dan gengsi banget mengakui ini, tapi dia merasa seperti ada yang bolong. Bukan, bukan baju atau celananya yang bolong, tapi perasaannya. Gara-gara siapa lagi coba dia begini?
Ya, betul. Oknum inisial S yang tiba-tiba mengirim voice note ke Juna, isinya nggak lebih dari teriakan orang setengah gila cuma karena diajak dinner sama gebetannya.
Pengen banget Juna membalas, "HALAH SOK BENER, DIPUTUSIN NANGIS! MENDING SAMA GUE!" Tapi, mana berani, ya, Juna mengungkapkan perasaan.
Soalnya dia lebih rajin nyinyir dan sambil mengatai Sharon menggunakan nama bapak itu anak ketimbang bermulut manis. Bisa-bisa anjlok ke kerak bumi harga dirinya kalau sampai dia berkata gitu.
Makanya, biar Juna nggak kelihatan ngenes-ngenes amat mengurung diri di kamar di saat yang ditaksir lagi malam mingguan sama orang lain, dia memutuskan buat pergi ke acara ulang tahunnya Nicol.
Juna nggak kenal banget, sih, cuma sekadar tahu soalnya itu cewek teman satu kelasnya Sharon. Dia juga nggak paham kenapa bisa diundang, tapi kalau dipikir lagi, ya, bisa aja, sih. Mereka satu sekolah dan siapa tahu, si Nicol ngundang satu angkatan, kan.
Juna ngaret bentar soalnya beli kado dulu. Pas dia sudah ada di rumah Nicol, suasana sudah ramai dan kayaknya, Juna yang datang paling terakhir. Rumah itu ada di kawasan perumahan elit, ruang tamunya luas hingga bisa menampung lebih dari seratus tamu. Tema ulang tahun Nicol sama seperti surat undangannya, putih tulang.
Selaku tamu undangan yang baik, Juna menghampiri Nicol dulu untuk mengucapkan selamat. Cewek itu kelihatan elegan dengan gaun sewarna dengan tema ulang tahunnya. Dengan rambut tergerai dan dihiasi jalinan bunga pada ikatan kecilnya. Cewek itu menerima hadiah Juna dengan malu-malu, membuatnya terkesan cute.
"Thanks, ya, udah datang." Nicol berkata. Ada binar antusias di manik matanya. "Nggak nyangka, sih, gue hehe. Tapi, thanks banget."
"Nggak lah. Udah diundang masa nggak datang." Juna membalas.
Cewek itu cuma cekikikan, lalu pamit buat ngecek sesuatu. Untungnya, ada beberapa teman Juna yang juga datang, jadi dia bisa menikmati acara tanpa repot-repot kenalan dan berusaha membaur. Saat semua orang dipandu untuk berkumpul pada satu titik tempat, acara dimulai. Ada sebuah kue dengan tiga tingkat di sana, juga lilin putih dengan angka tujuh belas. Acara berlangsung lancar, hingga tiba pada saat membagikan kue.
Seperti acara ulang tahun yang basicly, Nicol memberikan potongan kue pertama buat keluarga. Dimulai Ibu, Ayah, Tante, Paman. Cewek itu lagi memotong kue kelima, dan di sampingnya Candra sudah berdiri dengan mata berbinar. Saat potongan kue itu sudah ada di tangan Nicol, cewek itu kelihatan mencari keberadaan seseorang.
"Wait—where's her? Michelia?"
Semua orang saling pandang, mencari orang yang disebut Nicol, padahal sebetulnya, mah, tak tahu siapa yang dimaksud. Lalu Zidan, datang membelah kerumunan dengan menggandeng—atau setengah menyeret—seorang cewek yang mendadak bikin semua orang terdiam. Lebih tepatnya, terpaku. Di antara semua, Juna juga mengerjap. Dia tahu itu siapa—tapi, itu siapa?!
Saat Zidan sudah berdiri di antara Nicol dan Candra dengan membawa seorang lagi, barulah Nicol melanjutkan. "There it is. For the one who I admire a lot."
Juna melihat Nicol memberi kue itu kepada cewek yang dia tahu ... itu Misel yang tampak beda banget dari biasanya. Nggak ada kemeja flannel atau jaket kebesaran lagi, diganti dengan dress motif bunga dengan bahan jatuh sepanjang lutut. Rambut cewek itu yang dulu sebatas bahu, kini diberi potongan layer tipis yang membuatnya terlihat fresh. Dan saat Nicol membawa Misel kepada sebuah pelukan, muka cewek itu merah sampai ke cuping-cuping, seakan mematahkan image dinginnya selama ini.
Di sekitar Juna, mulai ada bisik-bisik yang menyertakan nama Misel. Pada nggak nyangka kalau Nicol akan memberikan Misel kue lebih dulu daripada Candra atau Zidan, yang hitungannya masih saudaraan sama Nicol.
Karena habis itu cuma acara makan-makan biasa, semua tamu pada membentuk koloni grup masing-masing. Sementara yang punya acara tampak bersama keluarga dan lagi peluk-pelukkan. Misel juga ada di sana. Berdiri dengan buket mawar putih berukuran sedang, lalu memberikannya ke Nicol. Misel tampak bergumam sesuatu pada Nicol, dengan sudut mata yang memerah. Sebelum berakhir keduanya berpelukan dengan senyum maklum di sekeliling mereka.
Juna sudah tahu kalau dua cewek itu berteman, tapi nggak tahu kalau sampai sedekat itu. Ia merasa Misel tak sekaku yang terlihat saat ia berada di antara keluarga Nicol.
Terus dua oknum melerai rangkulan Nicol sama Misel. Muka Candra sama Zidan sudah kelihatan girang membawa sebuah gitar dan kerincing, lalu mereka berempat tampak mendiskusikan sesuatu. Juna bisa lihat muka Misel yang mendadak kayak orang sembelit, sementara Nicol biasa-biasa aja pas Zidan dan Candra mengambil alih microphone dan menjadi MC dadakan.
"Tes, tes—oke, selamat malam semua!" Zidan memulai mukadimah. "Mohon teman-teman agar mendekati panggung mini di sayap barat—nah, gitu. Jadi, berdirinya kita di sini," ia melirik Candra yang sibuk ngatur jarak orang dari panggung, "dimaksudkan karena salah satu dari teman kita akan membawakan sebuah lagu sebagai penghujung acara kita malam ini. Betul saudara Candra?"
"Betul sekali saudara Aci," kata Candra setengah meledek, puas melihat Zidan memonyongkan bibirnya dengan backsound 'cieee Aciii', ia melanjutkan. "It serves for you who find how hard is life involved you into darkness, but keep going and become the light itself. Let's greet our stars today, Nicolette and Michelia!"
Orang-orang yang semula bingung ini ada apa, mendadak jadi riuh begitu Nicol naik ke atas panggung sambil dadah-dadah kecil, kelihatan malu-malu, tapi percaya diri. Di belakangnya, Misel yang baru saja menerima mic dari Zidan sejenak linglung, namun begitu ia didorong ke panggung dengan agak dipaksa, Misel kelihatan pasrah menerima nasib.
Dan itu kelihatan lucu di mata Juna, soalnya make up tipis di wajah Misel tampak tak bisa menutupi rona merah yang menjalar sampai ke cuping-cuping.
"Hai," sapa Nicol dengan suara lucunya. "Thanks buat yang udah datang buat aku hari ini. It means a lot for me hehe." Ia kemudian menarik Misel mendekat. "Seperti apa yang dibilang Aci tadi, kita berdua mau menyanyikan sebuah lagu dalam rangka menepati janji Misel yang mau duet sama aku kalau ... seseorang datang."
Suasana makin kacau setelah apa yang dikatakan Nicol tadi. Sebagian heboh menebak-nebak mengenai janji macam apa itu dan siapa yang dimaksud oleh Nicol barusan. Setengahnya lagi kaget, nggak nyangka bakal melihat Misel nyanyi di saat di kehidupan sehari-hari, itu cewek bersin aja bisa tanpa suara. Banyak juga yang ragu Misel bakal nyanyi, siapa yang tahu dia cuma nemenin Nicol di atas panggung sambil megang kerincing.
Di sudut Zidan sama Candra cuma mesem-mesem sambil ngasih sikon ke seksi sound buat memutar musik. Lagu itu diawali oleh denting piano, dan Nicol mulai mendekatkan microphone ke bibirnya.
I'm 15 for a moment
Caught in between ten and 20
And I'm just dreaming
Counting the ways to where you are
I'm 22 for a moment
And she feels better than ever
And we're on fire
Making our way back from Mars
Kemahiran Nicol bernyanyi memang bukan rahasia lagi sejak gadis itu masuk ke ekskul paduan suara. Saat suaranya jatuh pada lirik terakhir dan mencipta jeda yang ganjil, sekeliling Juna mendadak senyap saat Misel mengambil ancang-ancang untuk membuka bibirnya yang sejak tadi terkatup.
Dan kembali riuh saat suara gadis itu terdengar, awalnya terdengar agak kaku, tapi perlahan-lahan kembali stabil dibarengi dengan ketercengangan semua orang.
15, there's still time for you
Time to buy and time to lose
15, there's never a wish better than this
When you've only got a hundred years to live
Nggak ada yang bakal menyangka bahwa Misel yang kerap sukar diajak bicara itu bisa menyanyi sebagus ini. Suaranya yang biasanya terdengar kecil, kini jelas dan bersih. Semua orang akhirnya kembali bereaksi dan mulai menikmati penampilan dua orang itu saat Nicol kembali mengambil part, lalu dilanjut bernyanyi berdua.
15, there's still time for you
Time to buy and time to lose yourself within a morning star
15, I'm alright with you
15, there's never a wish better than this
When you've only got a hundred years to live
Half time goes by, suddenly you're wise
Another blink of an eye, 67 is gone
The sun is getting high
We're moving on
I'm 99 for a moment
And dying for just another moment
And I'm just dreaming
Counting the ways to where you are
15, there's still time for you
22, I feel her too
33, you're on your way
Every day's a new day
15, there's still time for you
Time to buy and time to choose
Hey, 15, there's never a wish better than this
When you've only got a hundred years to live
Tepuk tangan yang meriah mengakhiri penampilan Nicol dan Misel. Di sudut Zidan sama Candra sudah ngereog nggak jelas. Nicol membungkukkan badan dengan gaya ala pedansa, serta memaksa Misel untuk melakukan yang sama sebelum bertepuk tangan sendiri dengan girang.
"Sel," Nicol menepuk bahu Misel, terus nyanyi tiba-tiba. "Promise I'll stay here, 'till the morning. And pick you up, when you're falling. When the rain gets rough, when you've had enough. I'll just sweep you off your feet and fix you with my love."
Terus, seperti itu sudah otomatis, Misel meneruskan dengan binar linglung. "Voy a cuidarte por las noches. Voy a amarte sin reproches. Te voy a extrañar en la tempestad. Y aunque existan mil razones para renunciar."
Habis itu suasana jadi lebih ribut gara-gara Misel, tapi Juna malah teringiang-ngiang sampai pulang.
to be continued.
12/14/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top