02 | biang gosip

Entah ini cuma perasaan Juna atau gimana, beberapa minggu belakangan ini, ia merasa hidupnya jadi agak runyam.

Sumbernya ternyata gara-gara konten yang diunggah Sho di sosmed miliknya yang bikin orang-orang—mostly cewek-cewek, pada penasaran dan ngaku langsung naksir sama Juna. Karena itu, sosial media miliknya tiba-tiba ketambahan banyak pengikut, bahkan ada yang sudah menawarinya endorsement.

Kenapa ini membuat Juna pusing? Karena dampak positif ini juga berbanding lurus dengan dampak negatif. Banyak banget nomor tak dikenal yang tiba-tiba mengiriminya pesan, bahkan dengan lugas meneleponnya sampai bikin dia stress sendiri. Usut punya usut, salah satu teman kelas Juna yang bahkan tak akrab sama sekali dengannya menjual nomor pribadi miliknya di belakang.

Juna jelas marah, dan segera membawa masalah ini ke wali kelas setelah mengganti nomor dengan yang baru. Namun, entah gimana gangguan ini tak berhenti. Bikin hidupnya yang dulu damai tampak seperti mimpi yang jauh.

Tapi, ada satu oknum yang memanfaatkan kepopuleran Juna dengan kurang ajarnya. Siapa lagi kalau bukan Sharon?

Cewek itu dengan terang-terangan membajak ponsel Juna hanya untuk membuat tweet atau status di sosial media cowok itu dengan kalimat yang nggak bakal jauh-jauh dari kalimat 'aduh, haus,' atau, 'panas, boba milk tea enak kali, ya?' dan yang terbaru, 'pengen ice cream mcd, tapi mager,' dan nggak selang beberapa menit, akan ada saja yang membawa apa pun yang cewek ini sebutkan di akun Juna secara suka rela. Jelas, sih, ini namanya penipuan publik.

Setelah kedamaian, kini citranya juga terancam miring. Juna kesal, tapi nggak tega buat marah ke Sharon. Habis, tiap lihat anaknya bahagia banget, Juna jadi pikun mau ngomong apa.

Tapi suatu hari, gara-gara kelakuan Sharon yang suka ngebajak ponselnya, datang seorang cewek yang Juna tahu dari kelas IPS 3 dengan segelas iced lemon tea.

"Lo mau ini?" tanya cewek berambut sebahu itu.

Selama sedetik, Juna bingung merespon. Hingga dia meringis di dalam hati dan menerima teh dari tangan cewek yang lebih pendek darinya. "Thanks, ya. Lo—"

"Oh, ya." Cewek itu kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan satu kotak kecil berisi kue macaroon. "Nih."

Mata Juna bersinar melihat label di atas kotak makanan itu. "Ini—dari Jazz?" Itu adalah sebuah café yang cemilannya sangat Juna gemari. Tapi, dia nggak pernah tahu kalau ada yang dalam kemasan kayak gini. Biasanya café itu hanya menyediakan yang serve on the spot atau take away.

"Lo tau?" cewek itu bertanya, sejenak matanya membulat jernih.

Juna mengangguk. "Mama gue sering take away makanan di sana." Ia berkata. "Tapi, emang ada yang udah dikemas gini, ya?"

"Ini limited edition, bentar lagi hari kesehatan mental sedunia."

Juna mengernyit. Entah karena keserbatahuan cewek ini tentang Jazz atau baru kali ini mendengar ada promosi di sebuah café pada hari seperti itu, dan kayaknya, Juna juga baru tahu kalau ada hari kayak gitu. "Oh, thanks again?" Ia menerimanya.

"Oke."

Setelah berkata seperti itu, cewek yang nggak Juna ketahui namanya berbalik, hendak pergi. Bikin Juna merasa agak ... gimana, ya? Biasanya anak lain yang membawa sesuatu setidaknya akan mencari beragam topik untuk bisa terus berbicara dengannya. Tapi, ini cewek—serius, gitu aja?

"T-tunggu, bentar." Juna agak merutuki diri saat suaranya tersendat sesaat. Melihat cewek itu menoleh, Juna buru-buru melanjutkan. "Itu, kalau lo liat di tweet ada postingan aneh-aneh, jangan dianggap serius, itu kerjaan temen gue."

"Twit?" Cewek itu malah kelihatan bingung.

"Iya, lo ngasih gue ini karena habis liat tweet-an gue, kan?"

Kalau bisa, kayaknya alis itu cewek bakalan bersatu habis mendengar omongan Juna. "Maksudnya?"

Sekarang, malah Juna yang bingung. "Ah? M-maksudnya, lo nggak liat tweet di akun twitter gue?"

Cewek itu terdiam beberapa saat, sebelum menggeleng pelan. "Enggak."

"O-oh, kirain." Juna tengsin banget, mukanya berasa pias. Eh tapi, bentar. Kalau ini cewek nggak lihat tweet si Sharon di akun Juna ... "Terus kenapa lo tiba-tiba ngasih gue teh sama kue?"

"Nggak apa-apa, lo kayaknya lebih butuh itu daripada gue."

Habis itu, dia berlalu meninggalkan Juna begitu saja. Juna speechless di tempat sampai punggung cewek itu hilang di balik koridor. Nggak mengerti atas kejadian barusan, ia lantas berbalik pergi menuju kelas dengan kedua tangan terisi makanan. Cuma buat mendapati sesosok gadis yang sudah lama ia sukai lagi malu-malu kucing di hadapan seorang kakak kelas di depan pintu.

Juna berdecak pelan, rasanya mau putar balik, tapi kelihatan banget dia kayak lari dari kenyataan. Ia menegarkan diri buat jalan lurus, meski melihat dua orang itu betulan bikin sesuatu di balik dadanya teriris-iris. Gimana, ya, sejak mereka SMP, Juna terbiasa menjadi satu-satunya cowok yang dekat—walau dalam konteks sahabat—dengan Sharon. Ada, sih, yang lain cuma anaknya nggak terlalu menanggapi dan Juna nggak perlu merasa tersaingi untuk itu.

Tapi, sejak datang si Samuel-Samuel yang menurut Juna punya tampang tipikal playboy yang punya gebetan di setiap tikungan, semua jadi berubah. Sharon memang pernah suka sama cowok di masa lalu, tapi itu adalah jenis rasa suka sepihak yang mana nggak terlalu Juna anggap serius. Tapi sekarang, Juna tahu keadaannya nggak sesederhana itu.

Juna berjalan dengan agak cepat, lalu melintas tepat di tengah-tengah dua orang itu sampai salah satunya merutuki Juna. Ia cuma balas mendengus lalu masuk ke kelas yang dingin ber-AC, nggak kayak di luar. Panas.

Sejak saat itu, intensitas pulang bareng antara dirinya dan Sharon makin jarang. Sebab cewek itu menyuruhnya pulang duluan, dan selalu kedapatan mengunggah foto spion motor yang Juna tahu punya si Samuel itu. Kalau Juna adalah spesies gas elpiji, mungkin dia sudah meleduk dari lama saking jengkelnya.

"Ngapain lo? Masih inget punya temen?" sindir Juna pas melihat Sharon di teras rumahnya.

Cewek itu cuma cengengesan. "Ye, siapa yang lupa sama lo coba."

Juna mencibir. "Tumben nggak jalan sama si onoh," katanya meski dalam hati agak buyar.

"Kak Sam lagi ada acara, besok baru pdkt lagi muehehehe."

"Bodo." Juna berbalik, soalnya nggak tahan mendengar fakta dari orangnya langsung yang seakan menamparnya brutal buat kembali ke dunia nyata.

"DIH, LO NGAMBEK?"

"Sana lo pergi!"

"IYUH SENSI AMAT LU PANJUL," Sharon mengejar, "Makanya, ya, sana cari pacar atau gebetan! Muka lo, tuh, nggak bodo-bodo amat, nggak susah lah kalau mau nyari cewek sekampung!"

"Terus mata lo butek gitu?"

"Apaan, sih? Ngapa jadi mata gue yang butek!"

Setengah merutuki mulutnya yang bocor, Juna berusaha bersikap tak peduli. Padahal dalam hati cukup ketar-ketir. "Bodo."

"Eh, btw, lo tau Kak Mika, nggak? Anak sebelas IPA satu, teman sekelasnya Kak Sam yang cakepnya kayak Cho Miyeon itu?!" Sharon bertanya.

"Nggak kayak lo mirip pantat cobek."

"Kampret," desis Sharon, tapi tetap melanjutkan. "Terus lo tau Misel anak IPS 3? Yang suka dipanggil Winter sama temen-temen sekelasnya saking pendiemnya itu?!"

Meski berlagak acuh, tapi Juna tetap menyimak ucapan cewek di depannya ini sampai ke titik koma. Ia berpikir, kayak pernah dengar, tapi nggak tahu kapan dan di mana. Melihat muka Juna yang kayak berpikir keras, Sharon berdecak. "Masa nggak tahu, sih?! Padahal kelasnya deket sama kelas lo, kan? Rambutnya sebahu, terus sering pake flannel merah!"

Juna tercenung. Oh, yang pernah ngasih dia kue made by Jazz itu ... "Jadi namanya Misel?"

"Walah, abis ke mana aja lu, Ndro, baru tahu?" kata Sharon dengan muka agak tak berdaya. "Ternyata, dia sama Kak Mika itu sodaraan anjir! Unexpected banget!"

" ... hah?"

"Kaget, kan, lo!" Sharon bertepuk tangan melihat tampang bego Juna. "Gue awalnya juga nggak nyangka! Abis Kak Mika sama Wint—maksud gue, Misel nggak ada mirip-miripnya sama sekali anjir. Terus nggak pernah kelihatan bareng juga."

Juna menggelengkan kepala. "Terus lo ngapain ke sini, ya?"

"Oh," Sharon kemudian merogoh kantong jaketnya, lalu memberi sebuah kertas berwarna putih tulang. "Lo diundang ke acara ulang tahunnya Nicol, minggu depan."

Misel ketika ... twit?

to be continued.

12/11/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top