Part 8 - Mencuri Kereta Detektif

Caspar sedikit terkejut mendengar penjelasanku. "Aku tidak tahu apa yang anda katakan tetapi baiklah ini terdengar menegangkan. Jadi apakah anda yakin John Barnes itu ada di sana dan akan menemui anda yang notabene sebagai Mary Jane Kelly?"

Aku melirik Caspar sejenak. "Entahlah, mari kita selidiki. Setidaknya kita perlu mendapatkan progress kemajuan setelah terjebak di jaman ini."

"Tapi, Kanselir. Bagaimana jika sesuatu di dalam sejarah tidak berjalan semestinya? Maksudku bisa jadi alur sejarah ini berubah?"

Aku terdiam mendengar penjelasan Caspar. Burung hantu mata duitan ini terkadang mengatakan hal yang masuk akal. Bagaimana jika sejarah tidak berjalan semestinya? Terlebih lagi aku diharuskan membunuh Jack the Ripper, bukankah itu sudah mengartikan bahwa sejarah mampu berubah seratus delapan puluh derajat?

"Berhentilah mengatakan hal buruk, belum tentu itu terjadi."

Aku mencoba berpikir positif sembari memasuki penginapan, mataku secara otomatis mengeksplor segala hal. Debu pada perabot kayu, space yang sempit, lembab—sirkulasi udara tidak berjalan dengan baik karena kekurangan cross ventilation, lampu gantung tua dengan suara derit, perapian di sudut, wallpaper dinding bergaris coklat kusam berjamur dan meja resepsionis baru. Ya, hanya bagus di meja resepsionis. Penginapan ini memang kekurangan dalam segi perawatan, cukup normal mengingat harganya sangat murah. Hanya dengan merogoh kocek lima belas Pounsterling. Usianya setidaknya menempuh lima puluh tahun, terlihat pada kerangka plafon jadul jika digunakan di tahun 1886.

Lantas segera kupesan kamar paling murah demi menghemat uang hasil mengamen di pinggir jalan—sebelum menaiki kereta kuda—kepada penjaga meja resepsionis, seorang kakek tua pikun berkacamata tebal. Lihat saja bahkan dia lupa dengan nomor kamar yang kosong. Maka aku pun harus menunggu sekitar dua puluh menit. Hanya saja, mataku tanpa sengaja tertuju pada sekelompok preman bermantel hijau kusam, sekitar tiga orang—tampak mondar-mandir menyusuri gang, tepat di depan penginapan. Aku mendengarnya dengan jelas, mengingat letak penginapan dan gang cukup berdekatan ... mereka mencoba menggertak salah satu wanita bangsawan di sana—mencuri perhiasan bermata berlian emerald hijau pada ujungnya.

"Tolong!" pekik wanita itu setelah mendapati para preman itu melarikan diri. "Siapapun tolong aku!"

Aku terdiam menatap mereka, awalnya diriku tidak peduli. Namun entah mengapa wanita muda itu mengingatkanku dengan putriku Nora sebelum berpindah dimensi. Baiklah, kemarin baru saja kubebaskan penjahat dari Penjara Newgate demi keadilan, tetapi lihatlah ... semoga bukan salah satu dari mereka, karena selain hukum yang salah, sampah masyarakat harus dihilangkan.

Masih menunggu kunci kamar di meja resepsionis, aku memutuskan meninggalkannya sejenak—berlari mengejar preman tersebut, membiarkan teriakan panggilan Caspar yang sedari tadi mencoba menahan terucap—berakting sebagai burung normal yang tak bisa berbicara, untung saja tempat tadi cukup sepi.

Aku bergegas keluar dari kawasan penginapan dan memilih memanjat tiang menuju atap, menghiraukan decakan terkejut penduduk sekitar. Sesekali diriku melompat dari atap per atap mengejar para preman tersebut. Sialnya mereka terlalu cerdas untuk tahu jika sedang dikejar, sehingga mencoba mengendarai kereta kuda. Lantas diriku kembali melompat parkour menuju salah satu kereta kuda elit yang baru saja berhenti tak jauh di bawahku.

Caspar lagi-lagi melongo. "Tunggu, Kanselir—"

"Caspar! Pergilah memantau mereka! Aku akan mencari kereta kuda!" perintahku yang segera dilakukan olehnya.

Aman, aku mendarat di atas penutup lalu menyeret keluar sang kusir. "Tuan, aku pinjam kereta ini sebentar," ucapku sembari mengedipkan satu mata. Membiarkan kusir itu mengamuk karena dipaksa keluar. Aku bahkan tak lagi peduli siapa penumpang yang tengah ia bawa sekarang.

Kini kulajukan kereta kuda tersebut dengan kekuatan penuh, beruntung dulunya sebelum berpindah dimensi diriku belajar berkuda sekaligus parkour selayaknya tentara elit ... ini sebabnya aku sangat terbantu. Maka, kereta pun melesat cepat dengan sigap, ekspresiku berubah serius, menghiraukan seseorang yang masih diam berada di belakangku—benar, ada penumpang di kereta ini. Anehnya dia tidak berteriak ketakutan. Tunggu, bukankah aneh manusia normal tidak berteriak jika diculik seperti ini? Maksudku, ayolah ... aku baru saja membajak kereta kuda.

Masih dengan penyamaranku sebagai pria, aku pun berdehem, mencoba mengubah intonasiku menjadi sedikit lebih berat—membiarkan kumis palsuku bergoyang karena guncangan. "Jangan takut, aku tidak akan mencelakai anda. Hanya meminjamnya sebentar demi mengejar preman bodoh."

Hening, sebelum tawa sinis terdengar menembus jendela pembatas antara area kusir dan penumpang—tepat di belakangku. "Oh? Lady Wardrobe bukankah ini suatu kebetulan kita bertemu lagi?"

Aku menganga kaget setelah mendengar suara yang tampak tidak asing, kutoleh sejenak ... terkejut, pria yang selalu mengenakan pakaian gelap, mata hijau tajam bak elang, dan kecerdasannya dalam observasi cepat ... musuh dari segala rencanaku, detektif nomor satu seantero London.

Gustav Loger

Pria itu tersenyum santai seraya menatapku yang tengah memunggunginya. "Jadi apakah ini penculikan?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top