Nightmare 43: Pandora (5-6)
Pandora 5:
Di keluarga tertentu di Jepang, seorang ibu akan meneruskan tiga tradisi kepada putri mereka. Biarkan kujelaskan mengenai tradisi-tradisi itu.
Pertama, anak perempuan adalah milik ibu mereka dan akan diperlakukan seperti itu. Jika seorang wanita melahirkan dua atau tiga anak perempuan, ia akan memilih salah satunya untuk menjadi "miliknya". Putri yang terpilih ini akan diberikan dua nama, salah satunya adalah nama aslinya. Nama asli itu tak diketahui oleh siapapun, kecuali ibunya.
Nama tersebut juga akan memiliki cara pengucapan yang berbeda dengan huruf kanjinya, sehingga bila orang lain menemukannya dan membacanya, orang tersebut takkan tahu cara mengucapkan nama aslinya. Bahkan jika ibu itu sedang sedang berdua saja dengan putrinya, nama itu tetap takkan digunakan.
Nama itu digunakan untuk memperat ikatan antara ibu dan putrinya dan membuktikan bahwa anak tersebut adalah "milik" ibunya.
Sebagai tambahan, pada hari ibu itu memberi nama anak perempuannya, ia harus mempersiapkan sebuah meja rias. Putrinya tersebut tak diizinkan melihat meja rias tersebut kecuali pada hari ulang tahunnya yang ke-10, ke-13, dan ke-16.
Kedua, untuk meningkatkan nilai "barang miliknya" tersebut, ibu tersebut akan memaksakan "didikan" tersendiri kepada anaknya tersebut sejak usia dini (anak perempuan lain yang tak dipilihnya akan dididik secara biasa). Contohnya, ibu tersebut akan memaksa putrinya untuk:
* Menyayat wajah kucing atau anjing
* Menyimpan patung tanpa kepala sebagai "peliharaannya" (bahkan keluarga dan orang-orang lain yang ada di sekitar anak perempuan tersebut akan berpura-pura seolah patung tanpa kepala itu hidup untuk mengelabui gadis itu agar percaya bahwa mainannya benar-benar hidup).
* Memisahkan bagian-bagian tubuh laba-laba dan kemudian menyatukannya kembali seusai bentuk semula.
* Memakan kotorannya sendiri dan meminum air kencing (baik miliknya sendiri maupun milik orang lain)
Ini hanya sebagian kecil sebab aku tak sanggup untuk menulis keseluruhannya. Percaya saja kepadaku bahwa mendengar cerita selengkapnya akan membuat perutmu mual.
Namun ini belumlah seberapa. "Didikan-didikan" ini akan berjalan hingga anak itu berumur 13 tahun. Kemudian ibu tersebut akan melakukan tiga ritual upacara. Inilah tradisi yang ketiga.
Upacara pertama dilakukan saat anak itu berumur 10 tahun. Sang ibu akan mendudukkan anaknya di depan sebuah meja rias dan memerintahkan anaknya memberikan kukunya sebagai persembahan.
Inilah pertama kalinya anak tersebut menyadari keberadaan meja rias tersebut.
Dan tentu saja, persembahan itu dilakukan dengan cara mencabut kuku itu secara keseluruhan.
Anak tersebut akan mencabut kukunya sendiri dan memberikannya kepada ibunya. Ibunya kemudian akan menaruh kuku tersebut di dalam sebuah kertas bertuliskan nama rahasia putrinya di laci teratas meja rias tersebut.
Setelah itu, sang ibu akan duduk seharian di depan meja rias itu untuk mengakhiri upacara tersebut.
Upacara kedua dilakukan saat sang anak perempuan berumur 13 tahun. Seperti upacara pertama, anak tersebut harus memberikan persembahan. Kali ini yang harus ia persembahkan adalah giginya.
Ia harus mencabut giginya sendiri dan kemudian ibunya akan menaruhnya ke dalam laci kedua berserta kertas bertuliskan nama rahasia sang anak. Sekali lagi, sang ibu akan mengakhiri upacara dengan duduk di depan meja rias tersebut hingga hari berakhir.
Tiga tahun kemudian, ketika anak itu berumur 16 tahun, upacara terakhir pun dilakukan.
Dalam upacara terakhir, sang ibu akan memakan rambut anaknya sendiri di depan meja rias. Harus dipastikan bahwa sang ibu harus mencerna rambut itu agar menjadi satu dengan dirinya.
Rambut anak perempuannya itu harus dicukur sampai habis dan ibunya akan menatap ke dalam cermin di meja rias, memakannya seolah-olah ia dalam keadaan kesurupan. Apa yang anak perempuannya hanya bisa lakukan hanyalah menatapnya.
Akhirnya saat ibu tersebut selesai memakan rambut, pada saat itu ia akan mengatakan nama asli anak gadisnya itu.
Saat itu akan menjadi pertama sekaligus terakhir kalinya ia mendengar namanya yang sesungguhnya.
Namun kenyataan yang menunggu setelah upacara itu selesai sangatlah mengerikan. Mulai hari itu, sang ibu bukanlah manusia lagi, melainkan sebuah "cangkang" kosong. Ia akan terus mengunyah rambut anaknya siang dan malam, seolah-olah jiwa dan kesadarannya tak ada lagi. Ia harus dibawa ke suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang tahu. Ia juga harus hidup dalam isolasi seumur hidupnya, tak boleh bertemu dan berhubungan dengan siapapun. Semua upacara ini bertujuan menyiapkan ibu tersebut ke tempatnya, yakni "surga" dalam keadaan murni dan suci.
Bagaimana dengan anak perempuannya? Ia akan dibawa untuk diasuh oleh bibinya. Oleh sebab itu, keluarga pada zaman itu memilih untuk memiliki lebih dari satu anak perempuan. Ia akan diasuh oleh bibinya itu sementara ibunya dipercaya "menghilang ke surga".
Sang anak kemudian akan tumbuh dewasa, menemukan lelaki yang cocok dengan dirinya, menikah, dan memiliki anak. Kemudian siklus ini akan diulang terhadap putrinya sendiri.
Hanya itu yang berhasil kuperoleh tentang keluarga-keluarga ini. Ada banyak detail sebenarnya, namun terlalu panjang jika kujelaskan di sini. Aku tahu banyak yang tak mengerti, akupun juga. Namun ini adalah kunci untuk memahami apa yang berada di dalam rumah itu dan apa yang terjadi pada Saori.
###
Pandora 6:
Sekarang aku akan menjelaskan alasan mengapa kisah itu penting.
Pada kenyataannya, tradisi mengerikan itu tak bertahan lama. Orang-orang lama-lama meragukan tradisi tersebut hingga akhirnya kepercayaan itupun luntur. Akhirnya hubungan antara ibu dan anak berjalan seperti biasa seperti sekarang ini. Tradisi itupun akhirnya dilupakan.
Namun tetap ada dua kebiasaan yang masih bertahan hingga kini, yaitu kebiasaan memberikan "nama sesungguhnya" pada anak perempuan dan kebiasaan mewariskan meja rias untuk putrinya.
Suatu saat, seorang wanita bernama Yachiyo yang dibesarkan dengan cara ini, menikah dan memiliki keluarga normal. Seperti yang dilakukan ibunya kepadanya, Yachiyo memberikan nama tersembunyi pada putrinya, Yoshiko dan menyiapkan sebuah meja rias untuknya.
Keluarga itu hidup dengan damai, hingga Yoshiyo berumur sepuluh. Dan terjadilah peristiwa itu.
Suatu hari Yachiyo pergi mengunjungi orang tuanya, meninggalkan Yoshiko di rumah bersama suaminya. Ia pulang larut malam dan ketika ia tiba di rumah, ia menemukan sesuatu yang sangat mengerikan.
Yoshiko telah tewas. Kuku-kuku dan giginya telah tercabut. Darah berceceran dimana-mana.
Yachiyo mencari ke seluruh rumah dan menemukan serpihan kertas bertuliskan nama tersembunyi Yoshiyo di lantai. Kuku dan gigi Yoshiyo berserakan di meja rias putrinya.
Suaminya tak ada dimanapun.
Yachiyo hanya bisa menangis sambil memeluk jenazah putrinya. Tetangga yang mendengar tangisan Yachiyo datang dan berusaha membantunya. Ada yang berinisiatif menghubungi orang tua Yachiyo, sementara ada pula yang berusaha mencari suaminya.
Namun tak ada yang menemani Yachiyo.
Malam itu, Yachiyo memutuskan untuk bunuh diri di samping jenazah anaknya. Ia menyayat kedua pergelangan tangannya dengan pisau.
Ketika orang tua Yachiyo mendengar kabar kematian cucu mereka, reaksinya mereka sungguh dingin.
"Aku pikir aku tahu apa yang terjadi," kata ibu Yachiyo, "Yoshiko pasti mendengar tentang ritual itu dari Yachiyo dan memutuskan untuk mencobanya sendiri. Yachiyo pasti tak menceritakannya dengan lengkap sehingga ia hanya menangkap bagian-bagian tertentu saja. Kemudian, ia menunggu hingga berumur 10 tahun untuk melakukannya."
Ketika orang tua Yachiyo datang ke rumah malam itu, mereka menemukan Yachiyo juga telah tewas. Para tetangga merasa shock.
Orang tuanya segera memerintahkan, "Tak ada yang boleh masuk ke dalam rumah sebelum kami pergi." Setelah berkata seperti itu, merekapun masuk.
Setelah berada di dalam selama beberapa jam, mereka akhirnya keluar. "Kami akan mengadakan upacara pemakaman. Kalian tak perlu mencari suaminya. Kalian akan mengerti segera." mereka lalu memaksa para tetangga untuk pulang kembali ke rumah mereka.
Suaminya tetap menghilang selama beberapa hari. Namun suatu hari, ia ditemukan tewas di depan rumah mereka. Ketika ia ditemukan, segumpal rambut hitam yang panjang ditemukan tersumpal di mulutnya.
Para tetangga Yachiyo menanyakan pada orang tua Yachiyo mengapa ini terjadi.
"Siapapun yang masuk ke dalam rumah Yachiyo akan berakhir seperti ini," ibunya berkata, "Rumah ini telah dikutuk. Siapapun, tolong jangan pernah masuk ke dalam rumah ini lagi!"
Sejak itu rumah tersebut menjadi semacam kuil untuk mengenang Yachiyo dan Yoshiko dan dibiarkan apa adanya. Selama bertahun-tahun, masyarakat mengikuti larangan orang tua Yachiyo untuk tidak memasukinya dan rumah itupun tak pernah tersentuh lagi.
Hingga akhirnya, rumah itu dirubuhkan karena mulai meresahkan. Namun di dalamnya mereka menemukan benda itu. Benda yang sama seperti yang kami lihat.
Meja rias dan rambut.
Mengetahui bahwa benda-benda itu mengandung kutukan, warga pun berinisiatif memindahkannya. Mereka membangun sebuah rumah baru yang sama persis dengan rumah Yachiyo di luar kota, di tempat yang jarang dikunjungi. Mereka meletakkan meja rias dan rambut itu di dalamnya dan mereka sengaja membuat dinding di pintu rumah itu. Tentu agar tak ada seorangpun yang masuk dan terkena kutukannya.
Hanya itulah penjelasan mengenai apa yang kami lihat. Dua meja rias dan rambut itu masing-masing milik Yachiyo dan Yoshiko.
Namun cerita ini tak berakhir sampai di sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top