Nightmare 42: Pandora (3-4)
Pandora 3:
Kami semua berada di ruang tamu dimana kami masuk tadi, jadi ia tak mungkin keluar. Kami mencoba mencarinya di ruang tamu dan dapur, namun kami tetap tak menemukannya.
"Haruka!" panggil Saori penuh keputusasaan, "Haruka! Dimana kamu! Jawab kakak!"
Namun tak ada jawaban.
"Hei, apa kalian pikir dia naik ke atas?" kami semua menatap ke arah tangga itu.
"Tidak mungkin! Mengapa ia melakukan itu?" jerit Saori. Air matanya mulai mengalir.
"Tenanglah! Ayo kita naik ke atas dan mencarinya!"
Tak ada waktu untuk memikirkan betapa takutnya kami. Kami berjalan melewati tiang menakutkan itu dan mulai berjalan menaiki tangga.
"Haruka-chan!" panggil kami.
"Haruka, ini tidak lucu!" seru Saori, "Keluarlah sekarang!"
Namun tetap tak ada jawaban.
Ketika kami sampai di atas, kami melihat dua kamar. Pintu masing-masing kamar tertutup. Kami menduga kedua kamar tersebut adalah kamar tidur.
Kami membuka pintu di sebelah kanan kami. Namun tak ada apapun di dalamnya. Kamipun menutupnya dan beranjak ke kamar kedua.
"Ia pasti ada di kamar ini!" kamipun membuka pintu itu secara perlahan.
Haruka ada di sana.
Namun tak ada satupun di antara kami yang berani berkata sepatah katapun. Kami semua membeku.
Di tengah ruangan itu terdapat benda yang sama seperti yang ada di tangga.
Sebuah meja rias dan sebuah tiang dengan rambut manusia di atasnya. Namun tiang itu tampak lebih pendek, sama tingginya dengan Haruka yang masih SD. Kami semua sangat ketakutan dan tak berani bergerak sedikitpun.
"Kak, apa ini?" Haruka menunjuk tiang itu dan menoleh kepada kami.
Ia berjalan mendekati meja rias itu. Ada tiga laci di sana dan ia membuka laci teratas.
"Apa ini?"
Ia menarik sesuatu keluar dari dalam laci. Sebuah memo dengan dua buah huruf tertulis di atasnya.
禁后 - The Forbidden Empress.
"Kak, ini bacanya apa?" namun sebelum kami menjawabnya, ia sudah menarik laci yang kedua.
Ia mengambil benda yang sama persis seperti yang ia temukan di laci pertama. Sebuah kertas bertuliskan huruf kanji yang sama.
Kami semua tak mengerti apa yang terjadi, namun Saori segera menghampiri adiknya dan mencengkeram tangannya dengan keras. Haruka sampai menangis dibuatnya.
"Apa yang kamu lakukan?" ia berteriak di depan muka Haruka. Dengan marah ia segera merebut kertas itu dari tangan gadis cilik itu dan membuka laci untuk mengembalikan kertas itu.
Masalahnya adalah, Haruka mengambilnya dari laci kedua, sedangkan laci yang ditarik oleh Saori adalah laci ketiga.
Ketika laci itu terbuka, Saori hanya berdiri tak bergeming sambil menatap apa yang ada di dalamnya. Ia tak bersuara sedikitpun.
Ia hanya diam, seperti terhipnotis. Ia menutup laci itu kemudian menatap ke depan. Pandangannya tampak kosong. Ia lalu menarik rambutnya yang tumbuh melebihi bahunya lalu meletakkannya di mulutnya.
Ia mulai mengunyah rambutnya sendiri.
"Hei, apa yang terjadi denganmu?" Kami bertanya.
"Saori! Saori, sadarlah!"
Kami semua memohon agar ia berhenti melakukannya, namun ia sepertinya sama sekali tak mempedulikan kami. Pandangannya masih kosong dan ia masih mengunyah rambutnya.
Tangis Haruka makin kencang, mungkin karena menyaksikan kakaknya bertingkah aneh. Kami semua bertambah gugup.
"Apa...apa yang terjadi dengannya?"
"Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi!"
"Pikirkan itu nanti! Sekarang kita harus membawanya pulang! Aku sudah tak mau lagi berada di sini."
Naoki, Kazuchika, dan Atsushi segera membawa Saori keluar dari rumah itu, sementara aku menjaga Haruka yang masih menangis. Bahkan setelah keluar dari rumah itu, Saori masih tetap mengunyah rambutnya.
Kami tahu kami akan terlibat masalah, namun kami harus segera membawanya ke orang dewasa yang mengerti tentang sejarah rumah itu. Kami mengurungkan niat kami membawanya pulang dan memutuskan membawanya ke rumahku yang terletak paling dekat dengan rumah tua itu.
Saat itu aku belum tahu itu adalah saat terakhirku melihat Saori.
###
Pandora 4:
Haruka masih terisak dan aku serta yang lainnya juga tak tahu harus berbuat apa. Sekujur tubuh kami dibasahi keringat dingin karena ketakutan. Di lorong pintu masuk rumahku, Saori masih berdiri dengan tatapan kosong sambil mengunyah rambutnya.
"Ibu! Ibu!" panggilku. Ibuku keluar dan dengan mata membelalak menatap Saori. Aku mencoba menjelaskan kepadanya, namun dengan segera ia menampar wajahku dan ketiga anak lainnya. Ia menjerit ke arah kami semua.
"Kalian pergi ke sana kan? Kalian pergi ke rumah terlarang itu!"
Yang dapat kami lakukan hanya mengangguk. Kami tak mampu mengatakan apapun untuk membela diri kami.
"Masuk ke dalam, kalian semua! Aku akan memanggil orang tua kalian!" ibuku kemudian membawa Saori ke atas.
Aku melakukan perintah ibuku dan diam di ruang tamu. Aku bahkan tak bisa berpikir apa-apa lagi. kami hanya duduk di sana selama sejam hingga akhirnya semua orang tua kami datang.
Ketika orang tua kami datang, ibuku segera turun dari lantai atas.
"Mereka pergi ke rumah itu!" pekiknya.
Para orang tua tampak marah dan kecewa hingga berteriak kepada kami.
"Apa?! Apa yang kalian lihat di sana?"
Kami semua terkejut dengan semua bentakan itu dan tak mampu menjawabnya. Namun, Atsushi dan Kazuchika berhasil menjelaskannya kepada mereka.
"Kami melihat sebuah meja rias dan rambut yang aneh... aku juga memecahkan kaca depan..."
"Lalu....apa lagi yang kalian lihat?"
"Selain itu...kami meihat beberapa kertas dengan dua huruf tertulis di atasnya ..."
Kamar itu menjadi sunyi seketika, namun pada saat yang sama terdengar jeritan dari lantai atas.
Ibuku langsung berlari ke atas dan kemudian turun kembali. Ia memegang pundak ibu Saori. Pipinya basah dengan air mata.
"Saori...apa dia melihat ke dalam laci?" ibu Saori datang mendekati kami penuh rasa cemas.
"Apa kalian membuka laci ketiga dan melihat isinya?" ia mengulang pertanyaannya.
"Laci ketiga di meja rias di lantai atas. Apa kalian melihat ke dalamnya?" orang-orang tua lain mulai bertanya.
"Laci pertama dan kedua kami melihat isinya....tapi yang ketiga, hanya Saori yang melihat..."
Setelah aku mengatakannya, ibu Saori mencengkeram tanganku dan menjerit, "Kenapa kalian tak menghentikannya? Dia teman kalian! Mengapa kalian tak menghentikannya? Mengapa?"
Ayah Saori dan orang-orang tua lainnya berusaha menenangkannya.
"Tenanglah!"
"Kumohon, sayang! Tenangkan dirimu!"
Mereka berhasil menariknya, namun ia masih tampak histeris. Para orang tua mulai menenangkan diri mereka dan mulai bercerita.
"Tak ada yang pernah tinggal di rumah yang kalian datangi itu. Rumah itu dibangun khusus untuk meja rias dan rambut itu. Semacam kuil. Bangunan itu sudah ada sejak kami kecil."
"Rambut itu rambut manusia asli," ayah Kazuchika berkata, "Kalian melihat kertas yang ada di dalam laci itu kan? Apakah ini yang tertulis di sana?"
Ia mengambil sebuah kertas dan menuliskan sesuatu di sana.
"Ya benar! Tulisan itu yang kami lihat."
Ayah Kazuchika lalu segera meremas-remas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Ia melanjutkan ceritanya.
"Kata itu sebenarnya adalah sebuah nama; nama dari perempuan yang rambutnya kalian lihat di sana. Nama itu memang tak biasa..." ia berhenti beberapa saat sebelum kembali bercerita, "Semua yang perlu kalian tahu adalah: kalian tak boleh, dengan alasan apapun, membicarakan tentang rumah itu lagi! Kalian tidak boleh berada dekat-dekat dengan rumah itu! Mengerti!"
Wajah ayah Kazuchika tampak serius saat itu dan kamipun mengangguk patuh.
"Sekarang sudah malam. Orang tua kalian akan membawa kalian pulang sekarang. Kalian pasti lelah."
Tiba-tiba Kazuchika berdiri, "Bagaimana dengan Saori? Apa ia akan baik-baik saja?"
"Lupakan tentang dia." jawab ayah Kazuchika dengan dingin, "Ia takkan pernah menjadi Saori yang kalian kenal dulu." ia lalu menatap kami dengan sorot mata penuh kesedihan. "Ibunya akan terus menyalahkan kalian atas apa yang terjadi dengan putrinya. Ia takkan membiarkan kalian melihat Saori lagi."
Sejak saat itu, hidup kembali berjalan normal, kecuali satu hal. Kami tak pernah melihat Saori lagi. Guru kami mengatakan keluarganya sudah pindah ke tempat lain.
Kamipun tak pernah membicarakan hal itu lagi. Sepertinya kabar bahwa kami mendobrak masuk ke rumah itu telah menyebar sehingga larangan-pun semakin ketat. Bahkan anak-anak pun sekarang sudah tak berani membicarakan rumah itu di belakang orang tua mereka. Kaca yang dipecahkan Atsushi pun sekarang ditutup dengan papan kayu sehingga tak seorangpun dapat mengintip ke dalam.
Kamipun menyelesaikan sekolah kami dan waktu serasa berjalan sangat cepat. Kami berempat yang semula bersahabat baik semakin menjauh ketika kami kuliah di kota-kota yang berbeda. Satu hal terjadi ketika aku lulus dari kuliah dan pulang ke rumah. Aku melihat ibuku membaca surat dari ibu Saori. Ketika aku bertanya dimana Saori, ibu menolak untuk menjawab. Ibuku juga menolak untuk menceritakan si surat itu kepadaku. Namun apa yang ia katakan masih menghantuiku sampai kini.
"Ia memilih untuk melakukan ini kepada Saori karena ia adalah ibunya. Jika kau ada di posisinya, kau pasti juga akan melakukan hal yang sama. Meskipun kau tahu itu adalah pilihan yang salah."
Aku diam-diam menyelidikinya, tentang meja rias dan rambut itu. Akupun menemukan kenyataan yang mengerikan.
to be continued...
cr: mengakubackpacker.blogspot.com
###
Segini dulu gan...saya lagi bete bgt (==")
kalau yang mau tau cerita lengkapnya, silahkan kunjungin blog-nya aja. thanks...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top