(2)
"Berita apaan nih, nggak jelas semua! Risti Kejua memakai kalung baja, Apgan Makan sambal sebelum menyanyi."
Berita-berita yang tidak berbobot membuatku muak. Memangnya apa perduli kami tentang urusan seupil mereka?
"Coba kau bandingkan dengan artikel yang ku buat. Berbobot mana, coba? Malah nggak ada yang baca!"
"Emangnya kenapa? Berita begini kan emang laku, berduit!" Rian menyeruput kopi di cangkirnya.
"Nih!" Aku melempar ponsel yang kupegang tadi ke arah temanku itu.
"Sialan kau, jangan lempar-lempar hape ku Jon!" Rian mengusap-usap benda persegi panjang itu.
Dia adalah teman kos ku, sekaligus bank berjalan yang seringkali aku ajukan pinjaman tanpa bunga.
"Kalau mau banting, banting saja hape mu sendiri."
"Kamu kan tahu, hape ku aku jual untuk bayar kos bulan ini." Aku membela diri sambil menyeruput kopi yang tentu juga hasil perhutangan.
"Pinjami aku uang, supaya bisa beli hape baru. Hapemu pasti aman,"
"Jangan bikin lubang baru, Jon, dari pada cari hape baru, mending kamu cari kerjaan lain saja. Sok sokan mau jadi jurnalis, kerjaan lama ditinggal. Sekarang apa hasilnya? Kere!"
"Wey, ini butuh proses bro!" kilahku percaya diri.
Benar. Semua butuh proses. Sekarang aku di tempat ini. Sialnya, aku mungkin akan mati sebentar lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top