Chapter 6


🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

"Ada apa ini?" Seorang berperawakan tegas datang menghampiri kami. Dia memakai kaca mata, wajahnya terlihat marah, dengan otot-otot leher agak tertarik. Pandangan matanya sangat menusuk. Membuat semua pegawai cafe menciut seketika. Alamat, bakal dimarahi.

"Em anu_ itu pak Manager
_ saya_ nona ini_," ujar waiters gementaran. Perempuan itu pasti takut kena marah bosnya kerena tindakannya barusan sangat ceroboh. Meskipun bukan sepenuhnya salah dia tapi jika dia bisa lebih berhati-hati semua hal ini tidak akan pernah terjadi.

Melihat waiters yang takut juga tampang sang manager yang sudah seperti singa kelaparan siap menerkam mangsanya, ku beranikan diri mencoba meminta maaf terlebih dahulu dan menjelaskan sebisaku.

"Maaf, tuan manager. Sebenarnya saya yang_," kataku memulai. Namun belum sampai aku menyelesaikan semua kalimatku sudah dipotong oleh lelaki yang tadi tidak sengaja tersiram.

"Bukan masalah besar, nona ini tidak sengaja menyenggol pelayan dan kopinya tumpah di kepala saya. Pelayan Anda tidak salah, Nona ini juga tidak sengaja. Jadi tidak perlu diperdebatkan lagi. Saya baik-baik saja."

Wow, anak yang cukup dewasa. Aku kira dia tipe tuan muda yang sombong ternyata dia anak yang baik. Memang tidak bisa menilai apapun dari tampang luarnya saja.

"Maafkan kesalahan pegawai kami."

"Jangan diperpanjang lagi. Toh noda ini bisa dibersihkan," lanjut Young Hoon.

Manager itu tampak sedikit melunak meski gurat ketidaksukaannya masih tergambar jelas. Setelah sekali lagi mereka meminta maaf mereka pun pergi. Maafkan aku, pelayan yang malang semoga dia tidak dimarahi di belakang.

"Sudah lah, tenang saja. Mereka sudah terbiasa dimarahi sama pak Manager. Orang itu memang cepet sekali naik darah. Nanti juga bakal ditolongin sama Eun Woo. Heran aku juga. Bukan yang punya tapi galaknya ngelebihi bos yang asli," omel Chae Young.

"Bukannya setiap tempat memang harus ada tipe orang yang seperti itu ya. Meski tidak disukai banyak orang tapi terkadang tindakannya cukup membantu mendisiplinkan pegawai yang seenaknya sendiri. Yah, meski berlebihan juga tidak bagus," tambahku.

Chae Young menemaniku cukup lama, hingga akhirnya gilirannya mengisi panggung lagi. Alunan lagu yang indah dan penuh makna.

geudaeyeo amu geokjeong haji marayo
uri hamkke norae hapsida
geudae apeun gieokdeul modu geudaeyeo
geudae gaseume gipi mudeo beorigo

jinagan geoseun jinagan daero
geureon uimiga issjyo
tteonan iege norae haseyo huhoeeopsi saranghaessnora malhaeyo
geudaeneun neomu himdeun iri manhassjyo

saeroumeul ilheo beoryeossjyo
geudae seulpeun yaegideul modu geudaeyeo
geudae taseuro hulhul teoreo beorigo
jinagan geoseun jinagan daero

geureon uimiga issjyo
uri da hamkke norae hapsida
huhoeeopsi kkumeul kkueossda malhaeyo
jinagan geoseun jinagan daero

Lagu yang menggambarkan perasaanku sekarang. Patah hati itu tidak enak. Tapi lebih tidak enak lagi jika mengenang sesuatu yang pahit terus menerus. Melupakan adalah jalan terbaik untuk melanjutkan kehidupan. Jika suatu saat orang yang menyakitimu datang kembali mengusih hidup bahagiamu, biarkan saja.

Suasana remang mulai menyelimuti cafe ini. Tidak terasa jam berputar dengan sangat cepat. 

Drrtttt... Drtttt...
Kulihat di layar ponselku ada dua puluh panggilan tak terjawab.

"Ya hallo."

"Dokter Chou, syukurlan anda menjawab panggilan ini. Apa dokter bisa ke rumah sakit sekarang juga? Ada pasien yang harus segera ditangani."

"Bukankah banyak dokter di rumah sakit?" tanyaku penasaran.  Yang benar saja dari sekian banyak dokter jaga apa tidak ada yang bisa menghandel pasien ini.

"Dokter bedah semuanya sedang berada di ruang operasi. Dokter Huo juga sedang pergi ke luar kota. Dokter bedah yang tersisa hanya Anda, dr. Choi."

"Baiklah tunggu sebentar saya ke sana sekarang juga."

Kutenteng tas dan berjalan tergesa menuju kasir. Panggilan tugas memang bisa datang kapan saja. Saat siap maupun tidak siap.

"30 won, Nona."

Dengan sigap ku ambil beberapa lembar uang dari dompet namun entah mengapa mendadak pandanganku terasa kabur.

"Nona, nona, nona tidak apa-apa?"

Sebuah tangan menahan tubuhku. Untung saja dia sigap menangkapku jika tidak sudah pasti kepalaku akan terkantuk meja kasir yang sekeras batu.

"Ah, terima kasih."

"Kau baik-baik saja dokter?"

Suara yang familiar mulai menyadarkanku. Ternyata Eun woo lah yang telah menangkapku. Dia lalu memapahku duduk di kursi tidak jauh dari meja kasir.

"Terima kasih. Aku tidak apa-apa. Mungkin hanya kecapekan saja. Aku banyak begadang akhir-akhir ini."

"Istirahatlah dulu," Seorang pelayan datang dengan segelas air putih. Eun Woo menyodorkannya padaku dengan raut khawatir.

Kuteguk air itu dengan cepat. Aku harus bergegas jika tidak nyawa seseorang akan dalam bahaya.

"Tidak usah terburu-buru."

"Terima kasih. Tapi aku harus segera ke rumah sakit ada pasien yang harus segera aku tangani."

"Aku akan mengantarmu," kata Eun Woo.

"Ya?" Apa aku bermimpi. Eun Woo mau mengantarku. Benar-benar mengantarku. Berdua saja. Ya Tuhan nikmatmu yang manakah yang ku dustakan.

"Tunggu di sini. Aku akan bersiap."

"Tapi kita naik bus way apa anda tidak masalah. Karena menurutku akan lebih cepat sampai dibanding naik mobil apalagi ada rute jalan ganjil genap membuat perjalanan semakin berputar jika naik mobil."

"Tentu. Ayo!" Lelaki itu sekarang sudah berganti pakaian ke yang lebih casual. Appron yang dari tadi melingkar di pingganggnya juga sudah terlipat rapi entah di mana.

Dari lokasi awal kami di Gangmun-ro, Bongwang-dong, yongsan-gu, seoul, Korea Selatan. Kami berjalan kaki sekitar empat menit lalu menaiki bus way di Bongwang-dong Sidongah Apt.

Untung saja tidak lama bus yang kami tunggu datang. Kami duduk di bangku paling belakang. Bukan karena penuh tapi memang karena sepertinya bangku belakang paling luas dibandingkan bangku yang lain. Aku tidak tahu jantungku akan kuat atau tidak jika harus duduk berdekatan dengan lelaki ini.

Rasanya canggung.

"Mm, apa aku boleh bertanya?" ku beranikan diri memulai percakapan.

"Tentu."

"Kenapa kau mau mengantarku? Padahal kita kan tidak dekat."

Eun Woo nampak berfikir sejenak. Sesekali wajahnya memandang suasana malam kota ittaewon dengan santai.

"Hmm, aku hanya mengantar teman sepupuku kecilku. Karena aku khawatir jika dia pingsan di jalan," jawabnya sambil tersenyum ke arahku. Maut banget sih senyumannya.

"Ih, Aku kan sudah dewasa lagi pula aku seorang dokter jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan kesehatan seorang dokter," jawabku agak tersindir dengan kata-kata teman sepupu kecil. Memangnya dia pikir aku anak kecil.

"Memangnya dokter bisa mengoperasi dirinya sendiri. Dokter juga manusia yang butuh orang lain untuk menolongnya. Kau tidak perlu berlagak kuat, jika lelah istirahatlah. Jika tidak sanggup mintalah bantuan orang lain. Jangan dikerjakan sendiri."

Kata-kata itu, selalu membuat hatiku tenang. Dia jugalah yang menolongku saat aku terpuruk dulu. Eun Woo lah malaikat yang membuatku bisa bertahan.

"Terima kasih."

"Mau sampai kapan kau berterima kasih. Sudah lah anggap saja ini layanan gratis untuk seorang teman."

Meski masih ditaraf friendzone tapi hubungan ini sudah selangkah lebih maju.

Kurang lebih delapan hingga sepuluh menit hingga Hannam-dong Community Service Center. Bergegas berlari menuju Soonchungyang University Seoul Hospital. Aku masih tidak percaya orang ini mau menemaniku naik bus way.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Cha Eun Wo

dr. Choi Tzu Yu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top