Chapter 26 : Get Jealous

Entah apa yang Semesta pikirkan saat ini. Tidak ada angin, tidak hujan, tiba-tiba saja istrinya dengan semangat mengajak Jagat menuju kampus mereka. Lebih spesifik lagi, Semesta mengajak Jagat menuju tempat yang pria itu biasa datangi selama kuliah. Jawabannya dua, kalau tidak ruang kelas ya ... perpustakaan.

Jadi, begitu mereka selesai membeli beberapa pakaian untuk seminggu ke depan–mengingat mereka hanya membawa satu koper kecil itu pun dipenuhi dengan alat rias dan perawatan wajah Semesta–keduanya segera berangkat menuju kampus. Sesampainya di sana ternyata cukup sulit menemukan kelas yang sepi, jadi mereka memilih menuju perpustakaan. Tempatnya memang biasanya selalu penuh orang, tapi di dalam sana tidak mungkin ada keramaian.

"Kenapa tiba-tiba mau ke tempat yang biasa aku datangi?" Jagat mulai membuka suara saat bangunan megah perpustakaan sudah terlihat jelas di depan mereka.

Sambil menunggu jawaban Semesta, Jagat malah memperhatikan sekitar. Berbeda dengan bangunan-bangunan ala Inggris tahun Victoria, bangunan perpustakaan terlihat sangat modern. Dinding-dinding yang didominasi dengan kaca. Walau tidak terlalu banyak tingkat hanya dua atau mungkin tiga lantai, tapi koleksi bukunya cukup lengkap.

Sementara itu untuk jalan menuju gedung perpustakaan, mereka melewati taman-taman rumput. Dulu di sini tidak banyak mahasiswa duduk-duduk, sekarang tempat ini lebih dipenuhi orang yang mayoritas berkelompok. Ada beberapa sudut bunga-bunga yang ditanam. Tidak lupa juga sekarang menambah bangku-bangku kayu.

Tanpa sadar Jagat berdecak pelan. Di dalam hati, dia iri dengan para mahasiswa baru yang mendapatkan fasilitas lebih baik daripada saat dulu dia sekolah di sini. Benar kata orang-orang, mantan setelah ditinggal malah terlihat semakin bagus dan cantik. Cenderung bikin ingin balikan, mau merasakan apa yang tidak dimiliki saat bersama dulu. Nyatanya, hanya fisik yang berubah, isi di dalamnya sama saja.

"Jagat, kamu dengerin aku bicara nggak sih?"

Suara galak Semesta dan diikuti sikut wanita itu yang menyodok perutnya sukses membuat Jagat meringis. "Sori, sori. Keasyikan liat kampus. Jadi, kenapa tiba-tiba ngajak ke tempat yang aku biasa datangi?"

"Lagi merangkai kenangan." Semesta menyeringai. "Kita ini sama-sama alumni kampus ini walau beda jurusan, jadi masa sih nggak ada satu sudut aja di kampus ini kita sering datangi. Ternyata ... emang nggak ada."

"Bahkan ke perpustakaan atau duduk-duduk di taman depan sini?"

"Nggak pernah." Semesta menggeleng. "Biasanya lebih suka duduk di bar atau main ke apartemen temen buat sekadar ngobrol. Kumpul komunitas paling juga di luar karena mostly beda kampus."

Jagat manggut-manggut. Kemudian dia bergumam, "Ternyata ... kita sebeda itu."

Tanpa menunggu respons Semesta, Jagat segera mempererat genggaman tangannya pada Semesta. Ditariknya sang istri memasuki perpustakaan.

Ketika mereka berhasil memasuki bangunan penuh buku itu, dengan bangga Jagat berbisik tepat di telinga Semesta, "Welcome to my world, Semesta. Di sini emang keliatan kecil, tapi percayalah seluruh dunia ada di sini."

Semesta terkekeh pelan, lalu mengangguk.

Mereka masih terus bergandengan saat Jagat membawa Semesta menuju tempat favoritnya. Sebuah bangku kayu yang ada di paling sudut perpustakaan lantai dua. Tempat itu tepat berada di sisi kaca yang menghadap langsung halaman di luar gedung. Tidak banyak orang suka di sini untungnya karena terlalu jauh dari buku-buku dan juga sepi.

"Tempat favoritku," ucap Jagat seraya menduduki salah satu kursi kayu. Bangku ini hanya berisikan satu meja dan dua bangku yang saling berhadapan.

"Ini juga kayaknya yang bikin kita nggak pernah ketemu di kampus." Semesta menduduki kursi di seberang Jagat. "Kamu bahkan di perpustakaan masih cari tempat kecil dan terpojok."

"Semesta, kamu tau hukum alam mengenai jodoh, kan? Mau kamu ada di kutub utara dan aku di kutub selatan, kalau kita memang ditakdirkan bersama kita akan bersama dan kadang dengan cara yang bahkan kamu nggak pernah sangka."

"Kejebak di lift."

Jagat mengangah sejenak, sebelum kemudian mendengkus geli. Pertemuan kembali mereka setelah belasan tahun karena terjebak di lift memang tak akan pernah terlupakan.

Setelahnya Jagat beranjak. Ditinggalnya Semesta sejenak untuk mengambil buku di lantai satu demi membunuh waktu.

Hanya saja ketika Jagat kembali pria itu malah mematung beberapa meter dari Semesta. Istrinya itu sedang menunduk dalam-dalam. Ada kertas yang sedang sibuk dia goreskan pensil di sana.

"Cantik," gumam Jagat. Senyum tipisnya terukir.

Tanpa sadar Jagat mengeluarkan ponsel dari saku celana. Segera dia arahkan kamera kepada Semesta. Beberapa kali dia memotret sang istri dan juga membuat rekaman video. Alasannya satu, momen seindah ini sepertinya tak boleh Jagat lewatkan.

Sampai akhirnya, Jagat selesai dengan kameranya. Dia memilih untuk duduk tidak jauh dari Semesta. Dia tak mau mengganggu konsentrasi istrinya itu. Meski begitu, tatapan Jagat sepenuhnya tercurah pada Semesta. Buku-buku di tangannya sama sekali tak menarik apalagi jika dibandingkan dengan kecantikan sang istri.

Bermenit-menit berlalu, Jagat yang masih terus menatap Semesta seketika tersentak. Tahu-tahu saja istrinya itu mendongak. Kepalanya celingukan. Dan saat menoleh, lalu mata Jagat dan Semesta bertemu, wanita itu mengembangkan senyum lebarnya.

"Kenapa di sana aja?" tanya Semesta yang dibalas kekehan Jagat.

Perlahan Jagat kembali mendekat. Dia menduduki kursinya. Sambil berpangku dagu dan tersenyum, dia berkata, "Nggak mau ganggu kamu."

Semesta manggut-manggut.

"Udah selesai sketsanya?"

"Udah!" jawab Semesta dengan riang. Wanita itu bahkan memamerkan hasil sketsanya. Sebuah kalung indah dengan desain pendant selayaknya jagatraya-semesta. "This pendant is inspired from our names."

"That's ... dazzling."

Sekali lagi Jagat mengambil ponselnya. Kali ini dia menyalakan kamera depan. Kemudian, diajaknya Semesta dan juga desainnya bergabung dalam potret.

"Aku sengaja ambil foto kita dan desain yang kamu bikin karena ... aku bakal sangat senang kalau desain ini nantinya berhasil jadi bentuk fisik, lalu dipajang. Dan tentu aku bangga, aku pernah jadi bagian dari proses panjangnya."

***

Dari langit yang terlihat sangat cerah dan terik, sekarang telah berubah jadi kuning keemasan. Baik Jagat dan Semesta masih duduk di tempat yang sama. Istrinya itu terus sibuk dengan sketsa-sketsanya, sedangkan Jagat tak terlalu fokus membaca karena ternyata kegiatan melihat Semesta jauh lebih menarik.

"Kamu kenapa sih liatin aku terus, Jagat?"

Tiba-tiba saja Semesta mendongak. Jagat yang belum siap mengelak mau tak mau pasrah ketika mata mereka bersirobok di udara.

"Wajahku aneh ya?" Semesta kembali bertanya.

Jagat menggeleng. Daripada menjelaskan, dia segera mengalihkan pembicaraan. "Udah kelar desain-desainnya?"

"Baru dapat tiga, kalung, cincin, sama anting, sisanya nanti deh. Capek." Semesta terkekeh. "By the way, I'm a bit curious. Kamu pernah cerita kenal Laras di perpustakaan. Itu dia duduk di mana? Jangan-jangan di tempat aku duduk sekarang."

Pertanyaan Semesta membuat Jagat mengangah beberapa saat, sebelum kemudian menggeleng. Ditunjuknya beberapa bangku di depannya. "Tiga bangku dari sini kayaknya. Kenapa tiba-tiba bahas Laras?"

"Ya ... kalian udah kenal lama, sering ketemu di perpustakaan bahkan sekarang kalian jadi partner bisnis. Katanya cinta itu datang karena terbiasa, kamu dan Laras terbiasa bersama, apa kamu nggak pernah suka sama dia?"

Kali ini bukan hanya mulut menganga, tapi mata Jagat melebar. Pertanyaan Semesta sungguh tak terduga. Namun, ada satu jawaban pasti. "Nggak pernah."

"Kenapa nggak pernah? Kamu juga nggak pernah suka sama cewek gitu selama ini?"

Untuk sesaat Jagat mengerjap. Bukannya menjawab, dia malah asyik menatap Semesta. Di dalam hatinya yang terdalam, Jagat mengaku dia belum pernah menyukai seseorang. Hanya saja, setiap wanita yang ada di sekitarnya mendadak dia bandingkan dengan seseorang gadis kecil masa TKnya. Seseorang yang selalu dia jadikan heroine dalam hidup dan sekarang ada di depannya.

"Nggak pernah," aku Jagat. Sebelum kemudian, pria itu kembali bertanya, "Kalau kamu percaya cinta datang karena terbiasa, berarti suatu hari dengan kita terbiasa bersama apakah ada kemungkinan kamu jatuh cinta sama aku, Semesta?"

Semesta memelotot sejenak, sebelum kemudian membuang muka. Dia berdehem. Tangannya mendadak sibuk memasukan kertas-kertas sketsanya ke dalam map khusus. "Kita udah sepakat masalah hati, Jagat. Udah ah, aku laper."

Tahu-tahu saja Semesta berdiri, Jagat pun melakukan hal yang sama. Pria itu tahu, dia tak mungkin membahas masalah hati dengan istrinya entah sampai kapan.

Hanya saja sebelum mereka bergerak, Jagat mencekal lengan Semesta. "Masalah Laras, kamu nggak usah khawatir kita nggak akan punya hubungan romantis. Laras ... dia suka cewek juga, Semesta. Itu salah satu alasan kenapa kami bisa dekat tanpa perasaan."

Setelah mengatakan itu, Jagat memilih jalan lebih dulu. Entah mengapa hatinya diremas kuat-kuat. Semesta tidak menolaknya. Lagi pula Jagat juga tidak menyatakan cinta. Namun, ucapan istrinya mengenai perasaan di dalam hubungan mereka tetap membuat hati Jagat remuk redam.

***

Setidaknya perasaan Jagat saat ini sudah jauh lebih baik. Apalagi setelah makan malam dan dia serta Semesta menikmati beberapa waktu untuk bermesraan. Namun, malam masih panjang. Jadi begitu kenyang, keduanya bergerak menuju sebuah bar terdekat.

Mereka sengaja berjalan kaki sambil bergandengan tangan. Ketika berhenti di bar yang Semesta tuju, Jagat langsung mendengkus geli. "Ini ... kan?"

"Kalau kamu beneran cowok yang tidur sama aku malam itu, then you must know this bar, Jagat."

Jagat mengangguk. Tentu saja dia ingat bar ini. Bahkan dia masih kesal dengan asisten dosennya yang menyuruhnya mabuk. Sekalipun endingnya membawa hal indah dalam hidupnya dan Semesta.

Keduanya segera mengambil duduk di area bar, tempat favorit Semesta. Minuman dan sedikit kudapan menjadi pilihan. Mereka mengobrol sambil menghabiskan malam ditemani juga live music.

"Esta, is that you?"

Sebuah suara pria sukses membuat Jagat dan Semesta menoleh bersamaan.

Seketika Jagat mendelik. Tangannya mengepal kuat. Kebetulan memang terkadang lucu, tapi tidak dengan pertemuannya kembali dengan pria ini.

Apalagi Semesta tahu-tahu turun dari stool bar. Dia merentangkan tangan, lalu memberikan pria itu sebuah pelukan. "Anthony, how are you?"

"Baik, baik." Anthony terkekeh. Pria itu bahkan tidak bersusah payah melihat Semesta bersama siapa malam ini. "Kok ada di sini?"

Jagat berdehem pelan. Segera dia ikut turun dari stool bar. Ditariknya Semesta agar istrinya itu kembali bersamanya.

"Anthony," sapa Jagat. Dia tentu kenal pria ini, entah Anthony. "Kalau kamu lupa saya junior yang waktu itu kamu paksa minum karena saya datang ke bar ini buat bahas masalah tugas. Terus Semesta tolongin."

"Damn right!" Anthony terbelalak. "Kok kalian bersama?"

"He's my husband, Anthony." Semesta memamerkan cincin pernikahan mereka yang lama. Keduanya sepakat mengenakan cincin baru mereka saat resepsi berlangsung. "Lo itu sama Jagat sama-sama orang Indo, Anthony. Kenapa malah ngerjain Jagat sih. Jagat banget."

Semesta menoleh kepada Jagat. "Jagat, alasan aku berani belain kamu waktu itu karena aku kenal si Anthony ini. Kita sama-sama pengurus komunitas orang Indonesia di Sydney."

"Wow, Woman! I thought you would never get married." Anthony dengan seenaknya menepuk puncak kepala Semesta. "Apalagi lo itu cukup galak waktu itu sampai-sampai nggak ada cowok yang mau sama lo, Esta."

"Kita pulang." Jagat membuat keputusan.

Dia bukan hanya tak suka ada Anthony, tapi juga karena senior sialannya itu menyentuh istrinya seenaknya.

Tanpa menunggu balasan Semesta, Jagat segera menarik tangan Semesta menjauh. Mereka bergerak cepat keluar bar. Jika tadi dia kecewa, sekarang Jagat dipenuhi oleh kemarahan dan mungkin perasaan cemburu. Dia benci melihat istrinya disentuh orang lain apalagi secara terang-terangan akan direbut. Semesta hanya milik Jagat, tidak ada yang boleh merebutnya. Titik.

***

Surabaya, 12 Agustus 2023

Hai hai, kembali lagi bersama Jagat dan Semesta. Terima kasih untuk kamu yang sudah suka, nungguin, dan juga voment. AKHIRNYA kisah Jagat dan Semesta berakhir juga di KK. Jadi, kalau mau baca lengkapnya duluan di sana. Minggu depan bakal upload epilog + ekstra partnya nih! Cuma itu khusus di sana ya ;)

Btw, ada yang mau nggak sih cerita Rafael dan Ratu? wkwk

[CRAZY WIFEY - TAMAT!]

Chapter 50 : It's The Best Day Ever

Kisah Jagat dan Semesta berakhir di chapter ini. Tunggu ya epilog dan ektra chapternya!

Link di beranda Wattpad!

Love,

Desy Miladiana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top