Crazy - 39
"LO kenapa?"
Satu tanya tak berhasil membuat Rein cepat-cepat mengubah raut wajahnya. Dia tetap diam, tatapannya dingin, dan ekspresinya terlihat nyalang.
Ardi yang duduk tepat di sebelahnya langsung menyentuh bahu Rein dan sekali lagi bertanya, "Lo kenapa? Muka lo kelihatan lebih serem dari biasanya."
Rein menoleh ke arah teman-temannya yang sedang memperhatikan perubahan ekspresi di wajahnya. Lalu dalam sekejap, Rein kembali memasang topengnya. Bersandiwara layaknya tak terjadi apa-apa. Pura-pura kalau semuanya baik-baik saja.
"Nggak ada apa-apa, cuma kaget aja sebentar."
Padahal bukan sekadar perasaan kaget biasa, melainkan dia merasa sangat khawatir saat mengetahui keberadaannya.
Satu nama itu berisi luka yang selama ini berhasil Rein sembunyikan dengan baik keberadaannya. Dia tidak bisa mengatakannya, karena selama ini isi hatinya adalah rahasia.
Hanya dia yang bisa merasakannya. Hanya dia yang bisa memahaminya. Hanya dia sendiri, tidak ada yang lain lagi.
Sekali pun dia memutuskan untuk berbagi, tak ada seorang pun yang dapat mengerti. Rasa marah, rasa kesal, juga cemburu yang ada di dalam hati.
Kenapa harus dia? Kenapa bukan Rein? Padahal Rein mengenal Irin lebih lama darinya. Rein juga yang setiap hari selalu bersamanya. Namun kenapa ... kenapa harus dia yang mendapatkan hati Irin?
Rein mengepalkan sebelah tangannya yang ada di bawah meja. Tanpa mengubah bagaimana raut wajahnya sekarang, dia menyimpan semua emosi di dadanya dengan baik.
Kenapa dia kembali? Kenapa dia muncul lagi? Kenapa harus di depan Irin yang mulai melupakan keberadaannya akhir-akhir ini?
Kenapa dia harus muncul lagi saat Irin hampir melihat Rein sebagai sosok suami yang sebenarnya? Kenapa harus sekarang? Kenapa tidak besok atau dua tahun lagi setelah anak mereka dilahirkan?
Kenapa ....
Percuma saja Rein bertanya-tanya, karena dia tidak akan mendapatkan apa jawabannya.
Rein mencari foto Irin yang berada di memori ponselnya dan selalu dia simpan dengan baik selama ini, kemudian menunjukkan foto istrinya kepada teman-temannya dengan bangga.
Setidaknya dia harus bangga memiliki istri yang selama ini selalu mengisi hatinya. Setidaknya dia harus bahagia, walau hanya beberapa saat saja ketika dia masih menjadi suami wanita pujaan hatinya.
Benar, kan?
Karena mungkin saja, setelah semua ini selesai, Irin akan menceraikannya dan kembali mengejar cinta pertamanya yang tidak pernah pergi meninggalkan isi hatinya. Bahkan setelah Rein berusaha masuk secara paksa.
***
Setelah menghabiskan siang dengan menraktir teman-teman kantornya yang tidak diundang ke pesta pernikahan Rein tempo hari. Rein memutuskan untuk mencari penyakit dengan cara membalas pesan dari istrinya.
Walaupun tahu semua itu akan semakin melukai hatinya, tapi nyatanya dia tetap melakukannya juga. Karena diam dan mengabaikan Irin bukanlah sesuatu yang bisa dia lakukan.
Tidak. Rein memang tidak bisa melakukannya. Dia sangat menyayangi Irin, lebih dari dia menyayangi keluarganya bahkan menyayangi dirinya sendiri.
Rein : Lo ketemu dia di mana?
Rein : Jangan bilang, dia datang ke butik itu karena mau beli baju buat kondangan juga?
Rein : Atau malah dia beli baju buat nikahannya?
Rein sebenarnya tidak begitu semangat menunggu jawaban dari Irin, tapi jawaban istrinya datang lebih cepat dari dugaan. Seperti biasa, Irin akan semangat jika membahas tentang orang menyebalkan satu itu.
Irin : Gue ketemu dia bukan di butik, tapi di restoran.
Rein langsung kehilangan kata-katanya. Mendadak, dia tidak bisa menyambung dialog yang pas untuk membalas pesan dari istrinya.
Sedang apa istrinya di restoran? Mungkin memang dia sedang makan, tapi kenapa harus di restoran? Apakah mereka tidak sengaja bertemu lalu memutuskan untuk makan siang bersama?
Sial, isi otaknya benar-benar busuk sekarang!
Rein siap mengetikkan 'oh' dua huruf menyebalkan saat Irin kembali mengetikkan balasan untuknya.
Irin : Dia nyelametin gue dari Joan.
Irin : Mau tahu gimana caranya?
Irin : Mau tahu gimana ceritanya?
Tidak. Rein tidak ingin tahu bagaimana caranya. Dia juga tidak ingin tahu bagaimana cerita lengkapnya. Namun, dia penasaran kenapa Irin bisa bertemu lagi dengan Joan dan kenapa Akram bisa ada di sana untuk menyelamatkan istrinya.
Sial! Sekarang dia harus bagaimana?
Rein melirik jam di atas layar ponselnya. Sebentar lagi jam makan siang selesai. Jika dia memutuskan untuk membaca cerita lengkap pertemuan istrinya dengan sang cinta pertama, jelas Rein akan kehilangan konsentrasinya dalam bekerja.
Jadi, dia memutuskan untuk menundanya saja.
Rein : Gue emang penasaran, tapi nggak sekarang. Nanti aja ceritanya, sekarang gue mau kerja.
Irin : Ya udah kalau gitu, semangat kerjanya!
Setelah balasan itu, Rein tidak lagi membalas pesan Irin. Apalagi akhir dari pesan itu cukup menyenangkan untuk dibaca dan dijadikan bekal penyemangatnya sampai gelap tiba.
Sedangkan di seberang sana, Irin sedang berguling-guling di ranjang dengan senyum mengembang di bibirnya. Walaupun dia merasa itu akan menjadi pertemuan terakhir mereka, tapi dia tidak bisa mengenyahkan perasaan bahagia yang kini sedang melingkupi hatinya.
Dia bahagia. Sangat-sangat bahagia. Bukan karena dia masih mencintai pria itu seperti dulu saat mereka masih SMA, melainkan seperti seorang gadis yang bertemu dengan idolanya.
Benar, Irin diam-diam selalu mengidolakan Akram. Dia terlalu terpesona padanya, tapi dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.
Di depan laki-laki itu Irin akan berubah menjadi galak dan tegas, padahal di belakangnya Irin siap memujinya dengan cara berteriak keras.
Kemudian dia teringat pada kado pernikahan yang Akram berikan untuk dia dan Rein. Foto kelas mereka yang biasanya selalu ribut dan cari masalah, tapi hari itu mereka memutuskan untuk gencatan senjata.
Foto yang entah kenapa telah menghilang sejak hari kemunculannya.
Irin masih ingat peristiwa waktu itu. Dia yang ingin menggunakan foto tersebut sebagai pengisi dinding kosong di apartemen Rein. Kemudian Rein menggodanya dengan sebuah lingerie hadiah dari teman sekelasnya Calvin yang berengsek sekali.
"Rein pasti nyembunyiin foto itu, tapi di mana? Dan buat apa coba disembunyiin? Emang ada apanya? Perasaan cuma foto biasa kayak foto kelas buat kalender tahunan."
Irin pun berdiri, dia memutuskan untuk mencari. Di setiap sudut apartemen, di setiap bagian lemari dan tempat persembunyian lain, tapi Irin tidak bisa menemukannya sama sekali.
"Padahal bingkainya segede gaban, kenapa Rein bisa aja nyembunyiinnya, ya?" Irin bertanya pada dirinya sendiri, tapi jelas dia tidak akan tahu jawabannya jika dia berhenti mencari.
Akhirnya, Irin pun menyerah dan kembali rebahan di atas ranjangnya. "Omong-omong gue laper banget," katanya sambil memegangi perut yang akhirnya berbunyi juga.
Kemudian dia ingat soal Joan dan apa yang hampir saja terjadi dengannya tadi siang. Laki-laki psikopat yang hampir membuatnya mendapat pengalaman buruk untuk kedua kalinya.
"Semoga abis ini dia benar-benar nyerah deketin gue lagi," gumamnya dengan penuh harap.
___
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top