Crazy - 32
SEJAK tadi mereka terus seperti ini. Irin ingin segera melepaskan diri. Dia ingin mandi, membersihkan tubuh, kemudian membuatkan sarapan untuk mereka pagi ini. Namun, Rein belum mau berhenti.
Setelah percintaan panas mereka selesai, Rein terus menerus menghujani wajah Irin dengan ciuman kecilnya. Pria itu tidak mau berhenti, bahkan saat Irin merengek atau menutupi wajahnya menggunakan tangan, Rein hanya berpindah ke tempat lain yang tidak tertutupi kedua tangannya.
Irin sempat berpikir pria itu menginginkannya lagi, mengingat kebiasaan mereka yang selalu melakukannya lebih dari tiga kali. Namun, pria itu tidak meminta seperti biasa saat Rein menginginkannya lagi.
Rein hanya memeluk tubuh Irin dengan erat dan menciumi seluruh bagian wajahnya, tanpa terkecuali. Perbuatan itu layaknya dia sangat menyayangi Irin dan tidak ingin melepaskan Irin dari dekapan kedua tangannya.
Irin mengembuskan napas pasrah. "Rein, sampai kapan mau kayak gini? Gue mau bikin sarapan, bentar lagi lo mau berangkat kerja, kan?" katanya dengan pelan, mengingatkan Rein akan kesibukan mereka setiap hari kerja.
"Nggak bisa nanti aja bikin sarapannya?" Rein mencium pipinya sekali dan Irin langsung mendorong kepalanya menjauh dari wajahnya.
"Nggaklah! Gue juga udah laper banget sekarang, masa lo tega biarin gue terus-terusan kelaparan?" Irin mendengkus pelan. "Lagian lo dari tadi ngapain, sih? Bukannya mandi, bersih-bersih, atau apa kek, malahan kayak gini mulu! Nggak jelas, ah!"
Rein hanya tersenyum dengan wajah tanpa dosanya. "Kan pengen manis-manisan sama istri sendiri, Rin. Masa nggak boleh?"
"Ya lihat waktu juga lah, Rein! Udah pagi gini, lo juga mau berangkat kerja sebentar lagi!" jelasnya kesal.
"Iya-iya, sayang!" Rein pun akhirnya mulai terlihat pasrah setelah mendengar kekesalan istrinya.
"Dih!"
Rein hanya tertawa pelan. Kemudian dia melepaskan Irin yang langsung duduk dan hendak memunguti pakaiannya yang dilempar secara sembarangan semalam oleh suaminya.
"Hari ini lo jadi ke butik itu, Rin?" tanya Rein tiba-tiba saat Irin sedang mengenakan kembali pakaiannya semalam.
Irin mengangguk. "Ya, rencana awalnya emang gitu. Katanya lo mau baju formal couple-an buat berangkat kondangan juga, kan?" Irin mengingatkan keinginan Rein kemarin yang terbilang cukup kekanakan, tapi memang romantis sebagai pasangan.
"Iya juga, sih." Rein meringis pelan. "Lo mau pergi sendiri?" tanyanya kemudian.
"Ya, emang mau pergi sama siapa lagi kalau nggak sendiri, Rein?" Irin menjawabnya setengah menahan kekesalan setengah mati. Dia berdiri dengan pakaian yang sudah lengkap, walaupun tidak rapi.
"Ajak Syila atau mama bisa! Mungkin aja mereka mau nemenin, kalau lo takut pergi sendiri, kan?" usulan itu langsung membuat Irin memelototi suaminya.
Mengajak Syila mungkin memang menyenangkan dan lebih baik, karena bagaimanapun juga sejak dulu dia dekat dengan adik suaminya itu. Mereka sudah seperti dua orang teman baik.
Akan tetapi, Irin pergi ke dana dengan rencana membeli baju couple formal untuk menghadiri pernikahan Syila dan Jake. Bukannya bakal menyenangkan, tapi Irin berani sumpah kupingnya bakal penuh berisi ejekan dari adik iparnya itu.
Kalau mengajak mama mertuanya, Rein pasti sudah gila! Mama Riri itu ajaibnya tingkat dewa. Kalau Mama Riri ditambah dirinya bersama, bukannya makin waras yang ada makin tidak keruan saja hasil kombinasi mereka.
"Ekspresi wajah lo kenapa jadi kayak gitu coba?" Rein bertanya dengan wajah tidak berdosa andalannya.
"Lo udah gila, ya?"
"Hah?!"
"Positif, lo udah gila! Gue mau pergi beli baju couple buat kita berdua, kalau gue bawa adik lo yang ada gue bakal jadi bulan-bulanannya dia! Kalau lo minta gue bawa Mama Riri, lo mau lihat kombinasi ngeri gue sama mama lo emangnya?"
Rein terlihat sedang menahan tawa setelah Irin mengatakannya. "Gue lupa! Ya udah, kalau ada apa-apa hubungin gue, ya? Jangan bilang lo nggak punya nomer suami lo sendiri lagi?"
Irin mendengkus keras. "Nomer pasaran gitu, masa gue nggak tahu? Hafal banget gue malahan, Rein!" katanya dengan bangga.
"Kalau udah hafal, kenapa nggak pernah telepon gue lagi? Kirim pesan aja nggak pernah, padahal statusnya udah suami istri." Rein tampak cemberut.
Asli, baik sebelum menikah dan sesudah menikah. Irin bisa dibilang tidak pernah menghubunginya lagi. Entah apa alasannya, tapi Irin benar-benar tidak pernah mengabarkan keadaannya sama sekali pada Rein.
"Emang perlu?" Irin mendengkus. "Lo juga nggak pernah telepon atau chat gue, masa gue yang harus mulai duluan, sih? Ogah banget!"
Rein mengerjapkan kedua matanya. Benat juga. Dia juga tidak melakukannya lebih dulu. "Ya udah, kalau gitu setiap chat gue atau telepon dari gue harus dijawab, okey?"
"Okey."
"Janji, kan?"
"Iya-iya, ih sana buruan mandi! Gue mau masak sekarang juga tahu! Gue lempar sandal, nih!"
Irin sangat ingin mengusir suaminya mandi sekarang juga agar mereka bisa mengakhiri perdebatan absurd mereka pagi ini. Dia bahkan sudah mengambil sandalnya yang berada tepat di samping kakinya dan mengarahkannya pada Rein.
"Buset, makin sadis aja lo, Rin! PMS, ya?" godaan Rein langsung membuat Irin melemparkan sandal di tangan kanannya. Sayang Rein berhasil menghindarinya.
"Kalau gue PMS, gue nggak bakalan ngasih jatah lo pagi ini, Rein kebo!" teriak Irin murka.
"Iya juga, omong-omong lo nggak mau mandi bareng gue, Rin?" Rein mengedipkan sebelah matanya, tampak sedang menggoda Irin melalui tatapannya.
Irin langsung memelototi suaminya dan mengambil sandal lainnya dan bersiap melemparkannya pada Rein. Dia bersumpah, kali ini dia tidak akan meleset lagi.
"Mandi sama lo yang ada bukan mandi namanya, tapi malah main lagi! Sana mandi sendiri, buruan! Atau gue lemparin sandal sekali lagi, nih!"
Rein hanya tertawa keras sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi yang mulai meredupkan suara tawanya. Irin hanya mengembuskan napas panjang dan mengelus dadanya. Berulang kali dia harus bersabar menghadapi suaminya, kalau pria itu sedang kumat seperti ini.
Irin pun mengambil sebelah sandalnya yang terlempar ke ujung ruangan, kemudian mulai memasak untuk sarapan. Jadi setelah Rein selesai mandi, mereka bisa sarapan dan pergi menuju destinasi masing-masing untuk hari ini.
Rein dengan rutinitas pekerjaannya dan Irin yang sibuk mencari pekerjaan untuk membuang waktu senggangnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top