29. Marah?
Ernest tertawa puas melihat wajah Elena yang bete. Alasan nya tentu saja karena ia tidak jadi mengajak Elena ke Trans Studio dan malah mengajak pulang ke rumah.
"Elena.."
Tak ada jawaban dari Elena.
"Elenaaa...." Panggil Ernest sekali lagi.
Elena memandang sinis. "Ngapain manggil gue?"
"Kangen." Ucap Ernest sambil tersenyum manis.
"Ga mempan, bodoh!" Balas Elena ketus.
Sebuah ide terlintas di pikiran Ernest, semoga aja Elena bisa luluh dengan trik ini.
"Gue mau nanya nih!"
"Ya tanya aja."
"Bahasa Inggrisnya 'bilang' apa, Elena?"
"Say?"
"Kalau ABCD itu huruf. Nah, kalau 12345 itu disebut apa?"
"Angka?"
"Dengerin baik-baik ya." Ernest memasang wajah serius. "Ma mi me mo. Huruf apa yang gak ada?" Lanjut nya.
"Mu. Lah gitu aja gatau. Dasar ga pinter!" Ejek Elena.
"Coba gabungin dong jadi kalimat apa." Ucap Ernest tersenyum nakal.
"Sayang kamu." Kata Elena spontan.
"Aku juga sayang kamu kok." Balas Ernest terkekeh.
Elena terdiam sejenak, sepertinya ada yang salah. Setelah dia berpikir kembali dan tersadar. Elena langsung mencubit lengan Ernest pelan.
"Dih, najis."
"Najis tapi baper." Ejek Ernest tertawa senang.
Elena langsung membuang muka. "Ngarep dih!"
"Cie ngarepin gue ya!" Ernest malah semakin mengoda Elena.
"Bodo amat."
Ernest mengacak-acak rambut Elena gemas, ternyata seorang Elena bisa tersipu malu. Padahal awalnya Ernest juga tidak memiliki perasaan pada Elena.
Tapi sekarang Ernest sadar, rasanya tidak ada salahnya untuk mencoba serius kepada Elena.
"Maka nya, kalau kangen tuh bilang! Bukan nya malah bikin story kode mulu isian nya." Ejek Ernest sambil menjulurkan lidahnya.
Elena tak menjawab ucapan Ernest, memang terkadang dia suka bikin kode untuk Ernest. Tapi respon Ernest hanya melihat story nya tanpa membalas.
Ernest mencubit pipi Elena. "Cie.. Malu ya."
"Apa sih, geer banget." Elak Elena.
"Aku ingin kamu tahu sesuatu."
Elena merasakan Ernest akan menggombal lagi.
"Apaan?"
"Baca 3 kata pertama." Suruh Ernest.
Elena tersenyum jahil, rasanya dia bisa mengagalkan gombalan Ernest.
"Aku?" Tanya Elena polos.
"Bukan. Kan 3 kata pertama, pinter!"
"Iya, kan 3 kata pertama itu aku." Ucap Elena kekeuh.
"Bukan ih, ah lu mah ga peka." Kata Ernest mulai malas.
Elena tertawa terbahak-bahak, cukup menghibur ternyata gagalin gombalan Ernest.
"Permisi, hargai jomblo dong! Kan Mbok ada disini abis siram tanaman." Ucap Mbok Ipeh yang tak jauh dari tempat duduk mereka.
Ernest menatap bingung. "Mbok, kan habis hujan. Ngapain siram tanaman?" Tanya nya.
"Biar keliatan rajin, Den." Jawab Mbok Ipeh tersipu malu.
"Astaghfirullah, Mbok." Ernest menggelengkan kepala nya.
"Lucu juga, Mbok Ipeh." Celetuk Elena.
"Makasih, Mbok emang udah lucu dari lahir kok. Bahenol pula." Balas Mbok Ipeh sombong.
"Iya, mbok bahenol. Engga kaya Elena tepos." Darwin yang baru saja keluar langsung nimbrung.
Elena menatap tak suka ke arah Darwin. "Ngaca, pisang lo aja kecil! Gausah so ejek orang."
"Sembarang! Masih kecilan juga punya si Ernest." Kata Darwin tak terima.
"Engga! Punya Ernest lebih gede." Bela Elena.
Ernest hanya terdiam mendengar perdebatan mereka berdua. Ia berharap tetangga tidak mendengar, menurut Ernest debat ini cukup memalukan.
"Astaghfirullah, mbok gak paham. Mbok masih kecil dan masih polos." Ucap Mbok Ipeh sambil menutup kedua kuping nya.
"DIEM MBOK!" Ucap Darwin dan Elena kompak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top