Part 2


**

Lomborghini Aventador itu menerobos gerbang dan murid murid yang saling berdesakan, sama sekali tidak membunyikan klackson memberi peringatan agar mereka segera menyingkir dari sana.

Mengabaikan jeritan dan tatapan yang terus menghujam kearah mobil mewah yang baru saja terparkir dengan sempurna dipelataran.

Pintu mobil terbuka, Arash turun dengan wajah angkuh dan tatapan tajamnya seraya meyampirkan Blazer hitam berlambang Aldera Senior High School di bahu tegapnya.

Sementara disisi lain Anna ikut turun menatap dingin kearah sekeliling sebelum melangkah acuh disisi Arash.

Merenggut semua perhatian setiap manusia yang hanya bisa berdecak kagum dengan kedua saudara itu.

"Aku tidak akan makan malam."

"Aku tidak peduli."
Sahut Anna dengan datar, mengabaikan tatapan tajam Arash yang siap membunuhnya.

Mengulitinya hidup hidup.

"Katakan pada Ayah."

"Untuk apa?"
Anna mendesis pelan sebelum menghentikan langkanya dan menoleh kearah Arash yang hanya menunjukkan wajah angkuhnya dengan tangan yang pria itu sembunyikan dibalik saku celananya.

"Agar Ayah tidak marah padaku."

"Lalu kenapa aku?"
Arash menyeringai, memiringkan tubuhnya agar berhadapan dengan Anna seraya menajamkan matanya.

"Kau anak baik yang manja dan Ayah selalu mendengarmu."

"Aku tidak manja!"
Anna membantah cepat membuat Arash mengangkat Alisnya begitu menyenangkan melihat Anna lepas kendali seperti biasa.

"Kau manja."

"Aku tidak!"

"Akui saja, Anna"

"Aku tidak manja, Brengsek!"
Anna berteriak kesal tidak peduli ratusan mata yang menatap mereka atau orang orang yang ingin melewati koridor lebih memilih mengurungkan niatnya, menunggu mereka berlalu dari sana dari pada harus berpapasan apalagi sampai tertarik dalam lingkaran menakutkan yang selau saja membuat siapapun akan bergidik ngeri karnanya.

"Apa kau mau ingin aku berteriak disini dan m-"

"Mati saja kau!"

"Hei! Aku belum selesai!"

"Persetan."
Arash menatap punggung mungil yang menorobos kerumunan sebelum menghilang dibelokan koridor.

Menyebalkan seperti biasa.

**

Clara berjalan cepat memasuki kelasnya dengan nafas yang memburu, berlari dari koridor utara ke kelas Sastra bukanlah sesuatu yang bagus untuknya.

Ia merapikan sedikit kemejanya sebelum menghempaskan tubuhnya diatas kursi, mengabaikan keriuhan kelas yang membicarakan siapa lagi jika bukan Grayen bersaudara.

Ini masih terlalu pagi hingga kedua saudara yang selalu disegani itu membuat kehebohan, bahkan hanya karna sebuah perdebatan kecil.

Clara memang tidak menyalahkan mengingat hanya disaat seperti itu Arash dan Anna bisa terlihat lebih manusiawi dengan berbagai ekspresi dan emosi mereka.

Namun Aura itu selalu saja membekas diingatan setiap manusia yang pernah melihatnya.

Benar benar.

Clara menghela nafasnya menyadari kelas yang cukup hening membuat ia mengangkat wajahnya dan menemukan sosok Anna yang hanya menunjukkan wajah dinginnya melangkah dengan anggun kearahnya.

Jantungnya mencolos, rasa mual karna terkejut membuat Clara menahan nafasnya beberapa saat.

Ia memag sering mendapatkan kelas yang sama dengan Anna, tapi tidak ada yang berani duduk bersama gadis itu.

Dan sekarang.

Anna duduk disampingnya.

Anna Grayen?

Kerongkongannya terasa kering, dengan takut takut Clara mengabaikan debaran jantungnya yang menggila dan mulai membuka suaranya.

"H-hai Anna."
Gadis mempesona itu mengangkat wajahnya dari buku yang terbuka diatas meja sebelum menoleh pelan kearah Clara yang menunggu dengan gugup akan respon yang akan ia dapatkan setelahnya.

Mata yang dihiasi bulu mata lentik itu mengerjap sekali.

"Oh, Hai. Clara James?"
Clara menganguk cepat mendengar bisikan pelan itu, hingga kedua sudut bibir itu tertarik membentuk sebuah senyuman menyesatkan sama seperti saat mereka bertemu pertama kali.

"Ya, Aku Clara."
Clara mengulum bibirnya, pipinya merona mengetahui Anna masih mengingatnya, suara bisikan menggema disekelilingnya dan tatapan rasa ingin tahu seisi kelas yang menatapnya, membuatnya sedikit jengah.

"Kau gugup."
Bisikan pelan itu membuat pipinya makin memerah melihat Anna yang mengulum senyumannya.

"Maaf."
Cicit Clara membuat Anna melirik gadis itu sekilas dan kembali menatap bukunya yang masih terbuka diatas meja.

"Jangan."
Clara menatap wajah Anna yang terlihat serius namun begitu mempesona dimatanya, ia megakui itu sebagai sesama wanita.

"K-kenapa?"
Clara mulai duduk tidak nyaman di tempatnya saat Anna lagi lagi mengangkat wajahnya namun kali ini tidak menoleh dan hanya kembali berbisik pelan dengan suara lembutnya namun entah kali ini terdengar sedikit berbeda.

"Katakan itu saat kau membuat kesalahan."

"T-tapi a-"

"Atau mungkin besok malam."

Apa?

Clara tidak mengerti.

**

Arash menghisap dalam dalam batangan mematikan yang diapit oleh jemari panjangnya sebelum melempar benda yang masih menunjukkan bara apinya itu kesudut lantai.

Mata tajamnya bergerak menyusuri ruang ganti untuk club basket putra yang tentunya kosong dijam seperti ini.

Oh tidak, ia tidak sendirian. Ada mahluk tak kasat mata yang selalu mengikuti Arash kemanapun bahkan tanpa ia sadari sama sekali.

Sosok yang tengah berbaring diatas bangku panjang dengan lengan tertekuk menyangga kepalanya, sementara lengan satunya terangkat memegang buku tebal yang terbuka tepat diatasnya.

Sipenggila baca yang entah bagaimana dan sejak kapan ada disana.

"Apa yang kau lakukan?"

"Berbaring, membaca."
Singkat seperti biasa, Arash mendengus menyadari pertanyaan bodohnya pada orang gila seperti Carter ini.

Diantara manusia yang bertemani dengannya hanya ada dua pria yang sangat tidak ingin ia jadikan sebagai lawan bicara.

Pertama si Penggila Gadget.

Dan kedua si Penggila baca yang sialnya selalu mengekorinya kemanapun, dimanapun selama radarnya menangkap keberadaan Arash.

"Dimana yang lain?"

"Dikelas."

Oh, keparat.

Aras bergegas bangkit tanpa peringatan menendang tubuh pria itu hingga terjengkal keatas lantai dengan suara bedebum dan erangan menyakitkan.

"Itu sakit kau tau!"

"Aku tau."

"Lalu kenapa kau melakukannya, brengsek?"
Arash melirik tajam kearah Carter yang masih meringis kesakitan diatas lantai.

"Kau tidak akan menjawab pertanyaanku dengan benar sebelum aku menyakitimu."

"Oh fuck!"
Pria bermata biru itu mengumpat saat berusaha bergerak dan merasakan bokongnya yang terasa begitu menyakitkan.

"Aku bosan."

"Memang sejak kapan kau merasa tidak bosan?"
Arash mendelik tajam, Carter hanya cerewet saat pria itu sedang kesakitan.

Setidaknya itu satu satunya cara agar pria itu mau menjawab pertanyaannya dengan benar.

Berbeda dengan si Penggila Gadget berambut Curly yang bahkan jika dunia sedang kiamatpun tidak akan peduli dan menjawab sekenanya.

"Sepertinya meledakkan Mobil Mr. Adams cukup menarik."
Gumam Arash merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah pemantik dari sana dan memainkannya dengan jemari panjangnya.

"Kau masih kesal padanya?"
Carter bergegas bangkit, sedikit meringis saat mengambil bukunya yang tergeletak mengenaskan diatas lantai.

"Kau pikir?"
Arash melirik Carter dengan tajam, pria itu menarik nafasnya sebelum bersandar di dinding dengan kaki yang berselonjoran dilantai sebelum kembali membuka bukunya.

Mulai membaca dengan serius sebelum geraman rendah mengerikan itu menggema diindra pendengarannya.

"Baca lagi dan kau yang kuledakkan."

Oh, dasar Grayen.

**

Jangan Lupa Vomment

Maaf Typo

Siera.
**

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top