8. Obrolan dalam Jeep
Hai, selamat pagi
Usahakan tinggalkan vote sebelum baca
Jangan lupa komentarnya yaa
Salah satu bagian yang menyenangkan dari masa kecil adalah mempercayai suatu kebohongan dan mengagung-agungkannya bahkan menjadikannya legenda. Kemudian saat sadar cerita tersebut setelah dewasa, kita akan sadar bahwa itu amat sangat konyol. Obrolan dalam jeep.
***
Tepat jam 7 jeep putih yang Juna kendarai sampai di depan rumah Kaline. Klackson tiga kali seolah mengumumkan kedatangannya membuat Kaline dan Jonathan yang sudah terkantuk-kantuk karena menunggu dari setelah shalat magrib terperanjat. Mereka berdua yang sedang selonjoran dengan kepala saling bersandar di sofa ruang tamu Kaline secara bersamaan berlari ke arah jendela.
Kaline menyingkap sedikit tirai lalu tersenyum. Klackson tiga kali itu memang benar dari orang yang mereka berdua tunggu.
Seolah lupa dengan kantuknya, dua remaja itu menyambar barang masing-masing dari atas meja dan berlari balapan masuk mobil Juna.
"Gue di depan!" Kaline menahan tangan Jonathan yang hendak membuka pintu mobil samping Juna.
"Yang lebih dulu sampe sini siapa?" tanya Jonathan tak mau kalah.
Idealnya seorang laki-laki itu mengalah kepada perempuan. Tapi, Jonathan berbeda. Kaline sepertinya tak pernah dia anggap perempuan. Pemuda menyebalkan ini tidak pernah mau mengalah.
"Gue kan cewek! Ngalah lah jadi cowok."
"Jangan mentang-mentang cewek, jadi pengen diutamakan terus."
"Eh, jangan lupa ya." Kaline menodongkan telunjuk kirinya di depan wajah Jonathan. Sementara tangan kanannnya tak melepaskan diri dari handle pintu. "Ladies first!"
Jonthan menggeleng tegas. "Gak kenal gue kata-kata itu."
"Lo tahu kenapa Kartini membuat gerakan emansipasi wanita? Supaya cewek gak bisa di injak-injak. Dan sekarang gue merasa lo sedang menginjak-injak gue. Jangan biarkan perjuangan pahlawan negeri kita sia-sia."
"Ini nih salahnya." Jonathan tetap tidak mau kalah. Disanggahnya gerakan emansipasi wanita yang Kaline katakan dengan menyebut pahlawan penggeraknya dengan tegas. "Kartini membuat gerakan emansipasi wanita supaya membuat kedudukan sosial kaum perempuan meningkat, bukan supaya perempuan gak di injak-injak. Tidur lo pas pelajaran sejarah?"
Jonathan memang selalu tidak kehabisan akal untuk menyanggah apa yang Kaline katakan. Inilah menyebalkanya Jonathan. Tidak mau kalah, selalu ingin menang sendiri, padahal ia seorang perempuan. Memang ya Jonathan kalau rese tidak pernah pilih-pilih gender.
Juna yang sejak tadi berada di dalam mobil memijat pelipisnya. Berhadapan dengan dua remaja yang sudah seperti jerry dan tom ini membuat ia pusing sendiri. Rasanya seperti menyaksikan anak sendiri bertengkar karena hal sepele.
Sementara Kaline dan Jonathan masih beradu argumen tentang emansipasi wanita, Juna berinisiatif memindahkan kotak sepatu dan tasnya dari jok belakang ke jok samping.
Kaline membulatkan mata melihat apa yang Juna lakukan. Melotot protes namun tak dihiraukan sama sekali. Cowok yang berbeda dua tingkat dengannya itu hanya nyengir. "Sorry."
Hanya kata itu namun cukup membuat Jonathan dan Kaline yang tadinya saling bersitegang langsung membuat aliansi, bersatu memprotes apa yang Juna lakukan.
"Apa-apaan lo naruh sampah-sampah lo di depan?" Jonathan membuka pintu mobil dan memukul-mukul tas hitam Juna.
"Pusing gue." Juna menunjuk ke jok belakang. "Biar aman, lebih baik kalian berdua duduk di balakang."
"Dasar babi!" umpat Kaline lalu membuka pintu belakang. Tak mau menggeser saat Jonathan masuk ia malah menendang kaki pria itu. "Lewat sebelahnya sana."
"Geser apa susahnya."
"Mager." Ketus Kaline lalu melipat tangan di depan dada. "Apa lo!" Kaline melotot melihat Jonathan mengepalkan tinju di udara. Karena aksinya ketahuan oleh Kaline cowok itu segera memasang cengiran lebar lalu menutup pintu dengan keras, membantingnya.
"Amit-amit gue kalau nanti punya anak kayak kalian berdua." Keluh Juna dengan intonasi pelan sesaat setelah Jonathan masuk. Namun ternyata masih bisa Kaline dan Jonathan dengar.
Akibatnya, Juna diteriaki kedua orang di belakangnya. "Anak-anak! Nikah dulu!"
Jeep putih itu melaju. Memecah kegelapan keluar dari gerbang kompleks rumah Kaline dan Jonathan menuju jalan raya yang terang benderang oleh lampu jalan dan beberapa bangunan pertokoan pinggir jalan. Jalanan tak terlalu rapat, tak terlalu lenggang juga, Juna memasang kecepatan standar.
Jalanan malam selalu terlihat menakjubkan untuk Kaline, lampu belakang mobil yang setiap menginjak rem berwarna merah, cahaya warna warni dari bangunan di pinggir jalan, langit hitam gelap dengan bulan separuh yang seolah mengikuti diam-diam, bangunan bongkar pasang pedagan kaki lima malam hari. Semuanya bagai karya seni yang sempurna. Akan tetapi di tengah kesibukannya mengagumi jalanan malam, Jonathan tiba-tiba saja mencondongkan tubuhnya dan berbisik.
"Kal, inget gak sih pas masih SD kita kalau lihat mobil Jeep model gini suka nyangka itu mobil penculik?" Kaline menoleh cepat. "Jangan-jangan si Juna ini lagi pengen nyulik kita."
Kedua alis Kaline menyatu mendengar dugaan ngawur sahabatnya.
Juna yang sedang mengemudi menatap mereka berdua melalui kaca yang menggantung. "Kalian lagi ngobrolin apa?" Juna tersenyum. Namun ditangkap misterius oleh Jonathan.
"Tuh lo lihat senyumya, misterius. Aneh kan tiba-tiba aja dia ngajak gue sama lo nonton bareng, dibayarin, dijemput pula." Jonathan masih belum selesai mengungkapkan naluri kedetektifannya. Menelan ludah ia kembali melanjutkan. "Tadi sore, gue baca cerita. Tentang penculikan. Dan modusnya hampir sama kayak sekarang. Di ajak seneng-seneng dulu, habis itu dia nyulik kita, bawa kita ke gudang, bunuh kita, dan buang mayat kita dalam koper."
"Yang ada gue yang pengen bunuh lo dan buang mayat lo dalam koper ke sawah!" Kaline menjitak Jonathan. Tidak percaya dugaan ngawurnya datang di saat seperti ini.
Hanya karena mobil Juna Jeep, seperti cerita-cerita penculikan semasa SD, dan karena tadi sore dia membaca cerita penculikan. Kaline menggeram, "lo harus kurang-kurangin baca cerita-cerita kayak gitu. Bahaya lho mencurigai orang terus."
"Kenapa sih?" tanya Juna yang masih belum mengerti kenapa dua orang di belakangnya itu kembali saling bersitegang.
"Lo tahu, apa yang barusan orang gila ini bisikin ke gue?"
Juna hanya menatap Kaline melalui kaca yang menggantung. Menyuruhnya untuk mengatakannya.
"Dia bilang lo penculik karena pake Jeep. Dia bilang lo sengaja ngajak kita nonton supaya nanti lo bisa nyulik, bunuh, terus buang mayat kita dalam koper."
Juna tertawa terbahak-bahak. "Asli Jonathan mikir kayak gitu?"
"Aneh kan orang gila ini."
"Jangan panggil gue orang gila terus." Jonathan memprotes panggilan Kaline padanya sejak sepuluh menit yang lalu.
"Terus apa?" Kalien menatap Jonathan dengan tatapan menantang. "Detektif gadungan, maniak cerita detektif?"
Jonathan semakin merengut. Melihat Jonathan seperti itu menjadi hiburan tersendiri bagi Kaline dan Juna. Apa yang Jonathan curigakan itu seperti curiganya seorang anak SD setiap melihat mobil Jeep. Curiga, lalu ketakutan, setelah itu lari terbirit-birit.
"Jun tahu gak, gue sama Jonathan dulu pas SD sering lari-larian tiap lihat Jeep lewat. Masuk rumah, kunci semua pintu rumah, tutup hordeng, lalu sembunyi di pojokan berdua."
"Kalian gitu juga!" Juna berseru antusias. "Gue pikir cuma gue yang suka parno tiap ada Jeep lewat." Tawanya menyusul kemudian.
"Tapi, sumpah, pas SD cerita itu seperti melegenda banget. Jeep mobil penculik!"
Jonathan yang tadi merengut karena menjadi bahan ejekan ikut tertawa. Lebih tepatnya menertawakan diri sendiri karena sudah berpikiran seperti anak SD.
"Ada lagi, jaman itu musim banget penculik yang jual organ."
"Iya itu." Timpal Jonathan tak kalah antusias. Tubuhnya condong ke depan pada Juna dan bercerita penuh semangat. "Tahu gak cerita yang pembuat gula yang lagi ngambil nira dari pohon kelapa, yang di ditungguin penculik seharian?"
"Iya gue inget." Bukan Juna yang menjawab melainkan Kaline. Tubuhnya ikut condong ke depan memegangi sandaran kursi jok depan.
Juna menggeleng tak yakin. "Gue kayaknya gak tahu cerita itu. Yang paling populer pas gue SD adalah penculikan anak kecil yang ditemukan tengah hutan dengan mata udah gak ada dengan setumpuk uang di perutnya yang terbuka."
"Kalau gak salah, itu cerita pertama kenapa cerita penculik yang ngambil organ itu meneyebar."
Kaline mengangguk membenarkan apa yang Jonathan katakan.
"Pas SD ada juga cerita yang pocong keliling. Tahu?"
"Iya, yang katanya selalu ngetuk rumah berpinto hijau minta dibukakan tali pocongnya."
Pembicaraan terus berlanjut pada cerita-cerita semasa SD yang ternyata mereka bertiga ketahui. Atau mungkin semua anak yang merasakan bangku sekolah dasar di tahun yang tak beda jauh mengetahuinya. Namun, seperti sebuah dongeng pengantar tidur, menyebar tanpa ada yang tahu siapa yang pertama kali menyebarkannya. Entah itu benar atau salah, tidak ada yang tahu. Mereka meyakini tapi juga meragukan dalam waktu bersamaan.
Tepat saat topik tentang legenda semasa SD selesai, mereka betiga sampai di salah satu mall besar. Turun dari mobil dan langsung menuju bioskop. Beruntung jalanan tidak terlalu macet sehingga mereka sampai lima menit sebelum film di putar.
***
Hati-hati saat jeep lewat!!
Waktu SD sumpah itu melegenda banget
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top