39. Selamat Tinggal

Hai, selamat malam
Part sebelum akhir :(

Jangan lupa vote dan komennya
Selamat membaca
***

Setiap orang akan berpulang pada waktu yang tak pernah disangka. Setiap orang akan berpulang pada keadaan yang tak bisa ditebak. Hakikat pulang yang sebenarnya adalah saat seseorang menutup usia dan kembali kepada penciptanya.

Ditatapnya permukaan tanah basah di hadapannya. Gerimis membasahi orang-orang yang berdiri mengelilingi pusara bernisan Tamara binti Wahyu tersebut bersama tanggal lahir dan tanggal hari ini, hari kematiannya.

Kaline tidak menyangka hari berpulang orang yang dihindarinya selama sepuluh tahun adalah hari ini. Saat ia sudah memantapkan hati membuka diri, membuka hati, dan berniat untuk memperbaiki semuanya dengan Tamara dan Yeji.

Kematian seseorang tidak ada yang tahu kapan kan?

Sekarang dilihatnya Yeji yang berjongkok di samping pusara ibunya. Tatapan mata anak sepuluh tahun itu terlihat nanar, kosong, hampa, tergurat jelas rasa kehilangan, rasa takut yang amat sangat besar. Namun, lagi-lagi Yeji menunjukan padanya sesuatu yang tidak pernah ia sangka, saat kedua sudut bibir Yeji tertarik bersamaan dengan tangannya mengelus nisan mamanya. Malang sekali Yeji, sepuluh tahun sudah ditinggal kedua orang tuanya tetapi dia masih bisa tersenyum bahkan setelah tadi dia sendiri menelpon Lana dan mengatakan ibunya meninggal. Kaline jadi merasa malu, Yeji ternyata lebih dewasa dari pada dirinya.

Tamara berpulang pukul 2 siang. Tanpa serangan apapun. Nyawanya langsung direnggut Sang Maha Kuasa dalam tidurnya yang damai. Dan baru dimakamkan pukul lima sore.

"Ma." Yeji mendongak, menatap wajah Vina yang berjongkok di sampingnya, baru saja selesai menyiramkan air di atas pusara Tamara. "Yeji sekarang sama mama ya?"

Air mata bergumul di pelupuk mata Kaline. Melihat Yeji yang begitu kuat setelah ditinggalkan. Melihat Yeji yang ia sadari mengatakan pada Vina bahwa sekarang ia tidak punya tempat bergantung lagi selain Vina. Kaline berbalik, menenggelamkan kepalanya pada pundak Jonathan.

Jonathan menepuk-nepuk punggung Kaline. Menguatkannya.

Vina menghapus air matanya, kemudian mengangguk sambil memaksakan senyum selebar mungkin. "Mulai sekarang Yeji sama mama."

"Udah sore." Vina lagi-lagi tersenyum. "Kita pulang ya."

Yeji mengangguk lalu berdiri di susul Vina. "Ibu juga pasti gak mau kita lama-lama di sini," jawabnya. "Mama jangan nangis." Ujarnya saat melihat air mata bergumul di mata Vina.

Kaline menghela napas. Bahkan di saat seperti ini pun Yeji masih mengkhawatirkan Vina yang menangis. Padahal yang seharusnya menangis adalah Yeji. Ya, Yeji. Karena dia adalah anak dari wanita yang sekarang terbaring di bawah tanah setinggi dua meter itu.

Vina mengamit tangan Yeji, sebelah tangannya yang lain mengusap-ngusap rambut Yeji dengan gerakan sayang. Persis seperti cara Vina memperlakukan Kaline dan Lana.

"Yang kuat sayang."

"Yeji kuat kok. Ada mama sama Kak Kaline dan Kak Lana." Senyum cerah yang seolah mengatakan dia baik-baik saja mengembang di wajah gadis kecil itu saat melihat dua kakaknya yang berdiri di belakangnya. Kaline berhambur lagi ke pelukan Jonathan, sementara Lana menghindari tatapan Yeji. Bukan karena enggan, tapi karena dia juga merasakan hal yang sama seperti yang Kaline rasakan. Rasa sesak melihat anak kecil yang selama ini selalu mereka sakiti dengan cara tidak mengakuinya sekarang tersenyum pada mereka berdua di depan pusara ibunya sendiri.

"Ayo, keburu hujan lebat." Iis menginterupsi berjalan lebih dulu menapaki jalan setapak yang mengantar mereka keluar dari kompleks pemakaman ini.

"Ayo." Ajak Vina pada semua yang ada di sana.

Namun Lana menolak, "Aku tinggal di sini sebentar lagi. Ada yang harus aku bilang sama Tante Tamara."

Tidak ada yang melarang, setelah Vina mengangguk memberi izin mereka, kecuali Lana dan Praga, melangkah menjauh dari pusara Tamara, tempat peristirahatan terakhir wanita yang pernah mereka benci dulu.

Iis, Vina, dan Yeji berjalan paling depan. Kaline dan Jonathan menyusul di belakang. Pada langkah ke sepuluh, Kaline sempat menoleh ke belakang dan mendapati Lana sedang menangis sesegukan dengan Praga di sampingnya menepuk-nepuk punggungnya. Melihat Lana menangis seperti itu membuat hatinya menyempit kembali. Air mata tumpah. Membuat Jonathan harus merangkulnya sambil mengelus kepalanya selama perjalanan menuju parkiran.

"Seperti ini ternyata rasanya tidak sempat mengucapkan minta maaf sama orang yang udah kita sakiti. Ternyata seperti ini rasanya tidak sempat mengucapkan selamat tinggal pada seseorang yang sempat kita benci."

"Tante Tamara pasti udah memaafkan lo," ucap Jonathan menenangkan. "Atau mungkin, dia sama sekali gak pernah marah karena perlakuan lo. Gue yakin hati Tante Tamara selapang itu."

"Beneran?"

Jonathan mengangguk. Tersenyum hangat sambil menyapukan jemarinya untuk menghapus air mata Kaline. "Jangan nangis, lo jadi makin buruk rupa tahu."

"Ish... lo juga makin mirip simpanse!" Kaline mencubit keras-keras perut Jonathan. Membuat pria itu melepaskan rangkulannya dan memegangi perutnya.

Melihat Jonathan kesakitan membuat senyum di wajah kuyu dan lengket karena menangis membuatnya tersenyum kecil. Jonathan yang melihat senyum itu tertawa. Menghampiri Kaline kembali dan merangkulnya lebih erat.

"Jangan nangis lagi ya."

"Hm."

"Jangan nangis lagi gue bilang."

"Iya," jawab Kaline setengah jengkel.

"Tante Tamara juga pasti gak mau lo terus terbebani rasa bersalah."

Kaline mengeratkan pelukannya pada pinggang Jonathan. "Gue beruntung punya lo."

Jonathan tersenyum. "Gue juga."

Tanpa sadar mereka sudah berada di parkiran. Vina, Yeji, dan Ibu Iis sudah menunggu di depan mobilnya. Tersenyum saat mereka berdua datang.

Kaline membalas senyum Yeji, untuk masa sepuluh tahun yang terbuang, ini adalah senyum tulus pertama yang ia berikan untuk adik satu ayahnya itu, Yeji. Kaline membiarkan saja saat lengan Jonathan yang merangkulnya lepas karena Yeji sudah menghampirinya dan memegang jari telunjuknya ragu-ragu. Gadis sepuluh tahun itu mengdongak penuh harap. Kaline tahu apa yang dipikirkan Yeji. Dia pasti sedikit takut padanya.

Melihat ketakutan yang terpatri dari tatapan mata Yeji, ia tersenyum lagi. Seolah mengatakan untuk tidak perlu takut padanya. Bahwa mulai saat ini Kaline akan menjadi kakak yang baik untuk Yeji. Menjadi seseorang yang patut untuk dijadikan panutan. Menjadi seorang kakak yang layak. Bukan lagi seseorang yang terus menerus bertanya-tanya pada diri sendiri kenapa hubungannya dengan Yeji dan Tamara selalu terasa aneh.

Kaline baru tersadar hal itu. Perlahan kepalanya menoleh ke belakang untuk sepersekian detik. Mengirim senyum pada pusara Tamara yang bahkan tak terlihat lagi itu. Mengirim pesan bahwa ia akan menjadi seorang kakak yang layak untuk Yeji, mulai sekarang Kaline akan menjaganya. Mulai sekarang ia tidak ingin bertanya-tanya lagi. Karena sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa ia cari jawabannya.

Selamat tinggal Tante Tamara.

***

Sedih akutu mau pisah sama Jonathan, Kaline, Yeji, Kak Lana si macan garong, pasangan terbucin se SMA Bumi Nusantara Flora-Yogi, Yusuf...
Pen nangis
Jadinya pengen nyanyi,
Noreul Manna...

But guys jangan khawatir, aku ga bakal ninggalin kalian gitu aja. Masih ada Halusinasi ;)

Sending hug
Iis Tazkiati N
010719

Eh, udah Juli
Hai Juli!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top