34. Romansa Lana

Hai, selamat malam
Update perdana di malam hari wkwk

Selamat membaca!!

***

"Pulang sama siapa barusan?" tanya Lana yang didapati berdiri di depan jendela samping pintu masuk.

"Go jek," jawab Kaline lesu lalu melepaskan sepatu olahraga abu berpadu warna kuning dan meletakannya pada rak sepatu.

"Tumben." Lana keheranan. "Jonathan kemana?"

"Ada." Kaline melengos menuju dapur untuk mengambil air. Namun, entah apa yang terjadi pada kakaknya itu dia mengekorinya sampai dapur.

"Ngapain sih ngikutin?" tanya Kaline jengkel. Urung meminum minuman dingin yang sudah ia tuang ke dalam gelas.

"Suka-suka gue lah, ini juga rumah gue," balas Lana sewot. "Heran aja gue, lo kan sama Jonathan tidak pernah terpisahkan." Sindir Lana dengan gaya bicara penuh penekanan. Menyebalkan.

"Kapan sih lo kak gak nyebelin?" Menghela napas. Kaline melanjutkan yang sempat tertunda. Meminum air putih dinginnya sampai tak bersisa. "Oh ya, itu bunga di kulkas punya lo? Aneh banget lo nyimpen bunga di kulkas."

Mendadak Lana tersenyum-senyum layaknya ABG labil yang sedang jatuh cinta. Kaline mengernyit. "Kenapa lo? Kemarin-kemarin ngamuk-ngamuk, sekarang senyum-senyum. Gila lo gara-gara skripsi?"

"Sembarangan." Lana memukul punggung adiknya. Lalu tangannya membuka pintu kulkas dan mengeluarkan buket bunga yang ia singgung barusan. Menunjukan padanya, senyum Lana yang aneh itu kembali lagi membuat Kaline lagi-lagi mengernyit.

"Sumpah, otak lo jadi gak waras gara-gara skripsi."

Kaline jadi semakin yakin bahwa kakaknya itu menjadi gila gara-gara skripsinya. Kemarin ngamuk-ngamuk tak jelas sampai satu kompleks jadi korban termasuk Pak Indro satpam depan sana. Dan sekarang senyum-senyum tak jelas sambil memeluk buket bunga yang sebelumnya dia simpan di kulkas. Orang waras mana memang yang menyimpan bunga di dalam kulkas. Yang orang waras lakukan adalah memindahkannya ke vas bunga, memajangnya. Bukannya malah membekukannya.

Melihat ketidakwarasan Lana membuat ia sejenak lupa tentang masalahnya dengan Jonathan. Tentang ke gamangannya akan bagaimana kelanjutan antara dirinya dan Jonathan.

"Dari Praga." Lebih tidak waras dari sebelumnya, sekarang Lana memutar-mutar tubuhnya seolah sedang berdansa bersama buket bunga itu.

Kaline mengangguk-angguk. Baru memahami keadaan. Pantas saja Lana seaneh itu. Alasannya Praga, ia lupa, siapa memang yang bisa membuat harimau Lana berubah menjadi kucing imut kalau bukan Praga. Praga, Praga, dan selalu Praga untuk Lana. Teman satu kelasnya yang ia taksir sejak ospek.

"Oh, jadi cinta lo udah berbalas sekarang? Udah gak jadi penguntit lagi dong. Udah gak jadi paparazzi lagi dong," sindir Kaline.

Saking gilanya, bahkan Lana tidak marah mendapat sindiran darinya itu. Malah menarik kursi di sampingnya meletakan buket bunga itu di hadapannya. Menatap Kaline dengan wajah paling cerah. Kaline tidak pernah melihat Lana secerah ini setelah kepergian papa mereka.

Sudut bibir Kaline terangkat. "Gak tahu kenapa, bukannya keganggu lihat senyum lo yang lebar itu kak. Gue justru merasa bahagia banget."

"Harus! Harus bahagia lihat kakak sendiri bahagia," timpal Lana tanpa jeda.

"Kal," panggil Lana dengan senyum tak lepas saat memandangi buket bunga di atas meja.

"Hm?"

"Ternyata Praga juga udah lama naksir gue."

Mendengar penuturan Lana membuat Kaline tertarik. "Sumpah demi apa?"

"Dia yang bilang sendiri." Lana memperbaiki posisinya menghadap adiknya. "Katanya dia berkali-kali pengen deketin tapi takut sama gue."

"Kayak harimau sih, makanya dia gak berani."

Lana mencebik. Mendelik sebal. Akan tetapi, detik berikutnya senyum itu kembali lagi. Mengabaikan ledekan Kaline yang menyebutnya harimau.

Memang fakta kan, Lana memang seperti harimau lapar kalau sudah bad mood. Ditambah mata besar hitamnya itu, yang tak melotot saja sudah terlihat seperti melotot. Tipe-tipe cewek yang terlihat judes.

"Kayaknya dia pengen serius sama gue." Lana mengulum senyum. "Mama udah siap gak ya punya mantu?"

"Udah kepikiran ke sana aja. Pikirin tuh skripsi lo." Kaline menyentuhkan jarinya pada kelopak mawar putih dalam buket. "Emang dia bilang sendiri pengen serius sama lo? Jangan halu."

"Praga gak bilang sih. Cuma, kelihatan aja. Berkali-kali juga dia ngasih kode sama gue."

"Contohnya?"

"Pas kemarin gue nemenin dia survey buat nyari lokasi syuting buat film barunya dia bilang gini," Lana berdeham kemudian memperagakan suara Praga yang berat sedikit serak itu. "Disini enak yah, sejuk, kalau bikin rumah di sini kayaknya bakalan betah banget. Menurut lo gimana?"

Kaline memutar bola mata. "Cuma nanya gitu juga."

"Dia ngode tahu, ngode. Dasar, kelamaan friendzone sih, jadi di kode gak peka-peka." Lana jelas menyindir hubungannya dan Jonathan yang sama-sama bersikeras berada dalam batas persahabatan tanpa mau melangkah kepada sesuatu yang lebih.

Kaline tiba-tiba berubah sendu. Namun, sebisa mungkin ia membangun moodnya kembali karena Lana melanjutkan ceritanya dengan Praga.

"Tadi di kampus ada acara, kampus penuh banget. Gue kan mau ke lobi, mau pulang. Tiba-tiba dia dateng, pegang tangan gue, terus bawa gue membelah kerumunan orang-orang. Sumpah, Kal, gue berasa di film-film romantis tahu gak. Sekeliling gue mendadak jadi hening, yang tadinya sempit mendadak jadi lapang, orang-orang tiba-tiba berubah jadi monyet yang gak perlu gue pedulikan, cuma Praga yang gue lihat."

"Jadi gayung lo udah bersambut nih sekarang?" ledek Kaline geli melihat Lana yang berubah menye-menye dari yang biasanya garang.

"Lo gimana sama si Yusuf-Yusuf itu? Balikan lagi? Dia kayaknya cowok baik."

"Dia gak sebaik itu." Sela Kaline. Suaranya tiba-tiba memelan. Membuat Lana kali ini yang mengernyit bingung.

"Boleh tahu gak kenapa lo putusin Yusuf?" tanya Lana.

"Dia ngingetin sama papa."

Lana terdiam.

Suasana diantara kedua kakak beradik yang sebelumnya penuh taburan bunga dari suasana hati Lana mendadak menjadi kelabu. Keduanya terdiam. Menyebut laki-laki satu-satunya dikeluarga mereka yang dulu memberikan kehangatan dan rasa aman, rasa percaya dan kepercayaan diri, yang sekarang sudah tenang di alam yang berbeda, selalu memberi efek yang sama.

"Selingkuh?" tanya Lana hati-hati.

Kaline tidak menjawab. Kedua bibirnya terkatup rapat. Ia sepertinya tidak perlu menjelaskan karena dari raut wajah Lana, kakaknya itu mengerti dengan diamnya dirinya.

Ditengah keheningan diantara keduanya. Ponsel Kaline tiba-tiba berbunyi. Kaline merogohnya dari kantong paling depan tasnya. Ia lagi-lagi tertegun.

"Siapa yang nelpon?"

Kaline menunjukan layar ponselnya pada Lana.

"Tante Tamara."

Kaline menunggu Lana akan bereaksi seperti apa mengingat selama ini Lana selalu menjadi orang yang paling anti terhadap Tamara, istri kedua papa mereka berdua.

Namun tanpa ia sangka Lana mengangguk. "Angkat aja."

"Hallo." Bukannya mendengar suara Tamara ia malah mendengar suara cempreng Yeji yang sesekali terisak. Dia menangis?

"Yeji kenapa?" Kaline tiba-tiba khawatir. Kenapa Yeji menelponnya menggunakan ponsel ibunya sambil menangis. Perasaan Kaline tidak enak. Namun ia berusaha menyembunyikan hal itu dan kembali bertanya. "Yeji, bilang sama aku kenapa?"

"Mama masuk rumah sakit."

***

Akhirnya gayung Kak Lana bersambut wkwk
Kaline sama Jonathan apa kabar?

Jangan bosen-bosen baca cerita ini ya

Oh ya? Menurut kamu cerita ini update nya mending sesuai jadwal awal atau aku ganti jadi tiap hari?
Gimana? Tetep senin, rabu, jumat? Atau tiap hari? Hayooo bentar lagi ini tamat lhoo
Aku udah gereget pengen lanjutin Halusnasi nih
Ternyata fokus sama dua hal itu ribet

Sending hug
Iis Tazkiati N
260619

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top