30. Kesempatan untuk Gita

Hai, selamat siang

Tahan dulu gaess, jangan terprovokasi sama judulnya wkwk


Selamat membaca!


***

Jonathan menghindar dari keramaian. Setelah melihat Kaline berpelukan dengan Yusuf di UKS yang sepi membuat ia merasa amat sangat menjadi pria tidak berguna. Tidak dibutuhkan.

Semilir angin terasa menerpa wajahnya. Menerbangkan anak-anak rambutnya yang mulai gondrong. Jalanan ramai, gedung berbaris, dan atap-atap rumah penduduk di sekitar sekolahnya menjadi pemandangannya. Sekarang ia berada di atap mesjid sekolahnya yang berlantai dua. Aneh memang, tempat melarikan dirinya bukannya ke dalam mesjidnya tetapi malah ke atapnya.

Ia ingin mengatakan bahwa Kaline bukan hama, ia sama sekali tidak masalah oleh dia yang suka membuat Jonathan putus dengan pacar-pacarnya. Jonathan tidak masalah, karena ia juga selalu melakukan hal yang sama pada hubungan Kaline. Termasuk hubungan Kaline dan Yusuf, secara tidak langsung Jonathan juga yang merusaknya. Ya. Mereka berdua melakukan hal yang sama pada hubungan masing-masing.

Ia menyadari bahwa selama ini mereka berdua sama-sama saling merusak satu sama lain. Cinta tetaplah cinta. Tidak ada cinta yang lolos dari keinginan untuk memiliki meskipun mereka berdua saling bersepakat bahwa tanpa memiliki hubungan jelas pun mereka berdua baik-baik saja.

"Cuma orang bodoh yang bilang kalau cinta gak harus memiliki." Suara seorang gadis membuat Jonathan memutar kepala.

Seorang gadis yang amat sangat ia kenali sedang berusaha menaiki tangga kayu. Wajahnya terlihat pucat. Segera Jonathan berlari menghampirinya. Mengulurkan tangan yang langsung disambut. Membantu Gita menaiki dua anak tangga terakhir sebelum akhirnya bisa berdiri di hadapannya.

"Wajah lo pucat." Jonathan mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. "Juga keringetan," lanjutnya sambil menyerahkan sapu tangan hitam polos itu pada Gita.

"Gue takut ketinggian." Gita tersenyum kemudian meraih sapu tangan yang Jonathan sodorkan lantas mengelap keringat dingin di wajahnya.

"Udah tahu takut ketinggian. Kenapa naik?" omel Jonathan. Berjalan kembali ujung dan duduk menjuntaikan kakinya. Gita berjalan di belakangnya dan berhenti tiga langkah di belakangnya.

Jonathan menoleh. Melihat Gita meringis ia tahu bahwa gadis itu ngeri melihat posisi duduknya saat ini.

"Sini." Jonathan menepuk-nepuk tempat di sampingnya.

"Jangan duduk di sana. Bahaya." Gita mundur selangkah.

Jonathan tertawa. "Gak bahaya kok. Bahaya itu kalau lo lompat."

Gita hanya diam di tempatnya.

"Sini!" Jonathan kembali menepuk-nepuk tempat di sampingnya. "Ada gue."

Baru setelah kalimat ajaib tersebut Gita memberanikan diri mendekat. Dengan bantuan dipegangi Jonathan akhirnya Gita bisa duduk di sampingnya. Awalnya Gita memejamkan matanya karena takut.

"Buka mata aja."

Seperti sebelumnya, Gita menurut. Perlahan membuka matanya.

"Gue beneran takut sumpah."

"Lawan."

"Lagi ngapain di sini? Melarikan diri?" Gita menelan ludah saat melihat ke bawah. Ngeri melihat rumput taman belakang sekolah di bawahnya.

Jonathan mengangguk singkat.

"Gue bohong kalau gue bilang udah bisa move on dari lo." Tiba-tiba saja Gita mengatakan hal itu. Membuat Jonathan yang sedang sibuk menatap kendaraan berlalu lalang menoleh.

"Apa beneran gak ada kesempatan buat gue?" tanya Gita penuh pengharapan. "Kaline aja ngasih kesempatan sama Kak Yusuf. Kenapa elo enggak?"

"Git...." Panggil Jonathan pelan.

Gita tersenyum, mengangguk mengerti. Namun tetap saja dia mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya. "Gue tahu." Gita sekali lagi mengangguk. "Gak ada kesempatan kan? Lo gak mau nyakitin gue untuk yang kedua kalinya. Kaline emang selalu jadi orang nomer satu buat lo. Gue cukup tahu diri kok, kalau hati lo gak mungkin ada celah buat gue."

Jonathan tersenyum, mengusap pelan kepala Gita. "Lo cewek baik."

"Makanya, kenapa lo gak bisa kasih kesempatan sama cewek baik kayak gue?"

"Di sini...." Jonathan menunjuk dadanya. "Ada Kaline."

"Gue tahu." Gita mengangguk dalam, suaranya bergetar, seperti hendak menangis. Memang, gadis mana yang akan kuat saat dirinya entah ke berapa kali merendahkan dirinya meminta seorang pria untuk bersamanya dan pria itu berkali-kali juga menolak bahkan mengatakan bahwa ada orang lain di hatinya. Gita terluka. Jelas sangat terluka.

"Cinta harus diperjuangkan Jo," ucap Gita lirih. Suaranya terdengar putus asa.

Jonathan terdiam. Menatap wajah Gita memerah dan mata berkaca-kaca menahan tangis.

"Kasih gue izin buat berjuang. Kasih gue satu kesempatan."

Saat Jonathan bersedia menjadikan Gita sebagai temannya. Inilah yang ia khawatirkan, Gita akan lebih bersikeras memaksanya untuk memberikan kesempatan pada gadis itu. Dan sekarang yang ia khawatirkan terjadi membuat ia kebingungan harus bersikap seperti apa.

Gita gadis yang keras kepala. Sepanjang Jonathan mengenalnya, Gita adalah gadis yang bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Seperti sekarang. Bahkan Gita merendahkan harga dirinya berkali-kali di hadapannya demi supaya Jonathan memberikannya kesempatan.

"Gue gak bisa."

Gita memejamkan matanya lamat-lamat. Saat itu, satu tetes air mata meluncur. Ia tertawa. "Ternyata merendahkan harga diri berkali-kali tetep gak berhasil," ucap Gita kepada dirinya sendiri.

"Gue yakin di luar sana banyak cowok yang ngantri pengen jadi pacar lo." Kata Jonathan. "Sayang gue gak ada diantara mereka semua. Gue harap lo menemukan seseorang."

"Gue mau elo. Jonathan." Lirih Gita.

"Boleh gue tanya sesuatu?"

"Tanya aja."

"Kenapa lo milih gue. Cowok yang jelas-jelas brengsek, suka mainin hati cewek. Cowok yang punya satu hati dan itu udah dimiliki sama seseorang."

"Karena lo baik. Cuma orang baik yang merasa dirinya hina."

Jonathan terdiam. Apa benar dirinya pria baik? Jonathan jadi sangsi pada dirinya sendiri. Ia merasa dirinya tidak sebaik itu.

"Cepat atau lambat Kaline bakalan jadian sama Yusuf," ucap Gita. "Dan gue tahu kenapa lo selalu marah tiap kali Yusuf deket sama Kaline. Lo takut Kaline jatuh cinta sama Yusuf kan? Karena dia cowok yang berpotensi buat Kaline jatuh cinta selain elo."

Entah bagaimana Gita bisa menyimpulkan hal tersebut. Jonathan dibuat takjub oleh pemahamannya. Padahal Jonathan hanya pernah mengatakan hal itu pada Kaline sendiri.

"Seperti sekarang, lo melarikan diri karena lihat mereka berdua pelukan di UKS."

Mata Jonathan membulat, "dari mana lo tahu?"

"Gue ngikutin lo."

Jonathan terdiam lagi. Benarkah Gita mengikutinya? Kenapa ia sama sekali tidak merasa ada orang yang mengikutinya. Ah, mungkin karena Jonathan sibuk memikirkan perasaan kalutnya pada kejadian di kantin dan adegan pelukan Kaline dan Yusuf di UKS.

"Selama ini, dari yang gue lihat, lo gak bakalan jomblo kalau Kaline punya pacar baru kan? Soal waktu aja, mereka berdua balikan. Dan lo harus melakukan hal yang sama Jo." Gita menatap penuh harap pada Jonathan sekaligus penuh keyakinan. "Balikan sama gue."

***


Jadi, ini alasan kenapa pintu UKS terbuka-tertutup dua kali. Yang pertama Jonathan dan yang kedua Gita.

Aduh... gimana nih Gita memohon lagi

Jonathan bakalan goyah gak ya?


Jangan bosen buat terus menantikan cerita ini ya


follow ig aku dungs

iistazkiati

_flowerflo


Sending hug

Iis Tazkiati N

170619


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top