28. Bukan Hama

Hai, selamat pagi

Ketemu lagi sama Kaline dan Jonathan

Jangan lupa vote sama komentarnya ya


***

Apa sebenarnya baik itu? Seperti apa orang baik itu? Dan bagaimana cara menjadi orang baik?

Kaline selalu merasa dirinya orang paling baik di muka bumi ini. Selalu merasa bahwa dirinya sebagai tokoh protagonis berhati putih. Tetapi perkataan teman Dafina tadi... Kaline jadi tidak yakin dengan diri sendiri. Bertanya-tanya apakah dirinya selama ini berhalusinasi bahwa dirinya baik? Apakah selama ini dia memang sudah baik? Apa dirinya memang protagonis? Atau tanpa ia tahu justru ia kebalikannya.

Orang jahat.

Hama.

Apa Jonathan juga berpikiran sama seperti itu?

Kaline orang jahat. Kaline hama. Makhluk paling memuakan di muka bumi ini.

Kaline menutup pintu UKS berjalan tergesa menuju salah satu ranjang dan menghemparkan tubuhnya ke sana. Berbaring miring menghadap jendela. Masih terus menangis. Ia beruntung, karena UKS di sekolahnya mirip seperti bangsal di UGD, memiliki tirai yang saling memisahkan satu ranjang dengan ranjang lain. Ia bisa menangis dengan bebas di sini tanpa ada yang mengganggu.

Ia jarang menangis, tetapi perkataan dan kenyataan itu begitu menyakitkan. Ini lebih menyakitan daripada saat ia tahu bahwa papanya sudah menikah diam-diam dengan tante Tamara dan mempunyai Yeji.

Pintu berderit pelan. Ada yang masuk. Kaline memejamkan matanya pura-pura tidur. Ia mendengar tirai bergeser. Ia pikir orang itu membuka tirai di sebelahnya. Namun, saat sebuah tangan membelai pelan rambutnya membuat Kaline seketika membuka matanya.

"Yusuf," ucapnya parau.

"Kenapa bisa di sini?" Kaline menegakan posisinya sambil menutupi wajah, tidak mau Yusuf melihat dirinya yang baru saja menangis.

Itu memalukan, Kaline jarang menangis, ia malu terlihat menangis di depan orang yang pernah ia sakiti.

"Jangan ditutupi." Yusuf menarik tangan Kaline dan menggenggamnya. Senyum di wajah Yusuf tercetak lebar. "Gue tahu lo habis nangis."

Kaline mendecih. "Lo pasti juga tahu kejadian di kantin itu kan?"

Walaupun Yusuf tidak menjawab, dari ekspresi wajahnya Kaline bisa tahu bahwa Yusuf tahu kejadian memalukan di kantin beberapa menit yang lalu.

"Memalukan banget." Kaline tertawa mengejek diri sendiri. "Gue yang mau ngelabrak orang malah berakhir gue yang dipermalukan."

"Jangan pikirin." Yusuf menyapukan jemarinya, menghapus sisa-sisa air mata di bawah matanya. "Cuma karena satu kesalahan, lo lupain 99 kebaikan dan buat diri sendiri terpuruk. Jangan kayak gitu."

"Tapi temennya Dafina bener." Bantah Kaline. Tatapan matanya berubah sendu. "Gue emang hama."

"Jangan menempatkan diri sendiri seperti itu. Banyak nyakitin orang bukan berarti lo hama. Menyakiti itu biasa, banyak yang gak sadar udah menyakiti tapi tetap melakukan hari-harinya baik-baik aja. Gak ada yang pantes menghakimi orang karena udah menyakiti. Karena semua orang juga pernah menyakiti. Termasuk gue, menyakiti lo. Walaupun gue gak tahu apa yang udah gue lakuin."

"Ya. Lo menyakiti gue banget."

"Maaf." Yusuf berkata tulus.

"Gue juga minta maaf. Karena gue menghakimi lo karena udah menyakiti gue."

"Gapapa." Yusuf tersenyum. "Mulai sekarang jangan lagi."

Meskipun Yusuf mengatakan bahwa tidak pantas orang menghakimi seseorang menghakimi orang lain hanya karena pernah menyakiti tetap tidak membuat Kaline tenang. Mengingat wajah-wajah para mantan Jonathan tadi membuat ia merasa amat sangat berat. Wajahnya kembali memanas menyusul air matanya keluar.

"Menurut lo gue hama buat Jonathan?"

Lagi-lagi Yusuf diam. Tidak membenarkan ataupun menyangkah. Namun, hal meragukan seperti itulah yang seringnya membuat hati semakin sedih.

Kaline menangis lagi. Jika Yusuf saja tidak bisa menjawab, besar kemungkinan Jonathan berpikir seperti itu.

Perasaannya terluka. Tapi bukan karena orang lain, melainkan karena dirinya sendiri.

Tanpa permisi Yusuf menarik tubuh Kaline ke dalam pelukannya. "Jangan nangis." Bisiknya.

Tetapi itu sama sekali tidak membantu. Ia tetap sedih. Memikirkan Jonathan akan berpikir seperti itu membuat ia merasa amat sangat jahat. Perempuan paling jahat di muka bumi.

"Jonathan pasti gak berpikiran seperti itu."

Pelukan mereka berdua tiba-tiba saja terelepas begitu suara bedebum pintu terdengar. Dua kali suaranya. Yang pertama seperti ditutup dengan cara dibanting dan yang kedua ditutup dengan tergesa-gesa. Mereka berdua saling tatap. Sama-sama kebingungan.

"Ada yang dateng?" tanya Kaline sambil menggeser tirai, mengintip sebelah. Tapi tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua.

***

Hai hai, di chapter kemarin yang nutup itu Jonathan kan? Satunya lagi menurut kalian siapa?

Ayooo tebak


Bicara soal menyakiti, aku setuju sama yang Yusuf katakan. Kita gak pantes menghakimi orang lain hanya karena dia sudah pernah atau sering menyakiti kita. Meskipun rasanya berat buat memaafkan, tetapi gak adil kalau kita gak memaafkannya. Sebesar apapun rasa sakit yang orang lain berikan, seberapa dalam luka yang orang lain torehkan, dan seberapa buruk bekas luka yang ditinggalkan. Tetap, semua orang punya kesempatan. Tak baik kita menghakimi orang itu. Karena kita juga mungkin pernah menyakiti atau secara tidak sadar menyakiti orang lain.

Yuk, maafkan orang lain, maafkan diri sendiri juga.


Terima kasih sudah membaca

Follow ig aku ya wkwk

iistazkiati

_flowerflo


Baca kelanjutannya Senin depan

Sending hug

Iis Tazkiati N

140619

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top