13. Marah

Hai, selamat pagi
Gimana kabarnya? Semoga baik, terus baik, dan akan selalu baik

Jangan lupa vote sebelum baca
Tinggalkan komen sampe keyboardnya jebol wkwk

Selamat membaca



***

Sudah Kaline duga Jonathan akan seperti ini. Menyangkut Yusuf, pria itu memang suka sangat berlebihan. Dibanding pada mantan-mantannya yang lain, atau pria-pria baru yang datang padanya, Jonathan lebih sensitif terhadap Yusuf.

"Jo!"

Kejadian terulang seperti beberapa hari lalu saat Jonathan marah karena Kaline membuat dia mencium keteknya yang bau. Ia melempari dengan snack pada Jonathan yang berjalan di depannya.

Mereka masih berangkat bersama, diantar Pak Iklas sopir pribadi pria itu. Tapi, dia langsung kabur sesaat setelah mobil berhenti. Di mobil juga Jonathan tak berbicara sama sekali padahal biasanya dia bawel, suka menceritakan banyak hal tanpa diminta.

Diamnya orang bawel mengerikan ya?

Kaline melemparnya lagi dengan snack, mengenai tengkuk Jonathan, namun tak membuat pria itu menoleh. "Gue ketemu sama dia buat menyelesaikan apa yang belum selesai antara gue sama dia."

"Gue gak balikan sama dia!" teriak Kaline meyakinkan, berharap Jonathan mau berbalik.

Inilah alasan utama kenapa Jonathan sangat marah. Isi pesan Yusuf semalam yang berbunyi. "Makasih udah mau ketemu sama aku. Aku harap kamu pikirin lagi. Aku masih sayang sama kamu. Mau balikan sama kamu."

Jonathan berbelok menaiki tangga. Kaline menyusul di belakangnya, mencoba menyenyajarkan langkah dengannya.

"Dia emang nembak gue, tapi gak gue terima."

Jonathan menghentikan langkahnya di tengah tangga. Beberapa siswi lewat sempat curi-curi pandang pada pria itu.

"Oh ya? Dengan lo kemarin nemuin cowok itu bukannya secara gak langsung lo ngasih harapan sama dia?"

"Gak gitu Jo."

"Lo lupa apa yang dia lakuin tiga bulan lalu?"

"Gue gak lupa." Kaline menggeleng. "Gak akan pernah bisa lupa kalau dia udah nyakitin dengan cara yang paling gue benci."

"Terus kenapa lo pergi nemuin dia?"

Kaline menunduk. "Karena dia minta gue kasih tahu kenapa gue putusin dia. Gue pikir dengan gue bilang dia bakalan berhenti ngejar."

"Nyatanya, dia malah minta balikan sama lo kan?"

Fauzan datang. Menatap malas mereka berdua dengan wajah malas. "Ini bukan rumah ya, lupain dulu urusan rumah tangga kalian selama di sekolah." Fauzan berjalan acuh melewati mereka berdua.

"Gue tahu, dalam hati, lo berharap Yusuf berubah." Jonathan menggeleng, menatapnya masih dengan tatapan dingin. "Tapi, dia gak bakalan berubah. Sekali seperti itu akan selalu seperti itu. Manusia gak gampang berubah."

Setelah itu Jonatahan melangkah menaiki tangga menyusul Fauzan yang sudah berada di ujung tangga.

Kaline menghembuskan napas. Menatap kepergian Jonathan sambil menyandarkan tubuhnya pada tembok.

"Kenapa?" tanya Flora yang datang bersama Yogi.

Pasangan paling bucin se-SMA Bumi Nusantara datang, seperti biasa bergandengan tangan sepanjang jalan.

"Jonathan tahu gue ketemuan sama Yusuf kemarin." Flora melepaskan genggaman tangan kekasihnya.

"Serius?" Flora heboh. Terlihat cemas. "Dari mana dia tahu. Padahal gue gak bocor sama sekali."

"Dia baca chat gue sama Yusuf."

"Di marah dong?" Flora sebenarnya tidak perlu menanyakan hal tersebut. Ia lalu tersenyum masam. Mengusap pundak sahabatnya dengan gerakan lembut. "Terus sekarang gimana?"

Kaline mengangkat bahu. "Jonathan selalu berlebihan kalau menyangkut Yusuf."

"Tenang aja." Yogi yang sejak tadi diam angkat bicara. "Biar gue nanti coba ngobrol sama Jonathan."

Kaline senang mendengarnya. "Lo emang sahabat gue yang paling baik."

"Eh...." Flora merentangkan tangan di depan Yogi, menghalangi Kaline yang hendak memeluk pria itu karena terharu oleh tawaran bantuannya.

"Jangan harap lo bisa nyentuh pacar gue," ancam Flora. Lebih mirip seperti seorang istri melindungi suaminya.

"Dasar bucin."

***

Upaya yang Yogi lakukan gagal. Yogi menghampiri Kaline sambil menggeleng. Seharian Jonathan menghindarinya. Dia marah. Seharusnya ia tidak bertemu dengan Yusuf. Kemarahan Jonathan selalu menjadi mimpi buruk buatnya.

Namun, Kaline tidak mau menyerah. Sepulang latihan, ia datang ke tempat latihan Jonathan berusaha berbicara dengannya.

Lagi-lagi Kaline diabaikan.

Tapi ia juga tak menyerah. Ia mengikuti kemanapun langkah kaki Jonathan pergi bahkan ikut masuk ke mobil pria itu tanpa disuruh dan duduk di sampingnya. Sampai mobil yang biasa mengantar jemput mereka berdua tiba di garasi rumah Jonathan, pria itu tidak juga berbicara.

"Jonathan kenapa?" Anya—mamanya Jonathan—mencegatnya di pintu masuk. Sama-sama merasa aneh terhadap putra semata wayangnya yang datang dengan wajah cemberut.

Mereka berdua terlonjak bersamaan saat Jonthan membanting pintu kamarnya sangat keras.

"Biasa, marah."

Anya memutar bola mata. "Marah kenapa lagi anak itu?"

"Kaline ketemuan sama Yusuf." Ia memang terbuka pada Anya. Maka dari itu tidak ada kata sungkan untuk mengatakan alasan pria itu marah padanya.

"Marahnya dari kapan?"

"Dari semalem."

Anya mengangguk-angguk, baru mendapatkan jawaban. "Pantesan aja semalem Jonathan pulang banting pintu terus marah-marah di kamarnya."

Anya menarik Kaline duduk si sofa ruang tamu supaya mereka bisa leluasa mengobrol dan merencanakan strategi bagaimana cara mengatasi kemarahan Jonathan.

"Udah coba ngobrol atau jelasin sama Jonathannya?"

"Udah tante. Tapi gak di denger sama sekali. Tante kan tahu sendiri Jonathan kalau marah kayak gimana."

Anya mendelik ke arah tangga tempat terakhir Jonathan menghilang. Geleng-geleng kepala, geram sendiri. "Euhh... seharusnya tante gak nikah sama Om Galih. Nurun kan DNA ngambekannya."

Galih—papapnya Jonathan—panjang umur, baru disebut sudah muncul dari balik pintu dan langsung memprotes istrinya. "Apanya yang nurun? DNA apa?"

Anya sesegera mungkin memasang senyum termanis. Menghampiri Galih dan membantu melepaskan jas kerja suaminya. "Enggak kok sayang." Senyum lebar terukir di wajah Anya.

Kaline menatap geli pasangan suami istri yang selalu terlihat lucu itu. Anya yang blak-blakan dan Galih yang kalem tapi manis. Pasangan yang sifatnya bagai langit dan bumi tapi saling melengkapi.

"Ada apa nih Kaline?" Galih menyerahkan tas kerjanya pada Anya. Duduk di sofa tunggal sambil merenggangkan dasinya. Sementara itu Anya berlalu untuk menyimpan jas dan tas kerja suaminya.

"Itu om, Jonathan ngambek."

"Ngambek kenapa?"

"Itu, Kaline ketemuan sama mantannya, Yusuf." Anya yang baru kembali setelah menyimpan barang-barang Galih yang menjawab.

"Kamu sih, tahu Jonathan sensi banget sama Yusuf malah ketemuan sama orang itu."

Bapak dan anak memang kompak. Kaline mencebik. Seharusnya ia tidak terlalu berharap Galih akan memihaknya.

"Kaline ketemuan sama Yusuf juga buat menyelesaikan apa yang belum selesai. Gak ada niat apapun." Kaline membela diri.

"Bener tuh," sahut Anya cepat. Kaline tersenyum, Anya memang selalu ada di pihaknya. "Kaline melakukan hal yang bener. Yusuf pasti bakalan berhenti ngejar kalau dia udah tahu masalahnya."

Kaline meringis. Boro-boro Yusuf berhenti mengejar, pria itu malah semakin gencar. Malah memintanya balikan tak peduli pada apapun. Tapi, setidaknya sekarang ia harus menyembunyikan hal itu. Jika Anya dan Galih tahu bahwa Yusuf meminta balikan, bisa-bisa ia kehilangan dukungan dari dua orang ini.

"Aha!" Galih tiba-tiba menjentikan jarinya.

Kaline dan Anya menatapnya dengan heran.

"Kenapa om?" tanya Kaline.

Galih tersenyum misterius. Beranjak berdiri, setengah berlari meninggalkan ruang tamu membuat Kaline dan Anya saling tatap. Anya mengangkat bahu, tidak tahu hal apa yang membuat suaminya terlihat seperti orang yang baru disinggahi ide brilian dalam kepalanya.

Hanya butuh sepuluh detik, Galih sudah kembali lagi dan duduk di sofa tunggal, tempat kebesarannya. Meletakan rubik yang warnanya tersusun rapi di atas meja kaca. Kaline dan Anya lagi-lagi saling bertatapan.

Galih menatap Kaline sambil jari telunjuknya menatap rubik di atas meja. "Kamu tahu ini?"

"Rubik," jawab Kaline disertai kerjapan mata bingung.

Galih tampak kecewa dengan jawabannya.

"Emang rubik kan?" Kaline membela diri. Tidak ada yang salah dengan jawabannya, kenapa Galih tampak kecewa.

"Ini kamu bawa sana ke kamar Jonathan." Galih mendorong rubik itu mendekat pada Kaline.

Sekali lagi Kaline menatap laki-laki paruh baya itu dengan tatapan bingung.

"Sana bawa aja."

Kaline ragu-ragu mengambilnya.

"Bilang kamu yang menyelesaikannya."

Sudut bibir Kaline tertarik membuahkan senyuman, sama halnya dengan Anya yang juga baru mengerti maksud dari Galih yang tiba-tiba membawa rubik ke hadapan mereka.

"Udah sebulan Jonathan selesaikan rubik itu tapi gak bisa-bisa."

"Jadi ini rubik yang...." Anya mengambil rubik itu dari tangan Kaline. "Ini yang buat anak kita sebulan lalu uring-uringan gak jelas?"

Galih mengangguk. "Papa udah minta sama karyawan papa buat diselesaikan." Galih kali ini menatap Kaline. "Sana kamu bawa ke Jonathan, bilang kamu yang berhasil menyelesaikan itu. Bohong sedikit mah gapapa. Demi kebaikan kalian juga."

Dengan riang Kaline mengambil rubik itu dan berlari menaiki anak tangga, belok kanan dan berhadapan dengan pintu paling ujung dengan banyak tempelan stiker Barbie, buah-buahan, stiker alfamart, dan masih banyak lagi. Itu Kaline yang menempelkannya sejak masih SD. Dan sepertinya Jonathan terlalu ribet untuk membersihkan semua itu.

Tanpa ragu, Kaline mengetuk pintu itu. Tidak ada sahutan.

"Oke, Jo. Gue bakalan menerobos masuk kalau lo gak mau buka pintunya buat gue."

Tanpa memperdulikan kekurangajarannya, Kaline mendorong pintu itu perlahan. Dan...

"Aaaa!!" Jonathan yang hendak memakai baju berteriak sambil mundur ke pojok ruangan.

"Bilang dulu kalau mau masuk." Jonathan menutupi tubuh bagian atasnya dengan kaos merah yang hendak di pakainya.

"Gue udah ketok tapi gak ada jawaban."

"Kalau gue lagi telanjang bulat gimana."

"Ya gak gimana-gimana. Udah sering kok lihat lo telanjang. Kita kan sering mandi bareng pas SD," jawab Kaline acuh tak acuh.

Jonathan malah terlihat semakin tidak nyaman. "Itu kan dulu." Teriak Jonathan.

"Apa bedanya?"

"Sekarang beda lah. Gue udah dewasa."

Kaline menyemburkan tawanya, tak kuat mendengar Jonathan menyebut dirinya sudah dewasa.

"Malah ketawa." Jonathan tidak lagi malu, tanpa memperdulikan Kaline yang masih berdiri di depan pintu ia memakai kaos merahnya. Berjalan sedikit lalu duduk di tepi ranjang.

"By the way, perut lo makin kotak-kotak." Kaline mengangkat jempol kanannya. "Keren."

Jonathan menggarut tengkuknya. Merasa malu dengan pujian tersebut sampai tidak sadar wajahnya memerah.

"Mau ngapain ke kamar gue? Gak inget gue masih marah."

"Gak lo bilang lagi marah pun gue tahu lo marah." Kaline tersenyum amat manis. Mengeluarkan benda yang sejak tadi ia sembunyikan di belakang punggungnya. "Ini."

Mata Jonathan berbinar. Namun detik berikutnya ia bedehem, mengatur kembali raut wajahnya. Ia merasa kesal melihat pria itu mati-matian bersikap dingin di depannya.

"Apaan itu?" tanya Jonathan. Terlihat sekali dia berusaha keras bertanya acuh tak acuh.

Kaline mendengus, menghampiri Jonathan dan duduk di sampingnya. "Gue di suruh papa lo ngasih ini dan bilang kalau gue yang berhasil menyelesaikan ini."

Jonathan menggigit bibir. Mati-matian menahan tawa. Kaline memang sengaja mengatakan rencana Galih membohongi Jonathan untuk membujuknya. Dan lihat kan, daripada ia berbohong, dengan jujur ia justru berhasil membuat Jonathan mati-matian menahan tawa dalam waktu kurang dari satu menit sejak ia masuk kamar.

"Lo disuruh papa buat bohong?"

Kaline nyengir. "Habisnya lo kalau marah gak bisa dibujuk."

"Jangan pernah coba buat gak jujur karena sekali gak jujur lo bakalan terus melakukannya."

"Gue juga kan udah jujur."

Jonathan merangkul bahunya, menarik Kaline ke dalam pelukan pria itu. "Kerja bagus. Gue gak mau lo jadi pembohong. Cukup lo bohongin gue kemarin waktu lo ketemu Yusuf."

"Kan gue gak bohong. Gue cuma gak bilang aja."

Jonathan diam. Mencerna apa yang ia katakan, dan bungkamnya itu karena yang Kaline katakan memang benar.

"Gak marah lagi kan?" Kaline mendongak.

"Mau chicken wings gak?" tanya Jonathan. Saat itu juga Kaline tersenyum lebar.

Kalau Jonathan sudah menawarkan makanan, itu artinya dia sudah tidak marah lagi. Dengan senang Kaline mengangguk. Memangnya siapa yang akan menolak saat ditawari makanan, gratis lagi.

***

Alhamdulillah udah gak ngambek lagi
Btw, gemes banget sama Kaline di surug bohong malah jujur wkwk

Tapi itu lebih baik.
Guys jangan coba-coba buat bohong ya. Untuk alasan apapun jangan, kecuali jika itu menyangkut nyawa seseorang wkwk
Ih beneran tahu

Gue deg degan pas Jonathan bilang "Jangan pernah coba buat gak jujur karena sekali gak jujur lo bakalan terus melakukannya."

Hati aku rasanya hangat wkwkwk nyess

Baca terus cerita ini ya
Baca juga Unfairness karena cerita itu bentar lagi tamat. Aku ramal bakalan tamat minggu ini

Terima kasih sudah membaca

Follow ig

Iistazkiati
_flowerflo

Salam hangat
Iis Tazkiati Nupus
060519

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top