What do You Want From Me?
"𝙈𝙖𝙮𝙗𝙚 𝙮𝙤𝙪'𝙧𝙚 𝙧𝙞𝙜𝙝𝙩, 𝙢𝙖𝙮𝙗𝙚 𝙩𝙝𝙞𝙨 𝙞𝙨 𝙖𝙡𝙡 𝙩𝙝𝙖𝙩 𝙄 𝙘𝙖𝙣 𝙗𝙚. 𝘽𝙪𝙩 𝙬𝙝𝙖𝙩 𝙞𝙛 𝙞𝙩'𝙨 𝙮𝙤𝙪, 𝙖𝙣𝙙 𝙞𝙩 𝙢𝙚?"
.
.
.
.
W.D.Y.W.F.M
"Maybe we'll fight 'til it move us along."
Pairing: Norton Campbell x Reader
Genre: Slice of life (Mature genre)
Rating: R-21+
Note: Fanfiksi ini terinspirasi dari video yang tertera pada bagian media, disarankan untuk membaca oneshot sembari mendengarkan lagu di atas. Fanfiksi ini mengandung kekerasan, toxic relationship, BDSM & topik sensitif. Be a wise reader!
.
.
.
Jika saja aku tidak menghirup wangi tidak menyenangkan dari asap rokok melalui mulut wanita itu, mungkin saja diriku tak akan menggeram dengan sensasi amarah yang bergejolak; mengingat seberapa besar kenangan buruk tentang bau asap dari indra penciuman setelah api menciptakan teriakan melengkung penuh derita bertanda kematian. Rasanya ingin berteriak untuk meminta berhenti, tetapi egoisme ini tidak bisa mengalahkan egoisme seseorang yang mengambil peran mengendalikan. Kain panjang berwarna hitam terikat kencang pada sekitar indra penglihatanku untuk membutakan, begitu juga tali rantai yang menyatukan kedua pergelangan tangan pada belakang punggung. Dipaksa berlutut guna berhadapan dengan sosok lawan jenis tanpa rasa simpatik selain menduduki sofa dengan kedua kaki menyilang; menghisap batang rokok dan kuyakini menatap rendah diriku seperti seekor anjing liar. Ia mendengus geli, dengan sengaja menghembuskan asap rokok kencang menuju arah bawah di mana kedua sikut kaki berpijak.
"Be a good boy for now." Wanita tersebut mendengus geli, di mana diri bisa merasakan ujung dari high heels yang ia kenakan mulai menyentuh bawah daguku--- mengarah wajahku secara paksa agar mendongak. "Attention. On. Me. Weak is the only option for you."
Benar. Wanita ini benar. Sosok bernama [Full Name] sangat tahu bagaimana cara membuatku lemah dan tidak berdaya, saat asap tersebut kuhirup: maka trauma dan rasa bersalah bergejolak secara keji mengacak kondisi hatiku. Jika saja orang-orang tersebut tidak terjebak dan mati mengenaskan, mungkin rasa bersalah bisa berkurang hingga menyelamatkanku dari waktu kelam berkepanjangan ini. Tetapi saat kuketahui kedua orang tua dari sang wanita menjadi korban atas kekacauan yang kubuat--- aku tidak ada pilihan lagi selain menyerahkan diri demi pengampunan menyedihkan. Atau lebih tepatnya, menjebakku dalam dunia ironi yang jauh lebih parah.
"For who you must obey?"
Suara tersebut berbisik jahil selagi ujung kaki semakin bergerak naik dengan gerak agak kasar dan mendadak. Diriku sendiri sedikit menggigit bawah bibir sebelum membuka suara sebagai respon tidak menyenangkan, tetapi segera kuhilangkan karena permainan ini akan menjadi jauh lebih sulit jika kulawan dengan cara tidak berguna. Suara tersebut memikat namun mematikan, apa yang kucintai dari sosok di depanku adalah bagaimana ia memberikanku afeksi melalui tindakan menggoda.
"You."
Wanita tersebut mendengus, ujung kakinya terasa berpindah hingga berakhir mendorong kasar bagian keningku ke arah belakang. Dan saat kualami-- sebenarnya diri ini refleks tahu kesalahan apa yang kuperbuat; selayak seekor anjing dengan naluri uniknya, mengetahui jelas kesalahan tepat di depan majikan.
"Louder." Suara amat tegas dan mengancam, membuat kedua telapak tangan ini sedikit mengepal. Jika seseorang tahu dengan rasa benci dan cinta bercampur menjadi satu, maka mereka akan merasakan hal sama sepertiku sekarang.
"You. Only you." Suara kukencangkan walaupun terdengar serak, mungkin saja efek dari minuman yang ia suguhkan kepadaku pada sebuah mangkuk cukup besar. Meminumnya seperti bukan manusia-- meneguk secara terpaksa setelah ia mengurungku di dalam ruangan tanpa akses apa-apa sebagai jalur keluar masuk udara. Bahkan dengan keadaan sama, punggung ini harus membungkuk agar mulut dapat meraih. Ya, benar-benar seperti seekor anjing.
"Right, thats right! My Lovely one." Anehnya saat balasan itu memberikan sirat senang, hati ini perlahan ikut pula merasakan demikian. Seperti aku sudah gila, tetapi aku berharap ekspresi [Name] sama senangnya dengan suara yang ia perdengarkan. "Norton Campbell. I just love how you still hold your own burden and being so helpless until now."
Ia terkekeh, pada akhirnya menjauhkan ujung kaki dari permukaan kening. Beberapa detik kemudian, bisa kurasakan sebuah sentuhan dari jemari mulai membelai lembut bagian pipiku; membuatku tenang dan merasa aman. Kentara [Name] membungkuk agar tangan dapat meraih. "You just want some mercy for yourself. But your sins-- you know, right?"
Nada tersebut mendadak berubah menjadi nada yang tidak menyenangkan untuk didengar, merasakan jemari tersebut terlepas hingga berakhir menggantikan afeksi sentuh menuju kekerasan saat ia menamparku cukup kencang, membuat diri mengerang seiring wajah menoleh menuju arah tamparan karena sama sekali tidak menduga-- berakhir tidak menahan karena dengan mudah lemah berkat tindakan manis tersebut. [Name] tertawa; bahkan mungkin saja anjing asli lebih ia perlakukan jauh lebih baik dan manusiawi. Apa diriku lebih rendah dari itu? Hingga di bawah kesadaranku, sesuatu yang ia masukkan ke dalam cairan minum tersebut mulai membuat tubuhku memanas-- kedua tangan dan kaki bergerak, merasa sangat resah seakan hendak melepaskan diri.
"Dosa yang tidak bisa dimaafkan, kau tahu, kan?" [Name] berbicara dan sangat kutahu ia menyadari perubahan pada reaksi tubuhku. Diriku kembali mengerang selagi menahan kedua tangan agar tidak sembarang berbuat sesukanya untuk melepaskan diri dengan kehendak bebas. Tubuh di balik kemeja hitam mulai berkeringat, efek yang jauh lebih parah daripada efek dari pengaruh alkohol. "Jika sudah, dirimu tidak ada pilihan selain menuruti dan menyerahkan diri. Kau akan dipenjara sekalipun berusaha membunuhku guna terlepas dari tempat ini. Tidak menginginkan hal itu? Di sinilah tempat pengampunan sementaramu berada."
Tidak, bahkan dengan kedua tanganku ini, aku tidak bisa membunuhnya.
"Ugh." Tubuhku semakin lama semakin kehilangan kendali karena terkurung dalam batasan gerak, menelan saliva berkali-kali selagi panas merasuki hingga mengganggu akal sehatku dalam menahan diri. Tetapi saat bunyi tali rantai terdengar-- pada saat itu juga diriku sadar bahwa tubuh ini sudah lebih dulu terhentak ke depan di mana sosok sang wanita. Tetapi, demi tuhan, bukan untuk menyerang karena rasa tidak suka.
Aku menginginkannya. Walaupun ia mempermainkanku beberapa kali. Persetan dengan segalanya, apa yang kuinginkan sekarang bukanlah apa yang ia katakan; tentang keluar dari tempat ini. Touch and feels her, freely losing control same as an animal that being on heat without hesitation.
"Whats the matter?" Suara simpatik yang dibuat-buat olehnya membuat diriku semakin menggila. "Tampaknya sesuatu sedang menahanmu sekarang. If you know that, you already know what thing you must do, right?"
Aku tahu.
Aku sangat tahu.
Walaupun napas ini sudah tidak lagi beraturan selagi panas seakan membuatku semakin haus. Diriku tampak masih memiliki harga diri terpendam sebagai seorang manusia, tidak jauh dari keinginan tentang kepenuhan manusiawi, tetapi [Name] sama sekali tidak memberikan ruang untukku. Mungkin memang benar, ia menganggapku jauh lebih parah daripada seekor anjing. Tetapi apakah ia membenciku dengan siratan mencintaiku walaupun karena keinginan seksual saja? Maka saat kurasakan kaki tersebut melangkah, bisa kurasakan eksistensinya kini berada di belakangku; keheningan menguasai situasi sementara sampai di mana ujung kaki tersebut lagi-lagi mendarat pada tengah selangkanganku-- menekan dan mempermainkan depan kemaluanku yang masih terbalut oleh pakaian. Membuat kedua tangan semakin heboh menggertak seiring menggerang panjang.
"Say it." [Name] berbicara tegas, walaupun mulut menahan erangan saat ujung kaki tersebut memberi gerak memutar. Membuatku tanpa sadar dan dengan mudah, melewati fase pre-cum. "Louder and clear. After that, I will break this chain."
Janji tersebut menggerakkan hawa nafsuku lebih dahulu daripada sebuah akal sehat; membayangkan seberapa menyenangkan saat rantai ini dengan baik hati dilepas malah membuat harga diri yang kupertahankan begitu saja hilang tersapu oleh pesona mematikan. Orang-orang bisa saja mengatakannya sebagai buta cinta, tetapi diriku lebih menganggap wanita ini adalah malaikat bercampur iblis yang akan menghakimi bersamaan memuaskan. Berhasil mengontrol dengan mempermainkan rasa bersalah, tetapi begitu juga menaklukan dengan kecantikan memikat. Jikalau diriku datang dengan damai; aku pun akan menyadari bahwa diriku tetap jatuh kepadanya.
"I want you." Sial. Kenapa suaraku terdengar begitu lirih? Tetapi karena suara ini terdengar kencang dan jelas, dengusan geli dari indra penciuman [Name] memberikan respon cukup baik. "I will satisfied you very well. So, please, let me free. I want you ... Very much, [Full Name]."
Seluruh badanku hampir mati rasa saat rasa resah ini terus menumpuk dan bergejolak, napas masih terengah-engah, begitu pula mengerang saat daerah kemaluanku semakin menegang setelah sentuhan tidak cukup dari sang wanita. [Name] benar-benar sengaja melakukannya, membuatku berada di titik paling lemah, dan tawaan yang lebih terbahak itu justru membuatku semakin mengakui kemenangannya. Jika dipikir-pikir, apakah benar bahwa diri ini tidak pernah mencoba? Mencoba untuk memuaskannya walaupun berada di bawah hawa nafsuku sendiri. Tetapi tatapan saat ia menerima segala kepuasan manusiawi dari tangan dan perlakuanku, di sanalah ia seakan menghinaku dengan desahan geli.
"Good boy."
[Name] menerimanya dan sesuai dengan janji itu, ia lebih dahulu melepas ikatan kain pada sekitar indra penglihatanku--- mengekspos lebih jelas luka bekas bakar pada sekitar setengah wajah atas, membiarkan kedua mata ini membiasakan cahaya walaupun ruang hanya diterangi oleh lampu meja kamar. Maka saat dada ini terasa kembang kempis selayak hampir kehabisan napas, pada saat itu juga kurasakan kedua tangan tersebut menjahiliku dengan mengusap permukaan pipi, menuju leher, melakukan eksplorasi ke daerah bahu--- hingga pada akhirnya melewati permukaan kulit tangan dan berakhir berkutik dengan tali rantai yang menjebakku selama beberapa jam.
Maka saat tali rantai tersebut terasa longgar, diriku tidak lagi mengikuti apa yang dinamakan kontrol--- melepas paksa dengan menggeratkan lalu menghentakkan kedua tangan, beralih bangkit dengan tenaga yang tertahan sedaritadi, memutar balik tubuh dengan napas masin terengah-engah, sebelum pada akhirnya menerjang keberadaan [Name] tanpa berpikir panjang. Membuat tubuh sang wanita bergerak mundur pula secara paksa hingga punggung membentur permukaan dinding yang tidak jauh dari keberadaan kami.
"Agh!" [Name] sedikit berteriak, mungkin saja terkejut dan merasakan agak kesakitan karena benturan tadi. Tetapi suara tersebut terganti oleh desahan saat diri ini begitu saja langsung menyerang lehernya; memendamkan wajah seiring mulut mulai menjilat, menghisap, begitu pula sedikit menggigit. Salah satu tangan mengurung areaku dengan sang wanita dengan cara menyentuh permukaan tembok dan satu tangan lagi secara kasar menarik lepas setengah kancing kemeja, kentara tidak sabar saat sensasi panas sudah merasuki semenjak tadi.
"Nor---" Suara tegas itu secara kurang ajar kuhentikan saat mulut ini berpindah untuk menerjang kedua bibir sang wanita, mengecup dan menyerangkan dengan lahapan bergairah, memaksa ruang agar lidah dapat melakukan eksplorasi dengan erangan menggairahkan. Tidak bermaksud untuk melawan, tetapi lebih berkehendak berfokus--- membuktikan bahwa diri ini tidak lebih rendah daripada seekor anjing.
Aku mulai semakin kehilangan kendali atau mungkin inilah tindakan benarku dalam memberitahu kepadanya, meraba seluruh tubuh sang wanita yang masih terbalut dress merah marun, menghafal lebih jelas lagi bentuk tubuhnya hingga kedua tangan ini berakhir menuju bawah; menurunkan celana dalam [Name] dengan cara menaikkan terusan tersebut ke atas, lalu berakhir mengaitkan jemari pada kedua sisi sebelum menurunkannya ke bawah. Sama halnya denganku-- kedua tangan ini sibuk melepaskan milikku seiring mulut berakhir melahap bawah dagu milik [Name]. Sang wanita tampak tidak melawan selain mendecak kesal, kedua mata ini melirik dan mendapatkan kedua kelopak tersebut tertutup rapat dengan ekspresi frustasi.
Apakah diriku menang?
Aku tidak memikirkannya lebih jauh karena diri ini lebih berfokus mengikuti hawa nafsu, merasakan kepemilikanku yang telah bebas tampak masih sangat tegang--- tidak memberi aba-aba atau memberitahu saat penisku memasuki lubang sang wanita dengan satu hentakkan; membuat [Name] mendongak bersamaan teriakan bercampur desahan memenuhi ruangan. Diriku sendiri menggeram panjang, tidak memberi fase pelan sama sekali, bergerak keluar masuk dengan kecepatan kencang, membuat mulut seorang [Full Name] memberikan desahan kencang dan berulang. Bisa kurasakan kedua kakinya bergemetar, membuat kedua tangan menahan kedua sisi pinggul sang wanita.
Ia menikmatinya.
Begitu pula denganku.
Maka saat daerah vaginanya begitu saja menyempit, diriku amat tahu bahwa ia mencapai klimaks bahkan tidak dengan tanda karena kecepatanku ini. Membuat mulut ini mengerang lebih panjang, mendadak berhenti untuk melewati fase 'melepaskan' seiring menenggelamkan wajah pada bahu milik [Name]
Ah.
Diriku diam-diam sedikit menyeringai, merasakan debaran pada dada milik [Name] saat depan tubuh kami saling membentur. Ya, malam ini akan terasa jauh lebih panjang, dan diriku akan menerima apa yang akan terjadi esok hari. Bayaran atas kehilangan kendali, tetapi mendapatkan kekalahan dari reaksi sang wanita di mana ia menikmati hubungan seksual denganku. Ya, hari ini adalah perdana, tetapi aku berjanji akan melakukannya untuk lain waktu.
Ia bisa membuatku tidak berdaya dengan menyakitiku.
Tetapi diriku bisa membuatnya tidak berdaya dengan kehilangan kendali ini.
'So ... What do you want from me, [Full Name]?'
End.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top