7 |

Takuya dan Yoga berdiri bersisian. Terkadang duduk di salah satu kursi yang berada di sisi ruangan. Terkadang juga berputar. Berjaga-jaga para pemilih berbuat curang. Mereka adalah tim sukses sekaligus pengawas. Mereka bertugas menjaga jalannya pemilihan osis tetap bebas, jujur, adil, dan aman. Sebelumnya mereka juga mengecek kotak suara. Takut-takut kotak suara sudah ada yang mengisinya. Akira sebagai ketua pelaksana, mendampingi mereka.

Tak ada kendala saat pemungutan suara hingga acara berakhir. Saat-saat tegang akan di mulai, waktunya perhitungan. Luna menjadi sekretaris, membantu menuliskan suara yang masuk. Akira menghitung dan mengecek keabsahan suara yang diterima. Lantas menunjukannya kepada saksi.

Beberapa kali, Rigel mengungguli. Tetapi beberapa kali juga Candra menyamakan suara. Luna mulai khawatir.

Dan hasil akhir, Candra unggul 10 suara. Semua bertepuk dan memberi selamat kepada Takuya, sebagai perwakilan. Karena para calon ketua osis dilarang untuk berada di sekitar ruangan. Begitulah kebijakan Komisi Pemilihan Sekolah.

Yoga bediri, mengebrak meja membuat orang terkejut. "Gue tahu ini pasti ada kecurangan!" semua tertegun mendengarnya. akira maju menanggapi. "Curang gimana? Kamu sendiri liat kan jalannya proses pemilihan sampai pengutan suara?" cowok itu menggeleng tak terima.

"Mana mungkin anak IPS bisa menang dari anak IPA? Sejak sekolah ini didirikan, yang jadi ketua OSIS selalu anak IPA. Nggak ada sejarahnya anak IPS jadi ketua osis!" Yoga menatap sinis pada cowok jangkung di sebelahnya. Luna tak menyangka, cowok itu akan meledak seperti ini. padahal kelakuannya di kelas rada aneh, nggak beda jauh dengan Candra. Tetapi Yoga lebih menyebalkan, bukan seperti Cndra yang konyolnya menyenangkan.

Takuya tersulut, dia maju ke depan menghadap Yoga. "Lo ada masalah apa, sih sama anak IPS? Jangan pukul rata jurusan IPS dengan perspesktif lo yang dangkal, ya!" Yoga melengos, napasnya memburu. Kemudian ia bergegas pergi meninggalkan ruangan. "Anjirlah!"

Luna mengusap bahu Akira pelan, jarang sekali mendengarnya mengumpat selama setahun ini mereka berada di bawah naungan organisasi yang sama. MPK. Majelis Perwakilan Kelas. "Kamu pasti tersinggung, kan? Sudahlah abaikan saja dia. Aku minta maaf sebagai perwakilan anak IPA." Luna melihat Akira menggigit bibir bawahnya dengan gemas. "Kmu nggak usah minta maaf. Kamu nggak salah. Kamu nggak pernah rendahin kita."

Akira menatap Takuya meminta persetujuan. "Hooh, ngapain minta maaf, sih? Yang berbuat, kan dia. Lo nggak berhak minta maaf."

Luna menunduk, menatap ujung sepatunya yang sepertinya lebih menarik dari kedua cowok mempesona di depannya. "Aku ngerasa nggak enak."

"Biar enak, gimana kalau aku tlaktir makan siang?" Mata kecilnya berbinar. Siapa, sih, yang nggak tergiyur dengan sogokan makanan? "Ayok!"

Dari belakang, Takuya menggeplak kepala Akira yang memunggunginya. "Makan siang, sekarang udah mau sore, bambang!" Akira mengaduh.

"Biarin! Sirik ya? Kasian yang pacarnya nggak masuk!" Takuya sudah mengangkat tangannya, hendak memukul Akira lagi. "Lho, Rista ada di kelas, kok!"

Akhirnya manusia tinggi itu hanya mendorong kening Akira. "Dasar sok tahu!" Luna menggeleng melihat interaksi dua cowok langsing itu. ia berbalik hendak membereskan alat tulisnya, namun suara Takuya kembali mengejutkannya. "Susu lo tumpah tuh, hati-hati!" Ia mendelik mendengarnya.

"Eh, di kasih tau malah disinisin. Gimana, sih cewek lho nggak peka!" Takuya hendak menggeplak Akira, sebelum cowok itu berinsut mundur. "Dahlah nggak asik, gue balik aja, mau jemput ayang."

"Dia mah gitu, kebanyakan main sama Shin dan Iching jadi agak mesum dan slengean. Nggak keliatan juara kelasnya, deh." Luna terkekeh mendengarnya. ia ingat betul, Takuya sering dipanggil saat pembagian rapot untuk mengambil tropi menghargaan. Setiap semester selalu begitu.

"Tuh, hampir saja!" Akira menahan karton susu rasa vanila milk Luna yang hampir tumpah pada kertas-kertas yang sedang Luna bereskan. Sepertinya susu tersebut bertumpu pada salah satu kertas yang ditarik Luna. "Ah, makasih."

Mereka tinggal berdua. Anggota KPS sudah membubarkan diri, Takuya juga sudah keluar ruangan tadi. Luna memasukan kertas-kertas tadi ke dalam tas. Lalu menyandangnya.

"Ayok!"

...

Senin, 11 November 2019

Waktu pembaiatan.

Satu persatu siswa di panggil oleh kepala sekolah beserta jabatan yang diampu. Mereka berdiri di tengah lapangan menghadap wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang kini wajahnya tertutupi map batik. Membacakan surat keputusan.

Semua siswa yang di panggil namanya sudah berkumpul. Kepala sekolah maju, membacakan sumpah jabatan kepada ketua dan pengurus osis masa khidmat 2020. Mereka mengukuti ucapan kepala sekolah dari pembacaan sahadat hingga penutup.

Luna berdiri di barisan paling belakang. Ia mengernyit mendengar beberapa sumpah yang terasa ganjil dan berbeda dari tahun-tahun sbelaumnya. Menyadari orang yang berada di sbelahnya Akira, ia menyenggol cowok langsing itu, "Kok, aneh, ya, sumpahnya?"

Cowok itu mengerucutkan bibirnya sedikit, alisnya menukik. Mencoba mencerna apa yang Luna ucapkan. "Yang mana?" Sumpah belum usai, dan sepertinya Luna enggan mengikutinya. "Denger aja sendiri."

"... dan apabila saya dinyatakan melanggar sumpah, maka saya dengan ikhlas di proses di depan publik." Ganjil, bukan? Kenapa terdengar seperti kepala sekolah berharap diantara kami akan melakukan pelanggaran?

Dan sejak hari pembaiatan itu, Luna selalu merasa ada yang mengikutinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top