Oriza ~ I Remember

Menyebalkan! Tarendra menyebalkan!

Nggak paham banget  jadi cowok. Kalau tampangku udah modelan begini, dengan pipi  mengembung. Bibir udah maju lima senti berarti aku lagi kesal. Kesal setengah mampus mendengar ceritanya tentang dua cewek yang berusaha menarik perhatiannya.

Namun lihatlah laki-laki yang duduk di sampingku ini. Yang mengaku sebagai pacar pengertian seantero Batam. Yang katanya cintanya ke aku itu berlapis-lapis, ngalah-ngalahin lapisan wafer tango, tapi semua itu bohong.

Iya bohong!

Kalau benar cintanya berlapis nggak akan dia dengan bangga dan jumawa menceritakan padaku tentang dua orang manusia berjenis  kelamin perempuan yang tengah mencoba mencari perhatiannya.

Tak akan dia semangat menceritakan semua itu padahal cewek cantik disampingnya sudah meledak ingin marah tapi tak bisa karena masih sempat mikirin image.

Ya kali aku ngamuk-ngamuk cemburu di tempat ramai seperti ini. Malu dong. Cemburu sih boleh. Tapi otak harus tetap pada tempatnya. Jangan gara-gara cemburu aku mempermalukan diriku sendiri. No. Itu bukan aku. Bukan Oriza!

Aku itu dalam kondisi apapun selalu stay cool. Selalu cuek, padahal hati panas membara.

"Aku sih cuek aja Za. Nggak peduli lah sama mereka. Apalagi ..." Tarendra masih saja melanjutkan ceritanya.

Kuambil hape yang ada di depanku. Mengutak-atik sebentar, mencari aplikasi apa sekiranya yang bisa membuatku sedikit teralihkan dari ocehan Tarendra.

Bodoh lah dia menceritakan siapa. Mau Lara atau rekan kerjanya. Aku nggak mau dengar. Mending aku dengar yang lain aja. Tapi apa ya?

And taraa otakku memberi instruksi, liat klip video di YouTube sepertinya boleh juga.

Kugerakkan jari lentikku di atas Smartphone pintar pemberian pak Salim, membuka aplikasi YouTube kemudian mengetikkan di kolom pencarian nama penyanyi yang ingin kudengar.

Mending dengerin lagu daripada dengerin Tarendra berkisah tentang cewek lain.

Kuambil earphone yang memang selalu kusiapkan di dalam tas lalu memasangkannya di telingaku. Ngoceh-ngoceh deh sana! Batinku.

Tiba-tiba salah satu earphoneku terlepas. Tarendra  melepaskannya.  "Orang lagi ngomong tapi diabaikan. Nggak sopan namanya itu!" Tegurnya.

Aku cemberut sembari melepas sebelah lagi earphoneku, aku menjawab, "Malas dengerin ocehan kak Ren."

"Lah tadi yang pengen tau hariku siapa? Kamu kan?"

Memang sih tadi aku yang bertanya tentang harinya. Tapi kan nggak harus dia menceritakan tentang para wanita yang terpesona padanya. Di skip aja gitu.

Eh, tapi dia harus cerita. Karena keterbukaan diperlukan dalam hubungan kami. Tapi, tapi, kalau dia cerita akunya suka panas dan cemburu. Aduuh, gimana sih ini.

"Za sih," jawabku. "Tapi kak Ren nggak asik. Ya kali ngomongin cewek lain di depan muka Za. Kesel tau dengernya." Sewotku.

"Nah itu. Nanti kalau aku nggak cerita kamunya bilang aku nggak mau share keseharianku. Bilang kalau aku suka main rahasia-rahasian."

Aku memang plin-plan gitu jadi orang. Kalau Tarendra nggak mau cerita aku suka kesel gitu. Kubilang dia nggak percaya sama aku. Nggak serius. Banyaklah kata-kataku yang menyudutkannya.

"Ya nggak semangat gitu juga kali ceritanya." Aku cemberut.

Tarendra terkekeh melihat ekspresi wajahku. Menarikku mendekat, dan mengecup puncak kepalaku. "Aku semangat kan karena duduk di samping kamu. Coba kalau duduk sama yang lain, nggak bakal se-semangat ini." Bertubi kecupan di daratkannya di puncak kepalaku.

"Gombal!" Ucapku, tapi pipiku memerah karena perlakuannya. Gimana nggak merah nih pipi, orang-orang pada ngeliatin kami. Tarendra sih, hobi banget umbar kemesraan di tempat umum.

"No gombal-gombal ya, Za. Beneran ini." Ucapnya tepat di telingaku. Membuat aku merinding.

Kujauhkan kepalaku dari Tarendra. Lalu kutatap dia dengan mata menyipit. "Tapi Za nggak suka Kak Ren bahas cewek lain semenggebu itu. Bikin tanduk Za mau keluar aja buat nyakar muka kak Ren."

"Uluuuh, cinta banget sih sama aku sampai kesel gitu pas diceritain." Dia mengusap-ngusap rambutku. "Seneng banget sih di cemburuin kamu." Ucapnya seraya mencium pipiku.

"Suka banget deh cium-cium depan umum!" Kesalku.

"Kalau pas dua-duan kemungkinan khilafnya lebih besar." Ucapnya disertai cengiran.

Aku melotot. "Iyuuuh. Pikirannya, pasti ke kiri terus, mesum!" Omelku.

Tawa Tarendra merebak, tangannya mengusap rambutku gemas. "Jadi gimana? Masih lanjut nggak nih cerita yang tadi?" Tanyanya.

"Males." Jawabku menahan tangannya yang sekarang mulai mengusap pipiku.

"Nanti kamu penasaran loh nggak tau action ku buat ngadepin dua cewek itu." Pancingnya.

"Bodo!"

"Beneran ini? Nggak penasaran kan?" Dia sok-sok an bertanya. "Tapi nomor si Lara udah aku blokir kok Za. Trus rekan kerjaku itu udah kukasih tau kalau aku udah punya..."

"Auk ah, Kak Ren nyebelin." Potongku.

Tarendra tertawa, "Kan kamu tadi yang tanya." Ucapnya disela tawa.

"Za emang nanya, tapi nggak usah detail gitu nyeritainnya." Sunggutku. "Bangga banget banyak yang ngefans."

"Oh, pastinya. Dan kamu harus berbangga diri karena cowok yang banyak digilai wanita di luaran sana, mentoknya cuma sama kamu. Bocah pocky menggemaskan." Lagi dia menciumku. Dan kali ini tepat di sudut bibirku.

Aku mendelik marah. "Nggak usah cium-cium, Za masih kesal ini!" Sunggutku.

Tarendra tak mengindahkan ucapanku. Dikalungkan lengannya di pundakku, merangkulku. "Jangan jutek-jutek ah. Bikin gemes aja!" Ucapnya.

Kupukul pahanya gemas. Laki satu ini kadang mulutnya harus disumpal bibir biar bisa diam.

"Tangannya jangan piknik ya Za." Bisik Tarendra.

"Mesum kronis ih!" Kulepas paksa tubuhku dari rangkulan Tarendra. Suka kumat dia kalau dikeramain.

Setelahnya kami sibuk membicarakan tentang kuliahku yang melelahkan. Dan sekali-kali Tarendra masih suka mencuri cium tanpa peduli kondisi Cafe yang kami datangi.

***

Tarenda : Kamu tau nggak ini gambar apa, Za?

Sebuah pesan beserta gambar dari Tarendra masuk dalam ruang chat ku.

Me : Pocky

Kuketik jawabanku.

Tarendra : Kamu tau nggak Za kalau Pocky itu ada 20 varian rasa?

Apaan sih nih orang. Pertanyaannya nggak penting banget.

Me : Lagi nggak ada kerjaan ya? Absurd banget sih pertanyaannya.

Tarendra : Tau nggak?

Dia menuntut jawaban dariku.

Me : Nggak tau. Kenapa emang?

Jujur aku menjawab. Nggak penting juga sih Pocky punya berapa rasa. Aku bukan penggila Pocky seperti Luna. Tapi kalau ada yang membelikanku beragam rasa Pocky, pasti kuterima dengan senang hati.

Tarendra : Dari 20 rasa, yang kamu tau berapa rasa?

Aduuh, gaje banget sih pertanyaannya. Tapi kalau nggak dijawab dia pundung. Aneh emang orang satu ini!

Malas-malasan kuketik jawabanku.

Me : 2, Coklat sama strawberry. Kenapa sih? Za, mau tidur nih, nanti ada kuliah malam.

Ya kan, aku lagi siap-siap bocan karena siang ini nggak ada kuliah di Poltek.  Eh dapet chat gaje dari pacar tersayang. Dan chatnya bikin kantukku hilang, sial emang, nggak bisa stok energi buat kuliah malam jadinya.

Tarendra : Diantara dua itu kamu suka rasa apa?

What? Masih aja nanya pertanyaan nggak penting ini. Sehat nggak nih orang? Lagi demam kayaknya.

Me : Ra sah mbayar. Ada nggak?

Tarendra : 😐

Tarendra : Yang jelas Oriza!

Huh! Nyebelin. Tarendra sudah kayak pak Salim lagi kesal aja gayanya.

Me : Jelas banget kan itu. Za suka  pocky yang nggak usah dibayar. Ada nggak? Kalau ada Za mau dikasih 20 Pocky. Tapi kalau nggak ada, rasa coklat aja!

Tarendra : why coklat? Kenapa nggak strawberry aja?

Ihh, orang ini. Suka-suka aku lah sukanya rasa apa. Banyak tanya banget sih.

Me : suka aja.

Me : Ih, kak Ren kurang kerjaan banget sih😣

Tarendra : kenapa coklat?

Tarendra : jawab!

Ihh, main perintah-perintah dia. Untung jauh. Sempat dia ada di depanku sekarang kucubiti itu badannya. Bikin kesel banget!

Me : coklat itu bikin nagih.

Tarendra : jawaban apa itu?

Me : lah, tadi nanya. Dan itu jawaban Za.

Tarendra : Bukan karena coklat itu menimbulkan rasa rindu ya? Apalagi rindu sama yang ngasih.

Me : Kak Ren kok ada bunyi jangkrik ya di sini. Krik krik krik. Garing euyyy, hahaha.

Tarendra : Pocky yang kamu ambil dulu rasa coklat loh Za.

Tarendra : makanya kamu kangen terus sama aku.

Apa katanya? Dasarlah laki satu ini. Pedenya kebangetan.

Me : semua rasa itu punya makna masing-masing. Bahkan green tea yang rada pahit pun juga gitu. So, jangan kepedean deh 😐

Tarendra : Ok ini kode banget nih minta dikirimin Pocky semua rasa.

Tarendra : 20 Pocky untuk Orion Zada Salim yang telah merebut hatiku.

Me : 😌😌

Tarendra : Seriusan. Aku kirim 20 pocky ke rumah kamu. Jangan tidur dulu. Bentar lagi kang ojeknya datang itu.

Tarendra : Daah bocah kecil kesayangan aku 😘😘

Udah gitu aja. Nggak ada chat lagi dari Tarendra. Absurd kan cowok satu itu. Mau ngirim pocky aja pake ngasih pertanyaan gaje dulu. Pake bahas rasa -rasa dulu. Kirim ya kirim aja. Nggak usah bikin otakku mutar nyari jawaban dulu. Huuu dasar!

Dua puluh menit kemudian bel rumah ku berbunyi. Dan benar saja di depan rumah ada tukang ojek online dengan satu dus kotak di tangannya.

Pasti pocky kiriman Tarendra.

Kubuka dus yang dipacking alakadarnya. Sepertinya Tarendra melakukannya sendiri. Dan aku menemukan banyak pocky varian rasa beserta secarik kertas dengan sebaris kalimat tertulis di atasnya.

Karena Pocky aku jatuh cinta.

❤️J. Tarendra

Aku tersenyum membaca kalimat yang tertulis di secarik kertas yang diselipkan Tarendra diantara kotak-kotak Pocky yang ia kirimkan.

Tarendra emang nggak pernah bisa merangkai kata. Dia tipe pria yang spontan. Jadi jangan harap dia akan merangkai kata-kata indah nan puitis untukku. Jangan. Tarendra tak bisa.

Dia akan menghujaniku dengan  kata-kata manis nan menggelikan hanya  ketika dia sedang berbicara denganku. Yang secara spontan terlintas dipikirannya.

Namun sayangnya, setiap kata yang dilontarkannya tidak mendapat respon baik dariku. Aku akan mengoloknya. Mengatakan bahwa ia sedang menggombal. Atau kadang dengan kejamnya aku akan mengatakan bahwa kata-kata yang ia lontarkan padaku adalah hasil dari ciplakan.

Iya aku sekejam itu.

Tapi percayalah itu semua hanya di mulut saja. Dan Tarendra tahu itu. Dia tahu penolakanku akan kata-kata rayuannya hanyalah bentuk dari rasa maluku. Karena ketika ia melontarkan rayuannya atau gombalannya semburat merah pasti tercipta di wajahku. Dan membantahnya adalah pengalihan.

Kuambil ponsel ku yang memang selalu kubawa kemanapun aku pergi —salah satu kebiasaan burukku— bahkan ke kamar mandi. Lalu kuketikkan sebuah pesan untuk Tarendra.

Pocky takes you in my arms. I will always remember that😘

Thanks to Pocky yang telah menjadi media pertemuan kami.










——❤️——

Setelah satu purnama terlewati akhirnya kubisa update lagi. Akhirnya 😂😂

Pakabar Gaess? Sehat kan? Semoga selalu sehat. Dan selalu jaga kesehatan. Karena sehat itu bener-bener mahal. Bukan karena uang yang harus dikeluarkan untuk berobat, tapi waktu yang jadi tidak efektif karena tidak fitnya tubuh. So stay healthy ya, Gaess.

Mulmed di atas tidak ada hubungan sama sekali dengan cerita. Aku suka aja sama lagunya. Dan lagu itu yang nemenin aku nulis part ini. Jadi apresiasi aja karena udah nemenin aku ngetik.

Maaf untuk typo dan ketidaksinkronan cerita, itu bukan kesalahan kalian itu murni kesalahanku. Dan kritik aja kalau kalian merasa ceritanya sudah keluar jalur karena aku butuh kritik dan masukan kalian untuk menyadarkanku.

Segitu aja dulu. Selamat membaca.

❤️Dariku yang sudah rada baikan.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top