Oriza ~hmmn
Butuh waktu seabad untukku menyelesaikan part ini. Bukan karena part ini WOW tapi karena adegan yang harus aku tulis (aku kan pernah bilang part honeymoon itu bagian Oriza) jadi kutepati janjiku.
Gaes, sorry ya kalau part ini kurang panas (bacanya di bawah terik matahari aja biar panas) Ternyata bacotan ku dan Genk monkey selama ini gak menjamin kalau aku bisa expert dalam menulis agenda hawt (padahal Genk monkey ngira aing udah expert 😂😂)
Gak mau banyak bacot (nggak tau juga sih mau ngebacot apa lagi) Enjoy the story ye Gaes. Berharap kalian gak gumoh 😂😂
^^
Aku melirik pada sosok yang tengah merangkul ku. Tampak tenang. Pandangannya fokus ke depan. Rayban hitam bertengkar indah di hidungnya. Langkahnya pasti. Mengikuti pemandu yang berjalan dihadapan kami.
Sementara aku?
Dug! Dug! Dug! Dug!
Bunyi jantungku semakin kuat. Hingga rasanya dadaku tak kuat.
Semakin dekat cottage yang akan kami tinggali untuk beberapa hari ke depan bunyi jantungku semakin kencang saja.
"Kenapa?" Mungkin dia mengetahui kegelisahan ku. Atau hati kami memang sudah terkoneksi otomatis hingga tanpa kuberitahu pun ia tahu kegelisahan ku.
"Tenang. Semua akan baik-baik saja." Ucapnya disertai remasan pelan dipundak ku.
Aku hanya menyengir bodoh mendengar ucapannya.
Ya, untuk apa aku takut? Bukankah pria yang ada di sampingku ini adalah lelaki pilihanku sendiri? Jadi, harusnya ketakutan-ketakutan yang tak perlu itu enyah dari pikiranku.
Atau ini hanya sindrom biasa yang juga dialami wanita di kali pertamanya akan melepaskan sesuatu yang berharga. Ya, hari ini aku dan dia, Jagara Tarendra akan melakukan itu. Ya, itu, ritual pertama.
Sebenarnya aku malu mengisahkan ini. Tapi dia, suamiku tak mau mengambil tugas ini. Dia berkata ini adalah bagianku. Jadi, aku akan menahan rasa malu ku untuk siap berbagi kisah dengan kalian. Ya, kalian, yang telah mencintai kami.
Jadi, malam hari setelah resepsi yang melelahkan kemarin aku dan Kak Ren sepakat untuk melewatkan bagian penting 'itu'.
Mungkin dia kasian melihat wajah lelahku hingga dia berkata, "Kita langsung tidur ya, Za." Dia mengecup puncak kepalaku dan menarikku kedalam dekapannya, hingga akhirnya kami berdua terlelap hingga pagi.
Dan pagi tadi kami bertolak ke Pulau Bawah guna melaksanakan bulan madu.
***
"Keren, kan?" Bisik Kak Ren disertai pelukan hangat yang menyelimuti tubuhku.
Anggukan kepala kuberikan sebagai jawaban atas pertanyaan kak Ren.
Tak ada kata-kata yang bisa kurangkai saat ini untuk menggambarkan seperti apa perasaanku atas apa yang kulihat.
Semua terlalu indah untuk diungkapkan.
"Darimana Kak Ren tau tempat ini?" Tanya ku tanpa mengalihkan pandangan dari birunya laut yang ada di hadapanku.
"Dari teman." Jawabnya. Dagunya ditumpukkan di bahuku. Napas hangatnya menggelitik belakang telingaku.
"Za nggak menyangka di Kepri ada pulau sekeren ini. Maldives kalah." Seruku.
Sebagai anak Kepri aku malu tak mengetahui tempat seindah dan secantik ini. Kupikir destinasi untuk bulan madu yang keren itu kalau nggak Lombok, Bali atau nggak ya Maldives. Namun aku salah. Ternyata di tempat kelahiran ku, ada juga tempat untuk bulan madu yang tak kalah kerennya.
"Dimanapun yang ada kamu adalah tempat terkeren untukku."
Aku menyikut pelan perut kak Ren hingga dia mengaduh, "Sakit, Za." Rajuknya manja.
"Ya, habisnya," Aku balas merajuk.
"Habisnya apa?" Tanyanya pura-pura tak tahu.
"Gombal!"
"Itu serius Orion Zada Salim. Di mana ada kamu adalah tempat terbaik untukku. Even kita honeymoon cuma di kamar kamu itu juga keren menurutku." Dia kembali mengeratkan pelukannya. Membuat terpaan angin laut tak berefek sedikitpun ditubuh ku.
"So, bisa kita mulai." Tanya Kak Ren disertai kecupan-kecupan kecil di sekitaran pundak ku. Tempat dia menopang kan dagunya tadi.
Aku menganggukkan kepala. Inilah waktunya. Saat akhirnya aku akan menyerahkan diriku seutuhnya pada pria yang telah kuserahkan hatiku untuk dijaganya hingga nanti kami menua.
***
"Cintanya Tarendra, bangun dong!"
Aku memalingkan wajah. Mengindari kecupan-kecupan yang mendarat di area wajah.
"Bangun!" Lagi seruan itu terdengar. Sekarang lengan kananku yang menjadi sasaran kecupan dari pria yang berusaha menganggu tidur nyamanku.
"Katanya mau snorkeling." Ujarnya. "Ya, udah, kalau gitu aku aja yang snorkeling di kedalaman tu—,"
"Nggak ada!" Walau silau menerpa, kupaksa mataku membuka.
Senyum mesum menghiasi wajah Kak Ren. "Aku tuh lebih senang snorkeli —,"
"Za ngosok gigi dulu, lima menit lagi kita berangkat." Ucapku memutus ucapan Kak Ren.
Aku menyibak selimut lalu berlari menuju kamar mandi. Aku harus cepat, atau agenda snorkeling ku akan kacau oleh agenda kemesuman yang dimiliki Kak Ren.
"Nyesel deh aku bangunin kamu tadi." Gerutu kak Ren.
Aku meliriknya sekilas yang berdiri diambang pintu kamar mandi, lalu kembali fokus pada kegiatan pagiku.
"Tapi ntar malam giliran aku yang snorkeling ya, Za?"
Itu bukanlah pertanyaan tapi hanya sebuah pernyataan atas apa yang telah kami sepakati kemarin.
Jadi setelah acara melepas 'status' kemarin. Setelah mereguk nikmatnya bercinta. Diantara peluh yang masih menetes. Kami melakukan pillow talk. No. Nggak ada second, third, forth, or fifth round. No no no. Bukannya kami nggak berdaya. Tapi melakukan 'itu' iya, kalian tau kan apa yang aku maksud. Sakit. SAKIT. Kalau saja aku tidak bisa menahan rengekanku mungkin kami belum melakukannya.
Walaupun selama ini Kak Ren itu terkesan mesum. Walaupun selama ini mengklaim ku sebagai miliknya adalah keinginan terbesarnya. Tapi, ketika dia tahu aku menahan sakit dalam proses penyatuan kami, dia tidak egois dengan tidak membuatku mengikuti keinginan primitifnya. Ketika dia tahu ketidaknyamanan masih ada
dia tak lagi memaksa. Dia tahu aku butuh lebih banyak jeda. Dan diantara jeda yang panjang itu tercetus ide agenda ku dan agendanya.
Jadi, dia akan mengikuti apa saja agenda ku. Dan pastinya, aku akan mengikuti agendanya. Yang pastinya berorientasi pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peluh, gesekan kulit, desahan nikmat dan hal-hal yang sudah dirancang Kak Ren di kepalanya.
***
Aku sangat puas. Keinginanku untuk berenang di lautan lepas terwujud. Dan sekarang aku harus menyiapkan diriku untuk memenuhi keinginan pria yang sedari tadi seperti tak rela mengikuti setiap langkahku.
"Jangan manyun terus, ah." Aku mencapit gemas bibir kak Ren.
"Biasanya cewek-cewek itu takut panas-panasan, nah ini, sedari pagi ampe sekarang ini kamu panas-panasan mulu."
"Malu ya punya istri berkulit gosong?" Aku merebahkan tubuhku di lantai kamar, bersandar di kaki ranjang, meluruskan kaki yang terasa pegal.
"Awas ya nanti kamu heboh nyari skincare buat mencerahkan kulit gosong mu." Kak Ren duduk di sampingku, menarik kakiku ke atas pahanya, lalu memberikan pijatan lembut di sana.
"Nggak akan." Ujarku diantara kantuk yang mendera karena rasa nikmat yang kurasakan aku menjawab. "Ada Luna kok." Gumam ku sebelum mataku benar-benar terpejam karena kantuk berhasil menjemput.
"Hmmm," aku bergumam. Tidur ku terganggu karena kecupan-kecupan yang mendarat di wajahku.
"Wake up, cintanya Tarendra." Ucapnya dengan sapaan terindah yang akan kudengar saat bangun tidur.
Sapaan yang diberikannya di hari pertama kala kami terbangun sebagai suami istri. Dan aku suka.
Dulu waktu kami masih pacaran aku sedikit terganggu dengan panggilan cheesy yang sering dilontarkannya. Aku merasa geli dan cenderung marah kalau dia sudah mulai melontarkan panggilan- panggilan yang membuat telinga panas itu. Tapi sekarang, aku merasa tersanjung dengan panggilan itu.
"Lima menit lagi." Ucapku. Aku mencari-cari tubuhnya. Melingkarkan tanganku, membawa tubuhku kedalam pelukannya.
"Udah sore Za sayang." Kak Ren mengusap-usap punggungku.
"Mau gini dulu." Gumam ku di dadanya.
"Capek ya?" Tanyanya.
"Hum." Jawabku.
"Mandi air hangat ya biar capeknya ilang."
"Hum."
"Tapi nanti tetap loh Za." Ingatnya.
"Hum."
"Hum apa?" Dia menjauhkan tubuhnya hingga kenyamanan yang tadi kurasakan hilang.
"Tenang aja. Za pasti tepatin janji." Aku kembali mendekat, memeluknya, mencari kenyamanan ku kembali.
Aku tau kekuatiran Kak Ren. Ini adalah tidurku yang kedua hari ini. Tadi setelah membiarkan aku terlelap selama lima belas menit saat memberikan pijatan di kakiku yang pegal Kak Ren membangunkan ku, menyuruh mandi lalu makan. Satu jam kemudian aku merengek pegal dan memaksanya memijat kaki ku lagi hingga aku tertidur lama.
"Beneran ya. No paksaan ini!"
"Iya." Dan kurasakan kecupannya di keningku.
***
"Thank you."
Aku memandang heran Kak Ren yang sekarang berdiri di hadapanku. "Untuk apa?" Tanya ku.
"Untuk segala-galanya. Untuk mau menerima aku menjadi suamimu. Untuk yang tadi malam." Senyum tersungging di bibirnya. "Dan untuk yang sekarang." Ucapnya sebelum melumat bibirku.
Aku membalas lumatannya dengan sama bernafsunya. Tangan kami saling menjamah apa yang bisa kami jamah.
Aku mengalungkan kaki di pinggangnya ketika Kak Ren mengangkat ku. Dia membawaku ke ranjang tanpa melepas tautan bibirnya dari bibirku.
"It's time to explore you." Bisiknya, lalu dengan lembut merebahkan ku di ranjang.
Aku tersenyum mendengar maksud terselubung dari ucapannya. "With pleasure." Jawabku, mengalungkan tanganku dilehernya, membawa wajahnya mendekat, lalu menyatukan bibir kami. Kak Ren tersenyum diantara ciuman kami. Kurasa dia sangat senang karena aku yang bertindak sedikit berani. Well, kurasa tak ada salahnya aku sedikit agresif apalagi untuk menyenangkan suami. Ya, kan?
"Kak," aku mendesah saat merasakan bibir Kak Ren memberikan ciuman-ciuman basah di leherku. Lalu ciumannya turun ke area selangka. Tangannya merayap ke balik punggung mencari resleting gaun malam yang kukenakan.
Dengan gampang Kak Ren menemukan ritsleting gaunku lalu melepasnya dari tubuhku, menyisakan dalaman berwarna hitam. "Cantik." Tubuhku meremang mendengar kata-katanya. Ditambah dengan tatapannya matanya yang terpaku pada payudaraku yang membusung. "Cantik as always." Ucapnya dengan suara yang semakin memberat. Dia mendekat ke arahku, mengecup kening, kedua mataku, hidungku, area wajahku dan terakhir melumat bibirku.
Sementara bibirnya sibuk memanjakan bibirku, tangan Kak Ren bergerak lincah menanggalkan pengait bra ku lalu melemparnya ke sembarang arah.
Aku pun tak tinggal diam, tanganku sibuk merasai tubuh Kak Ren, meraba dadanya yang masih tertutup kemeja. Kubuka satu persatu kancingnya hingga tak ada lagi penghalang untuk mataku bisa melihat langsung kulit tubuhnya yang seksi.
Kak Ren melepas ciumam kami, dia membantuku melepas kemeja serta celana panjangnya, menyisakan boxernya.
"Aku akan melihat-lihat dulu. Jadi agak lama." Ucapnya setelah melepaskan pelindung terakhirku.
Aku cemberut. Bisa-bisanya dia bilang begitu, padahal kabut gairah di matanya serta tonjolan dibalik boxernya berkata lain. "Emang kemarin belum liat?" Tanya ku mengabaikan rasa malu karena tatapannya di tubuh polosku.
"Udah tapi sekarang aku mau explore lebih." Kak Ren melumat bibirku gemas, lalu turun ke dada bagian atas ku, lalu menuju bagian yang menurutnya adalah favorit kedua setelah intiku. Ia bermain main-main dengan lidah dan jarinya dipuncak dadaku yang menegang hingga membuat napasku terdengar berat ditelinga ku sendiri.
"Shhh," aku desisku ketika kurasakan mulut hangatnya mengulum puting ku. Sementara jari-jari lentiknya yang lain bermain dengan payudara ku yang satu lagi. Menjepit dan meremasnya.
"Kak Reeeen," pekikku ketika merasakan jarinya sudah merayap masuk dibibir kewanitaan ku yang basah.
Napasku menderu. Permainan bibir dan tangan Kak Ren di payudaraku membuatku hilang fokus, hingga tak menyadari kalau jarinya sudah merambat ke paha dalamku dan sekarang tengah memporak-porandakan inti bawahku.
"I love the way you call my name when you're under my body, Sayang." Ucapnya sembari menambah kecepatan jarinya di tubuhku.
Hisapan Kak Ren di putingku dan hentakan jarinya diintiku membuat tubuhku tersentak. Perutku mengencang dan jepitan kuat intiku dijari Kak Ren memberi pertanda bahwa aku akan datang.
Kak Ren seperti mengerti, dia membuat apa yang kuinginkan menjadi cepat dengan menambah ritme permainan pada daerah sensitifku. "Ahhh, Kak Reeeen." Akhirnya gelombang itu datang, aku mendesah sembari menyebutkan namanya. Membuatnya semringah. Senang karena ulahnya membuatku puas.
Kak Ren beranjak dari tubuhku. Menanggalkan boxernya melemparnya asal. Kemudian merangkak di atasku. Satu tangannya menyeka peluh dikeningku, sementara tangannya yang lain menyangga tubuhnya.
"Snorkeling time," ucap Kak Ren diatas bibirku sebelum mengecupnya.
Aku yang masih belum pulih dari kenikmatan orgasme hanya menatapnya dengan mata sayu. Melihat dia yang bergerak menjauhkan dariku, lalu berdiri tegak diatasku dengan lututnya sebagai tumpuan. Mengurut bukti gairahnya yang sudah mengeras lalu menuntunnya menuju intiku.
"Sstt," aku mendesis ketika penyatuan terjadi.
"Sakit?" Tanyanya ketika dirinya sudah memenuhiku sepenuhnya. Kugelengkan kepala sebagai jawaban.
Kak Ren mengecup bibirku untuk mengalihkan ketidaknyamanan yang kurasa. Kecupan-kecupan pun berubah jadi lumatan hingga membangkitkan gairahku lagi.
Melihat aku yang sudah sedikit nyaman Kak Ren mulai mengerakkan dirinya perlahan hingga kemudian aku mengeluarkan desahan nikmat.
"I love you Za." Ucapnya diantara hentakannya kedalam intiku.
"Za juga cinta Kak Ren." Balasku diantara suara desahan yang keluar dari bibirku.
***
"Again?" Tanyaku tanpa bisa menolak.
Kak Ren mengangguk dan aku hanya bisa mengikuti keinginannya. Membiarkannya membalik tubuhku hingga memunggunginya, meraba apa yang bisa dia raba untuk kembali membangkitkan gairahku hingga ia memasukiku lagi.
"Semoga jadi ya Za," ucapnya setelah mengosongkan spermanya didalam ku.
"Hmmm," Aku merangsek ke dalam pelukannya membiarkan tubuh polosku mendapat kehangatan dari dekapannya.
Aku dan dia mungkin bukan pasangan sempurna. Tapi kami ada untuk saling menyempurnakan. Jalanku dan dia masih sangat panjang. Tapi kami masih punya banyak waktu. Masih banyak kesempatan untuk kami mewujudkan impian kami sebagai pasangan. Namun satu tujuan kami telah terwujud. Menikah. Dan aku berharap tujuan awal ini membuka jalan untuk kami mewujudkan impian kami lainnya.
—♥️—
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top