[CR] - Beautiful

Sepasang netra legam itu nampak kosong walaupun terlihat seperti sedang menatap pemandangan luar dari jendela bus. Akhirnya, setelah melakukan beberapa kali terapi, suara Doyoung mulai membaik, pria itu sudah bisa berbicara—bahkan bernyanyi—akan tetapi, ia masih merasa tidak yakin kalau semuanya akan baik-baik saja jika dirinya kembali ke dunia entertainment. Berminggu-minggu keraguan ini Doyoung simpan sendiri, meskipun ujungnya ia tidak bisa menyembunyikannya dari Gongmyoung, sehingga membuat sang kakak tiba-tiba memaksa Doyoung untuk pergi liburan, dengan dalih quality time.

Arah jarum jam tangannya menunjukkan pukul 3 sore lewat beberapa menit, yang berarti sekitar setengah jam lagi ia akan sampai tujuan. Pria itu mengambil kamera DSLR Canon-nya, kemudian menyalakan benda tersebut lalu melihat preview-preview yang sebelumnya ia ambil saat perjalanannya menuju ke terminal bus. Setelah menunggu cukup lama, pria itu merasakan bus merah yang ia naikin berhenti di persimpangan. Lantas pria itu pun bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil mountaineering backpack yang tadi ia simpan di kabin. Sembari menuruni bus, pria itu mengambil ponselnya kemudian mencari kontak seseorang lalu menelponnya.

"Eoh, Doyoung-ah. Kau sudah sampai?"

Raut wajahnya seketika muram ketika mendengar suara dari lawan bicaranya. "Ho, tempatnya sangat jauh. Coba tau, aku pergi ke Tokyo saja."

"Yak! Kau sudah terlalu sering ke sana. Sesekali cobalah tempat yang baru, aku jamin kau tidak akan menyesal. Bisa saja selagi quality time kau akan menemukan tujuan baru atau mungkin tambatan ha—"

Doyoung memutuskan sepihak percakapan mereka.

Yang benar saja, cibirnya dalam hati sambil memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya.


Dari arah belakang, terlihat ada seseorang yang menepuk pundak Doyoung. Hal itu tentu saja membuatnya sedikit terperanjat, lalu spontan memutar badan.

"Tuan, akhirnya saya menemukanmu," ucap orang itu.

Tampak alis Doyoung naik sebelah saat menatap seorang perempuan dari atas sampai bawah. Dari perawakannya sudah jelas bukan dari negera yang sama seperti Doyoung, tapi pelafalan bahasa Koreanya sangat bagus.

"Maaf, sepertinya kau salah orang?"

"Tidak," jawab perempuan itu, ia melihat handphone-nya dan melihat kembali wajah Doyoung. Tangan perempuan itu menarik tangan Doyoung, "mari ikut saya, Tuan."

Doyoung spontan menepis tangan perempuan itu. "H-hah? Aku bahkan tidak tau siapa kau. Bagaimana aku bisa ikut?"

"Nanti saya kasih tau kalau sudah di penginapan, yang jelas saya tidak ada niat jahat, Tuan."

Pria itu mundur beberapa langkah menjauhi perempuan dengan potongan rambut sebahu, lalu berkata "Ba-bagaimana aku bisa mempercayainya?"

Beberapa saat suasana berubah menjadi hening, sebelum perempuan itu berjalan mendekat lalu mengambil waistbag yang sedari tadi Doyoung pegang.

"Tuan hanya perlu mencobanya... cobalah untuk percaya," ucapnya sambil menyampirkan tas selempang berwarna hitam tadi ke pundak kanannya lalu menarik lengan pria itu. "Ayo, Tuan, sebentar lagi sore."

Doyoung pun mengikuti langkah kaki perempuan di depannya.

"Oh ya, Tuan," perempuan itu menoleh ke belakang, "selamat datang di West Virginia."

Cantik...


Sunyi dan hening, yang terdengar hanyalah ketukan sepatu yang saling bersahutan. Alih-alih mencari taksi agar lekas sampai, perempuan itu malah membawa sang pria menyusuri jalan gang sempit di tengah perkotaan. Tidak ada satu pun dari mereka yang berminat untuk memulai topik percakapan, tapi lucunya mata mereka saling melirik satu sama lain.

Doyoung berdehem pelan, lalu bertanya, "Masih jauh?"

Perempuan itu mengangguk singkat. "Lumayan, sekitar sepuluh menit lagi, Tuan." Ia pun berbalik dan menatap pria itu. "Tuan tidak terbiasa jalan kaki, ya?"

Seketika Doyoung merasa alis kirinya sedikit berkedut, ia merasa seperti diremehkan dengan pertanyaan itu. "Kata siapa? Aku bahkan bisa berlari jika itu perlu."

"Kalau seperti itu, sebaiknya kita berlari saja, Tuan." Tangan perempuan itu kembali menarik tangan Doyoung dan mengajaknya berlari.

Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh. Langkah kaki mereka berhenti di depan rumah kayu berwarna navy. Perempuan itu menatap Doyoung sekilas, sebelum ia memasukkan kunci ke lubang pintu lalu memutar gagangnya.

"Silahkan masuk, Tuan."

Namun, Doyoung tidak bergerak sama sekali. Pria itu menatap si perempuan. "Sewa Guesthouse?"

"Bukan," perempuan itu tersenyum tipis, "ini rumah saya."

"Hah!?"

Perempuan itu tertawa pelan, kemudian menarik tangan pria itu masuk ke rumah. "Tidak perlu sungkan, Tuan."

Ketika masuk, sejenak Doyoung terpana. Desain interior rumah ini sangat unik, banyak sekali barang antik yang tertempel di dinding serta tersusun rapi di atas meja kayu. Dan juga aroma pinus yang mendominasi udara di tempat ini. Mereka berhenti di depan kamar yang berada tidak jauh dari pintu masuk. Perempuan itu masuk ke dalam kamar, diikuti Doyoung dari belakang.

"Bagaimana? Apa Tuan menyukainya?" Doyoung tidak menjawab tapi diam-diam ia memperhatikan ruangan tersebut.

Lumayan, suasanya lebih menenangkan dibanding hotel.

"Baguslah kalau seperti itu," ucap perempuan itu tiba-tiba, sembari meletakkan waistbag milik Doyoung di atas ranjang. "saya mau keluar dulu, Tuan."

Tapi, ketika ia hendak keluar, Doyoung menahannya. "Siapa namamu?"

"Tuan bisa memanggil saya Emma," jawabnya sembari tersenyum manis, "nama saya Emma Castarica. Saya salah satu tour guide dari WV tour, yang disewa saudara Tuan."

"Emma?" gumam Doyoung.

"Benar, Tuan."

Suasana menjadi hening sesaat. Emma melirik ke arah lengannya yang masih ditahan. Ia pun mendongak ke atas, menatap pria itu. "Ada apa Tu—"

"Tidak usah memanggilku Tuan," sela pria itu.

"Baiklah, apa kau memiliki nama asing?"

Doyoung menggeleng sambil memasang ekspresi bingung. Untuk beberapa saat Emma kembali tersenyum. "Bagaimana kalau Denish saja... Denish Kim."

Seakan merasa tersihir oleh keindahan netra Emma, Doyoung hanya bisa mengangguk setuju.



٠٠٠٠٠٠

"Enghh."

Perlahan kelopak mata Doyoung terbuka, seketika pria itu terlonjak bangkit dari tidurmya. Sepertinya semalam ia ketiduran setelah mandi, Doyoung pun menyibak selimutnya lalu keluar dari kamar. Hal pertama yang pria itu lihat ketika keluar dari kamar adalah sosok Emma yang duduk—membelakanginya—di balkon luar. Ia berjalan mendekati perempuan itu, saat berada tepat di belakangnya, terlihat pria itu mengintip sedikit, ternyata Emma sedang menulis. Menyadari hal itu, buru-buru Emma menutup bukunya, ia menoleh ke belakang dan mendapati Doyoung yang terlihat heran. Dengan tenang, perempuan itu perlahan tersenyum.

"Maaf, semalam saya tidak membangunkanmu untuk makan malam, kau tidur pulas sekali."

"Tidak masalah," sahut Doyoung.

"Tunggu sebentar, saya mau hangatkan makanan dulu."

Emma bangkit dari duduknya sambil membawa buku ungu tadi, meninggalkan pria itu sendirian. Setelah melirik Emma yang beranjak pergi, arah mata pria itu kembali tertuju ke pemandangan hijau yang tersuguh di hadapannya. Perlahan Doyoung menghirup udara sejuk itu dengan mata yang ikut terpenjam. Ia sangat menikati suasana pagi ini hingga tanpa sadar membuat pria itu bersenandung pelan.

"Kau memiliki suara yang indah."

Ucapan tersebut seketika membuat Doyoung tersadar, pria itu menoleh dan melihat Emma—yang juga sedang menatap Doyoung—dengan kedua tangan yang memegang 2 piring. Perempuan itu menghampiri Doyoung, lalu menaruh kedua piring itu di meja.

Kemudian, Emma kembali bertanya, "Apa saya mengatakan sesuatu yang salah?"

Doyoung hanya menjawabnya dengan kepala yang menggeleng singkat, pria itu mengambil satu piring berisi pasta carbonara mendekat ke hadapannya.

Daun parsleynya banyak sekali, ucap Doyoung dalam hati. Ia menyendokkan pasta tersebut ke dalam mulutnya. Emma yang sejak tadi memperhatikannya, diam-diam tersenyum. 



Pria itu kira touring mereka akan dimulai besok, tapi ternyata tidak. Baru saja Doyoung keluar dari kamar mandi, tiba-tiba Emma masuk ke kamarnya dan mengatakan kepada pria itu untuk segera bersiap karena mereka akan pergi. Kemudian, saat Doyoung berada di teras depan rumah, ia kembali terkejut melihat sebuah mobil Jeep Wrangler di halaman rumah perempuan itu.

"Ini mobil teman saya, Denish."

Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah radio mobil. Doyoung sendiri tidak terlalu paham apa yang sedang dibicarakan sang penyiar, ia memang tidak terlalu pandai bahasa inggris. Maka dari itu, sejak tadi ia hanya melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Mengajak Emma mengobrol? Sudah sangat jelas terlihat dari raut wajah Doyoung kalau hal itu tidak terlintas sama sekali dipikirannya, atau mungkin, sebenarnya ia sedang menunggu Emma yang memulainya duluan. Entahlah, tapi kenyataannya perempuan itu juga ikut diam sedari tadi. Mata coklat Emma terlihat fokus melihat ke arah depan dengan kedua tangannya yang meng­-handle stir.

Mobil itu berhenti di sebuah bangunan luas berwarna merah bata yang dibagian atasnya terdapat tanda salip berukuran besar. Setelah mematikan mesin mobil dan menurunkan kaca jendela, Emma melepaskan tali pengaman. Melihat hal itu, Doyoung pun juga ikut melepaskannya.

Namun, tiba-tiba perempuan itu berkata, "Kau bisa menunggu di sini, Denish. Saya cuma turun sebentar, tidak sampai setengah jam."

"O-oh, baiklah."

Perempuan itu turun dari mobil lalu berjalan menuju pagar tralis itu. Doyoung melihat saat Emma melewati pagar, terlihat banyak sekali anak kecil yang berlari dan mengerubungi perempuan itu dengan raut wajah gembira. Kemudian, dari pintu gereja terlihat seorang birawati yang terkejut melihat kedatangan Emma, dengan terburu-buru ia pun berjalan mendekatinya. Emma yang menyadari itu langsung melepaskan diri dari kerubunan anak-anak tadi.

Doyoung melihat kedua perempuan itu saling berpelukan seperti orang yang sudah lama tidak bertemu. Dari dalam mobil, pria itu masih memperhatikan keduanya, lalu terlihat Emma mengalihkan atensi sang birawati sambil menunjuk ke arahnya. Di saat matanya dan birawati itu bertemu, Doyoung dengan spontan menundukkan kepalanya singkat sebagai tanda memberi salam. Namun, bukannya mendapatkan sapaan balik, birawati itu kembali menatap Emma sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.

Ada apa? Tanya Doyoung dalam hati.

Sesusai dengan perkataannya, keperluan Emma selesai tidak sampai setengah jam. Perempuan itu kembali masuk ke mobil.

"Maaf membuatmu menunggu lama."

Doyoung mengangguk singkat. "Tadi bira—"

"Denish," Emma menatap pria itu, "kau belum memasang safety belt-nya."

Setelah memastikan pria itu memakai tali pengamannya. Emma pun menyalakan mesin mobilnya, sejenak ia kembali melirik Doyoung yang sedari tadi memperhatikannya.

"Kita akan menuju ke destinasi pertama, jaraknya cukup jauh. Kau boleh tidur jika mau, nanti akan saya bangunkan kalau sudah sampai."

"Apa menurutmu aku harus tidur?"

Emma terkekeh pelan. "Tentu saja tidak... pemandangan sepanjang jalan terlalu sayang untuk ditinggal tidur."

"Menarik." Setelah itu, Kim Doyoung menyalakan kamera DSLR-nya.


Benar kata Emma, pemandangan sepanjang perjalanan terlalu sayang untuk Doyoung abaikan. Sejak tadi, beberapa kali ia mengabadikan keindahan panorama itu melalui bidikan kameranya. Mulai dari dinding kapur yang menjulang tinggi, hamparan rumput yang menjadi ladang sapi ternak, dan juga jurang yang hutannya masih terjaga dengan baik. Akhirnya—setelah perjalanan mereka memakan waktu kurang lebih 2 jam—Jeep itu berhenti juga. Emma menarik hand rem lalu mematikan mesin mobil, perempuan itu menoleh ke arah Doyoung yang juga melihatnya.

"Kita sudah sampai."

Doyoung pun keluar dari mobil sambil melihat pemandangan sekilingnya.

Yang benar saja, ucap Doyoung dalam hati. Pasalnya yang ia lihat hanyalah lorong gelap yang bagian sekitarnya ditumbuhi rimbunan pohon dan tanaman rambat. Sedangkan di sisi lain, terlihat Emma sedang membuka bagasi belakang mobil, mengambil carrier bag dan juga box plastik yang berukuran sedang.

"Denish, ayo," ajak Emma, lalu ia berjalan menuju lorong gelap itu. Tentu saja hal itu membuat Doyoung segera menyusul perempuan berambut sebahu itu.

"Biar aku saja yang bawa," kata Doyoung sambil melepaskan carrier itu lalu menyampirkannya di pundak kanan. Emma hanya tersenyum simpul.

Cantik...


[n.s] 

Cantikk... hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top