07 - Their Kid
Tidak ada berkah yang jauh lebih luar biasa dibandingkan dengan hadirnya seseorang yang mampu menemani kesepian di masa tua. Sebuah keluarga sederhana tinggal di pinggiran Gotham, distrik kecil cukup jauh dengan pelabuhan dan terhindar dari ingar-bingar kemerlap pusat kota Gotham dengan segala jenis kriminalitasnya. Tempat yang asri, sejuk, segar sebab tumbuhan dan pohon-pohon menjulang masih terawat dengan baik. Lahir dan hidup di sana hingga masa tua dengan sederhana sangatlah menyenangkan. Kecuali satu hal. Keluarga tersebut tidak dikaruniai seorang anak.
Sudah sekian lama mereka mendambakan hadirnya anak-anak mungil yang menangis manja dan tertawa riang di tengah-tengah kehidupan monoton mereka. Berbagai cara dilakukan hingga pengobatan herbal dikarenakan ketidakmampuan untuk melakukan program medis canggih di pusat kota.
Fakta bahwa kedua belah pihak, si suami dan si istri sekaligus ternyata mandul, membuat keduanya kehilangan harapan. Ingin mengadopsi anak, tetapi mereka selalu gagal setiap kali mengajukan permintaan adopsi ke panti asuhan terdekat.
Hingga pada suatu malam, mereka tidak sengaja menemukan sesosok anak kecil berusia sekitar sepuluh tahunan, tubuhnya penuh luka dengan darah di mana-mana, pakaiannya compang-camping, mata anak kecil itu terpejam dengan rambutnya yang pendek setelinga. Anak kecil itu adalah anak gadis. Mereka mendekat, dengan panik mencoba membangunkan si anak meski gagal. Luka-lukanya tampak seperti luka sayatan. Tetapi ketika si istri memastikan denyut nadi pada pergelangan si anak, dia masih hidup.
"Astaga, Pa, bagaimana ini?" Si istri bertanya dengan cemas.
"Ayo kita bawa pulang terlebih dahulu." Suaminya mengusulkan.
Kedua pasangan paruh baya itu lantas menggendong pulang anak gadis yang mereka temukan, mempersiapkan baju-baju milik mereka sendiri lantas mengendarai motor tua untuk menuju ke pusat kesehatan. Melihat kondisi si anak yang sepertinya sangat parah, begitu tiba di sana, mereka segera disambut oleh petugas medis yang tanggap dalam melakukan pertolongan.
Kedua pasangan tersebut tidak diijinkan untuk memasuki ruangan, mereka pun menunggu di depan dan duduk dengan was-was pada kursi tunggu. Hampir setengah jam waktu berselang, seorang dokter akhirnya keluar dari kamar darurat tersebut, didampingi oleh suster yang di belakangnya membawakan barang-barang yang entah apa itu.
"Apakah Anda semua adalah keluarganya?" Dokter itu bertanya.
Suami istri tersebut saling pandang untuk sementara waktu lalu saling mengangguk satu sama lain. "Benar. Kami orang tuanya," sahut si istri.
"Baiklah, Bu, anak ibu perlu dilakukan operasi karena luka-lukanya yang cukup dalam." Dokter itu menjelaskan dengan wajah prihatin.
"Apa dia akan baik-baik saja, Dok?" Si suami bertanya.
Dokter itu mengangguk mantap. "Dengan penanganan yang tepat, nyawanya bisa terselamatkan."
Kedua pasangan itu menghela napas lega sambil mengelus dada. Seorang perawat yang mendampingi di dokter itu pun menyerahkan barang-barang yang dia bawa di tangannya.
"Ini pakaian dan barang milik anak kalian," ucap perawat tersebut sambil menyerahkan barang tersebut.
Setelah menjelaskan sekian rangkaian perawatan medis yang harus ditempuh, Dokter dan perawat itu berpamit pergi untuk mempersiapkan operasi di waktu berikutnya. Sedangkan si suami dan istri tersebut kembali duduk di ruang tunggu dengan pikiran yang melayang jauh. Sempat terlintas di pikiran mereka kalimat semacam, apakah mungkin ini sudah waktunya mereka memiliki anak? Meski dengan cara yang tidak terduga.
"Dia bukan anak kita, Mi." Si suami memecah keheningan di antara keduanya.
Si istri tertunduk sedih. Dia tahu itu dan tetap membiarkan harapan itu menggerogoti di dalam hati. "Apa tidak bisa dia menjadi anak kita?"
"Keluarganya pasti mencari. Tugas kita sekarang memang sudah benar untuk memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan. Tetapi kalau kita merebutnya dari keluarganya yang asli, bukankah mereka akan merasa kehilangan?" Ucapan si suami adalah benar. Si istri tidak lagi mampu untuk memberikan sanggahan.
Istri dari pasangan itu kemudian tertunduk bersedih, memandangi pakaian si anak kecil yang kini berada dalam dekapan. Baju lusuh penuh dengan robek membuatnya bertanya-tanya hal semacam apa yang dialami di anak sampai mendapatkan luka demikian. Lantas, matanya beralih pada sebuah kalung perak yang liontinnya bertuliskan Ven.
"Ven, ya? Nama yang cantik." Si istri bergumam.
Dia tetap duduk di sana dengan harap-harap dan sabar sedangkan si suami mulai beralih menuju ke ruang administrasi untuk melakukan pembayaran atau apapun itu yang diperlukan.
.
.
.
A/N : Latar tempat dari pasutri di sini aku ngebayanginnya punya vibe yang sama kayak Batman : The Doom That Came To Gotham. Gelap tapi sejuk dan asri penuh angin di siang hari.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top