01 - Bedtime Story
Kalau bukan karena sang buttler menyarankan dia untuk menemani anak adopsi bungsunya itu, Bruce Wayne mungkin tidak akan kembali masuk ke dalam kamar Timothy Jackson Drake–anak berusia tiga belas tahun yang menjadi korban kekerasan kriminal berantai dan kehilangan kedua orang tuanya. Ibu kandung Tim–nama panggilan si bocah–meninggal dengan cara yang amat mengenaskan sedangkan sang ayah koma dengan kemungkinan sadar di bawah tiga puluh persen.
Bruce berdehem pelan lalu melangkah mendekat ke sisi pembaringan Tim yang masih belum memejamkan mata meskipun beberapa waktu lalu sudah diberikan selimut tebal dan lampu kamar dimatikan. Bruce duduk di tepian tempat tidur, menatap si anak dengan simpati lantas menunjukkan sebuah buku cerita bergambar yang dia dapatkan dari si buttler.
Dia ingat betul perkataan sang buttler, sama persis seperti saat dia dulu mengadopsi Dick Grayson–si sulung keluarga Wayne–yang juga merupakan anak korban kekerasan kriminal. Kata si buttler, "Master Bruce, jangan lupa bahwa dulu saat kau kehilangan orang tuamu, aku harus berada di sisi tempat tidur dan menunggu hingga kau terlelap. Apakah kau akan membiarkan anak itu kesepian dan terus tidak bisa tidur semalaman?"
Memang benar, tapi Bruce bukanlah orang yang pandai untuk menidurkan anak. Dia adalah seorang pebisnis playboy yang tidak menjalin hubungan serius dengan seorang wanita pun. Bagaimana dia bisa menenangkan anak kecil dan menjadi figur seorang ayah yang baik? Meski begitu, ia memang merasa bahwa ia memiliki tanggung jawab atas hal itu semenjak memasukkan nama anak adopsinya ke dalam kartu keluarga.
Perkataan Alfred berikutnya padanya benar-benar tidak memberikan celah untuk dibantah. Katanya, "Masuklah ke dalam dan bawa buku ini."
Dengan begitu, di sinilah Bruce berada sekarang. Duduk di sisi samping tempat tidur Tim sambil berselonjor kaki dan bersandar pada headboard. "Mau kubacakan sebuah cerita?"
"Cerita?" Tim bertanya mengulang.
Bruce mengangguk. "Ini sebuah dongeng sebelum tidur. Dulu Dick Grayson langsung bersembunyi di dalam selimut dan menutup mata ketika aku selesai bercerita."
"Apa itu cerita yang sama?" Tim bertanya lagi.
Gelengan kepala diberikan oleh Bruce. "Tidak. Yang ini lebih baik."
Tim akhirnya mengangguk, membiarkan Bruce yang mulai membuka sampul depan buku tersebut. Mata hijau si anak melirik pada cover buku tersebut. Dia lantas bertanya, "Vendetta?"
Bruce menoleh sedikit, melirik pada wajah penasaran anaknya. "Itu judulnya."
Rasa penasaran Tim membawanya pada pertanyaan lain. "Apa itu tentang balas dendam?"
"Benar." Bruce berkata dan mulai menceritakan isi dari buku tersebut dari halaman demi halaman.
Katanya, Vendetta adalah hantu yang berkeliaran di malam hari dan hobi membunuh manusia. Namun, jumlah korbannya di setiap malam selalu sama yaitu sepuluh orang. Pernah ada suatu kejadian ketika Vendetta tidak genap membunuh manusia berjumlah sepuluh. Ada satu orang yang selamat dari target pembunuhannya.
"Apa yang dilakukan orang itu hingga dia tidak dibunuh?" Tim bertanya, menyela di tengah-tengah Bruce yang masih belum selesai membacakan cerita untuknya.
Bruce kemudian membuka halaman berikutnya dan menjawab, "Karena targetnya mulai berhitung."
"Berhitung?" Tim tidak mengerti.
"1 goat, 2 goat, 3 goat, sampai sepuluh goat." Jawaban Bruce semakin tidak dimengerti oleh Tim.
"Mengapa goat?" Anak kecil itu sekali lagi bertanya.
Namun, Bruce terkekeh lantas menutup buku cerita di tangannya. "Jawabannya ada di seri kedua dongeng ini. Karena itu tidurlah, besok akan kulanjutkan."
Sekarang Tim sedikit mengerti mengapa si sulung akan langsung masuk ke dalam selimut untuk bersembunyi dan tak berani membuka mata. Siapa juga anak kecil yang akan tetap terbangun jika dibacakan cerita seram seolah mengancam "Hei! Jika tidak tidur, kau akan jadi target pembunuhan hantu!"
Akan tetapi, Tim tetap tidak bisa memejamkan matanya. Tidak ada perasaan takut setelah mendengarkan Bruce Wayne, orang tua angkatnya itu setelah bercerita seram. Malah dia merasa penasaran dan menanti-nantikan buku keduanya.
Mata Tim mengerjap beberapa kali lalu dia kembali bertanya, "Apa Vendetta itu nyata?"
Bruce tersenyum. "Entahlah. Yang jelas, jika dia datang, hitunglah! 1, 2, 3, sampai 10 goats maka hantu Vendetta tak akan membunuhmu."
Itu menjadi kalimat terakhir yang didengar oleh Tim karena setelahnya, Bruce kembali mematikan lampu kamar dan membetulkan posisi selimut di tubuhnya yang sedikit turun. Ada satu kecupan singkat dari Bruce pada keningnya lalu bisikan selamat tidur sebelum akhirnya lelaki dewasa itu keluar dari kamar.
.
.
Dipublikasikan pertama kali pada :
Kamis, 10 Oktober 2024, 11:26 WIB.
A/N : Cerita ini didedikasikan kepada vmndetta sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-22. 🎂 Happy birthday, baby girl. Wish you all the best. ❤️
Meskipun cerita ini ff DC tetapi non-fandom tetap bisa baca karena enggak ngambil dari universenya melainkan alternatif, hanya nama tokoh dan sifat-sifatnya yang bakalan sama dengan DC. Semoga tidak ooc dan semoga suka, ya. ✨
Sampai jumpa di bab berikutnya! Fast update, kok.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top