One Shot

Corona by Yue Aoi

Rate : M (for theme)

Pair : NaruSasu

Disclaimer : All of characters belongs to Masashi Kishimoto

Note : MPreg

Special for meyling4

.

Lelaki berambut hitam itu mendengus jengkel ketika mendapati handuk basah yang terletak di atas sofa begitu saja, bukan di tempat yang seharusnya. Tanpa berkata apa-apa, ia segera mengambil handuk itu dan berniat meletakkannya di atas rak handuk.

Namun langkahnya terhenti ketika ia melewati kamar mandi dan memperhatikan wastafel yang berada tepat di depan pintu yang terbuka serta lampu yang menyala. Ia mendapati pasta gigi yang terletak di pinggir wastafel, bukan di tempat yang seharusnya.

Lelaki itu berdecak kesal dan segera masuk ke dalam kamar mandi serta mengambil pasta gigi yang bahkan ujungnya tidak ditutup. Ia segera menutup pasta gigi itu dan mengembalikannya ke tempat seharusnya.

"Kapan pekerjaanku selesai?" Pria itu mengeluh sambil berdecak dan berjalan meninggalkan kamar mandi.

Sekilas, keluhan maupun rutinitas seperti itu terdengar seperti ibu-ibu, bukan? Rasanya agak mengherankan mendengar keluhan macam itu dari seorang pria. Sasuke pun mempertanyakan mengapa dirinya bisa melakukan hal itu.

Semua ini berkat virus laknat itu. Ia yang sebelumnya merupakan seorang salah satu koki untuk sebuah hotel bintang lima terpaksa berada di rumah. Tingkat okupansi restoran hotel tempatnya bekerja hanya tiga puluh persen dari biasanya sehingga hotel itu terpaksa memberlakukan jadwal masuk kerja bergantian serta menerapkan pemotongan gaji. Sasuke sendiri mendapat libur selama dua minggu dan baru akan masuk kerja seminggu lagi.

"Teme, kau lihat ponselku?!" teriak seorang lelaki seraya berjalan menghampirinya dan membuat Sasuke segera menoleh.

Sasuke segera menatap pria berkulit tan itu dengan tatapan sinis. Sudah berantakan, pelupa pula. Benar-benar menjengkelkan.

"Di atas kulkas."

Pria berkulit tan itu segera mencondongkan wajahnya sedikit dan mengecup pipi Sasuke dengan cepat. Sasuke terdiam sesaat ketika merasakan sebuah bibir lembut menyentuh wajahnya.

"Terima kasih, Penyelamatku."

"Lain kali ingat di mana kau menaruh barang," jawab Sasuke dengan nada sinis. Kejengkelannya sudah tak sanggup lagi dibendungnya.

Naruto yang baru saja melangkah seketika berhenti begitu mendengar ucapan sang kekasih dan ia segera berbalik. Sejak dulu lelaki itu merupakan tipikal orang yang bermulut tajam, namun entah mengapa hal itulah yang membuatnya terpikat.

Ia menjulurkan tangan dan menyentuh bibir lelaki itu. Wajahnya mendekat, berusaha mengeliminasi jarak di antara mereka. Ketika jarak mereka hanya seperempat meter, ia segera berkata dengan maksud jahil, "Jutek sekali. Atau kau lebih suka kubuat bibirmu menjeritkan namaku seperti semalam?"

Sasuke berdecih tanpa mampu menjawab ucapan pria itu. Semalam ia menjeritkan nama lelaki itu setelah gairah menguasai tubuhnya. Untuk kali ketiga --kalau permainan mereka selama lebih dari dua ronde dalam satu malam hanya dihitung sekali-- ia mempersembahkan tubuhnya pada sang kekasih dalam seminggu pertama sejak mereka memutuskan tinggal bersama di tengah pandemi.

Harus ia akui bahwa ia begitu menikmati permainan Naruto hingga menjeritkan nama lelaki itu yang juga diiringi desahan tak membuatnya menyesal sama sekali meski ia baru melakukannya sebanyak tiga kali.

Sebelumnya, mereka tak pernah melakukannya sekalipun. Baik ia maupun Naruto awalnya berkomitmen untuk tak melakukannya sebelum menikah. Hingga pandemi datang dan gairah menguasai mereka berdua hingga mematahkan komitmen keduanya.

"Jangan seenaknya, Dobe. Kau tidak kerja, hn?"

"Ini kan hari minggu."

Sasuke bahkan sudah melupakan hari sejak ia berubah menjadi ibu rumah tangga gadungan selama seminggu terakhir. Rutinitasnya hanya memasak, membersihkan rumah dan melayani pasangan.

"Kau mau makan apa?"

Naruto menyeringai dan menyahut, "Kamu."

Sasuke terdiam sejenak. Keningnya berkerut, mencoba mencerna apa maksud lelaki itu, "Maksudnya?"

"Ya aku ingin makan kamu."

Sasuke mendelik. Sudah gila lelaki ini, padahal semalam mereka baru melakukannya tiga ronde.

"Hei, jangan main-main, Dobe! Katakan padaku, apa yang inign kau makan? Makanan sungguhan, bukan yang lain."

Naruto tersenyum. Kekasih tsunderenya ini sesungguhnya tipe yang perhatian. Buktinya lelaki itu bahkan mau memasak apa yang ia inginkan. Bahkan sesungguhnya Sasuke cenderung pasrah di tempat tidur, persis seperti namanya yang mengandung kata uke.

"Terserah."

"Jangan terserah. Kau mau makan apa?" Sasuke bertanya dengan nada menuntut.

"Ya terserah. Kau mau masak apapun juga boleh, akan kumakan."

Sasuke sedikit menyeringai, "Termasuk kalau aku memasak hidangan dengan kotoran Kurama?"

"Jangan pakai kotoran kucing juga!" seru Naruto.

Sasuke mendengus, "Ya sudahlah. Kau tunggu saja, jangan membantuku karena kau pasti mengacau di dapur."

Naruto mengangguk dan ia segera berjalan menuju sofa serta menyalakan TV. Ia merasa seperti seorang bapak rumah tangga.

.

.

"Seorang wanita berusia 56 baru saja meninggal setelah positif terkena virus Corona. Wanita ini diduga tertular setelah pergi berlibur ke China. Saat ini jenazahnya --" suara penyiar berita di televisi terputus ketika Sasuke mendadak menghampiri sofa dan mengganti siaran berita.

"Makan," ucap Sasuke seraya menepuk bahu Naruto.

"Oh? Sudah?"

"Hn."

Naruto segera mematikan televisi dan berjalan menuju meja makan. Matanya terbelalak ketika mendapati beberapa nasi dengan beberapa macam lauk yang ditata sedemikian rupa hingga begitu cantik dan ia tak tahan untuk tidak mengambil foto.

Ia segera mengeluarkan ponselnya dan mendekatkan ponsel itu sehingga makanan terlihat lebih besar dari sesungguhnya dan terdapat efek latar yang terlihat blur. Ia tersenyum dan segera membuka aplikasi Instagram.

Persetan jika ia akan dianggap berlebihan dan ditertawakan nantinya. Untuk saat ini ia memilih segera membagikan momen tersebut dan ia sengaja men-tag akun Instagram Sasuke.

'Makan siang buatan chef pribadiku @UchiSasuke'

Begitu bunyi caption unggahan Naruto. Sesudahnya ia meletakkan ponselnya begitu saja di atas meja dan menatap makanannya dengan antusias. Selama ia tinggal sendirian, belum pernah ia melihat makanan seperti itu tersaji di rumahnya. Ia selalu makan mi instan setiap akan makan dan ia bahkan terlalu malas menambahkan topping apapun. Alhasil hanya ada mi instan di rumahnya dan Sasuke sampai harus membeli begitu banyak bahan baku ketika pertama kali tiba di rumah.

"Selamat makan," ucap Sasuke seraya meraih sumpitnya. Naruto segera mengucapkan hal yang sama.

Tanpa menunggu sedetik lebih lama, ia segera meraih sumpitnya dan mengambil sepotong tamago yang terasa manis itu. Ia memakannya dan hampir menjerit. Telur itu begitu lezat, sama sekali tidak berbau amis dengan rasa manis yang tidak berlebihan serta bertekstur padat namun lembut.

"Enak!' seru Naruto setelah menyelesaikan kunyahan dengan terburu-buru.

"Kau kan bukan pertama kali memakan masakanku," sahut Sasuke dengan sinis.

"Tapi ini enak," Naruto sedikit bersikeras. Ia segera mengambil sepotong tahu dengan tekstur yang begitu lembut hingga terasa meleleh di mulut pada bagian dalam. Ia bahkan bisa mencium aroma kedelai dengan tekstur sedikit renyah di bagian luar karena digoreng serta dipadukan dengan saus asin gurih dengan rasa jahe yang kuat.

"Coba saja kalau kau memasak tiap hari untukku. Kau jadi chef di rumahku saja ya, Teme," pinta Naruto dengan nada memohon.

Di saat seperti ini, Sasuke tak menampik bahwa Naruto terlihat seperti anak kecil yang merajuk. Sesungguhnya, dalam keseharian Naruto terlihat kerap bermain-main dan menurutnya begitu kekanakan. Namun kalau sudah di tempat tidur, itu lain cerita. Ia bahkan tak bisa berkutik sama sekali.

"Bayaranku mahal, Dobe."

Naruto menyeringai. Entah apa yang terjadi hingga mendadak ia membayangkan keadaan di mana ia membangun keluarga bersama Sasuke serta membesarkan anak-anak bersama. Ia membayangkan bagaimana Sasuke akan hamil dan merawat seorang anak. Mungkin begitu lucu dan manis karena biasanya lelaki itu cenderung galak.

"Berapa?"

"Itu ...." Sasuke memutus ucapannya. Ia merasa malu mengatakannya, namun ia ingin mengatakan bahwa Naruto harus menikahinya terlebih dahulu.

Sasuke tidak sudi mengakuinya, namun sesungguhnya keberadaan Naruto di dalam rumah membuat suasana lebih ceria dengan suara berisik lelaki itu. Ia yang dibesarkan di keluarga yang tenang merasa asing pada awalnya, namun tak dipungiri bahwa ia menikmatinya.

Ia ingin menghabiskan hidup bersama Naruto untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, bukan hanya selama pandemi Corona saja. Ia tahu bahwa Naruto kerap mengacaukan rumah, namun ia tetap merasa nyaman dengan eksistensi lelaki itu. Barangkali, ia malah merasa kehilangan begitu kembali ke rumahnya yang cenderung tenang.

Pemikiran mereka seolah berada di frekuensi yang sama ketika senyum lebar merekah di bibir Naruto dan ia berkata, "Bagaimana kalau aku melamarmu dan kita menikah? Kalau bayarannya begitu bisa, kan?"

Wajah Sasuke memerah bak buah kesukaanya dan ia tersipu. Ketika ia menyadari bibirnya yang tersenyum, ia cepat-cepat memalingkan wajahnya. Namun Naruto terlanjur melihat raut wajah sang kekasih dan berkata, "Bagaimana, kau mau menikah denganku dan melahirkan anak-anakku?"

Sasuke kembali berdecih. Maksudnya lelaki itu melamarnya? Lamaran macam apa ini? Ia pikir setidaknya lamaran akan menggunakan cincin.

"Menikah?"

Intonasi suara Naruto terdengar lebih serius sesudahnya. Ia segera berkata, "Ya. Maukah kau menikah denganku, Teme?"

"Kau tidak serius, kan?" tanya Sasuke. Ia hanya merasa aneh karena lelaki itu mendadak melamarnya untuk menikah.

Naruto segera menjawab, "Aku serius."

Sasuke menyadari bahwa tatapan Naruto yang tertuju padanya benar-benar tulus. Lelaki itu seolah menunggu jawaban darinya dan terlihat tak sabar, namun juga mengandung sejuta harapan.

Emosi membuncah di dada Sasuke. Ia tak mampu menyembunyikan senyuman yang terpatri secara otomatis. Bibirnya berucap, "Kenapa?"

Naruto menatap Sasuke. Sebetulnya kenapa ia ingin menikah dengan Sasuke? Ia merasa bingung bagaimana harus menjawab. Ia sudah mengenal Sasuke sejak keduanya masih memakai popok karena ibu mereka berteman. Awalnya ia menganggap Sasuke adalah rival, namun perasaan itu malah beralih menjadi cinta. Ia mendapatkan kenyamanan dari eksistensi Sasuke di sisinya, dan baginya Sasuke adalah bagian tak terpisahkan darinya. Ia tak ingin keberadaan Sasuke digantikan oleh siapapun.

"Aku tak ingin kehilangan dirimu, Teme,"ucap Naruto. Sesudahnya ia merasa ingin menghilang saja karena sudah mengucapkan kalimat dramastis begitu. Hilang sudah harga dirinya, kini ia terlihat seperti lelaki di drama yang begitu berlebihan hingga digandrungi sebagian kaum hawa.

"Ck, kau kebanyakan nonton drama?" Sasuke berdecak sinis.

Naruto tak sanggup bereaksi apapun. Tubuhnya seolah membeku dan ia tertegun ketika Sasuke mendadak memeluknya dengan sangat erat. Kehangatan tubuh lelaki itu perlahan menjalarinya dan ia segera membalas pelukan lelaki itu.

"Tentu saja aku mau menikah denganmu, Dobe."

Keduanya berpelukan erat selama beberapa saat sebelum saling melepaskan pelukan. Sesudahnya kedua insan itu saling bertukar tatap dan tersenyum. Keduanya merasa senang sekaligus malu akan apa yang baru saja mereka lakukan dan ucapkan.

"Err ... kau butuh cincin, ya?" Naruto mendadak menggaruk belakang kepalanya dengan gugup.

Sasuke hanya diam. Ia masih merasa aneh akan lamaran yang begitu mendadak. Ia dulu berpikir bahwa setidaknya ia akan dilamar dengan cincin. Namun Naruto malah melamarnya dengan tangan kosong. Si bodoh itu pasti tidak mempersiapkan apapun. Ia juga tidak seharusnya berharap banyak.

Naruto mengambil potongan bawang bombai yang berbentuk lingkaran dan meletakkannya ke piring Sasuke, "Anggap saja ini cincin, ya."

Emosi Sasuke seketika memuncak. Orang gila macam apa yang berniat memberikan sepotong bawang bombai sebagai pengganti cincin? Bocah pun sepertiya tidak separah itu.

Sasuke sengaja meladeni permainan Naruto. Ia mengambil bawang bombai itu dan memakannya, "Tuh, sudah kumakan cincinnya."

Naruto terkekeh, "Cincin sungguhannya sesudah Corocoro berakhir, ya."

"Corocoro? Maksudmu kacang koro?" Sasuke mengernyitkan dahi mendengar ucapan Naruto.

"Maksudku virus Corona. Itu panggilan sayangku untuk virus ini."

Sasuke berdecih mendengar ucapan kekasih yang kini merupakan calon suaminya itu. Sepertinya ia harus berusaha lebih bersabar menghadapi pria yang akan menjadi rekan untuk menghabiskan sisa hidup bersama.

-The End-

-----------------------------------------

Author's Note :

----------------------------------------

Trims telah membaca karya saya ini. Maaf kalau feelnya kurang dapet, karena sejujurnya ini pertama kalinya saya menulis NS.

Mungkin ada pembaca yang merasa bingung, apakah saya yang sebetulnya author SN sudah pindah kapal? No offense, sebetulnya tidak. Kapal saya masih tetap SN, juga bukan penikmat MPreg, namun saya sendiri tidak fanatik dengan pair tertentu, juga tidak keberatan dengan orang yang menyukai pair apapun.

Namun karena fanfict ini dikhususkan untuk kak meyling4yang penikmat MPreg dengan pair NaruSasu, jadinya saya buatkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top