Ch1; Would You Be My BF? Yes or Yes?
A/N : JunZhe dan lainnya seumuran
.
.
.
Zhang Zhehan berjalan menunduk setelah keluar dari ruang guru. Beberapa kali ia menghela napas berat di setiap langkahnya. Sungguh, bukan ini yang ia harapkan dari guru bidang olahraga.
Padahal dirinya dan seluruh tim basket berlatih keras untuk bisa mengikuti turnament basket antar SMA di Shanghai. Harapannya, hanya ingin didukung pihak sekolah dalam mengikuti turnament tersebut.
Tapi ini hanya mimpinya saja, nyatanya sudah meminta ijin kepada guru olahraga, bahkan kepala sekolah, tidak juga terealisasikan.
"Apa yang harus kukatakan pada mereka?"
Ah, memang dirinya tidak boleh terlalu percaya diri untuk dibiayai dalam turnament. Fasilitas untuk basket saja sangat buruk.
Ekstrakulikuler basket baru berdiri kembali sejak 3 tahun yang lalu, setelah hampir 5 tahun mati. Dia yang mencintai basket, tentu dengan senang hati menghidupkan klub basket sekolah ini.
Tapi, tanpa dukungan dari sekolah, bagaimana bisa klubnya mendaftarkan turnament? Terutama biaya selama melakukan turnament tersebut?
Dari ujung koridor, terdengar suara derap langkah dengan terburu-buru. Sekolah memang sudah bubar sejak 30 menit yang lalu. Ia sengaja mengambil waktu pulang sekolah untuk menemui guru olahraga, dan hasilnya sungguj mengecewakan.
Zhehan terus menunduk saat dirasa orang yang tadi berlari itu mendekati dan menghentikan laju langkahnya.
"Bagaimana? Apa pengajuan kita disetujui?"
Pemuda manis itu menatap temannya, raut wajahnya datar, membuat temannya itu menurunkan senyumannya.
"Oh. Oke. Aku tahu jawabannya."
"Xiao Yu~~~ terus aku harus bagaimana?"
Xiao Yu hanya memutar bola matanya bosan saat sahabatnya itu memeluknya sambil terus menggumamkan kata-kata kurang jelas.
"Ya sudah, kita katakan ke anggota lainnya, kalau kita tidak bisa mengikuti turnament."
Zhehan melepaskan pelukannya, matanya memerah dan sedikit ada genangan air di mata bulatnya. Segera ia usap dengan kasar dan berkata,
"Tidak. Kita tidak boleh menyerah."
Xiao Yu sendiri sebenarnya tidak ingin ikut ekskul basket. Hanya saja, sahabat sejak kecilnya ini memaksa dan mengancamnya dengan tangisan memilukan. Jadilah dirinya terseret ke klub basket yang super miskin ini.
"Terus kau mau bagaimana?"
Zhehan diam, pemuda manis itu masih berpikir dengan menggigit ujung-ujung jarinya, "iya, ya? Aku harus apa?"
"Mana kutahu! Kau kan kaptennya!"
"Kau juga harus bertanggung jawab, Xiao Yu!"
"Lhah, aku?" Ucapnya kesal dengan menunjuk wajahnya sendiri.
"Iya! Kau kan temannya kapten."
Sepertinya Xiao Yu memang harus meminta gaji kepada bibi Zhang karena sejak sekolah dasar, dirinya sudah seperti baby sitter Zhang Zhehan.
"Mana bisa begitu..." Gumam Xiao Yu sambil menatap Zhehan yang masih memasang wajah galak. Lalu ia menepuk bahu sahabatnya itu, "aku tahu caranya."
Mendengar itu, Zhehan langsung membuilatkan kedua matanya dan bibir tipisnya melengkung membentuk bulat sabit. "Apa??"
"Kau minta bantuan Gongjun saja. Musim dingin kemarin tim hokinya 'kan menang. Dia juga ketua OSIS. Siapa tahu bisa membantumu."
Zhehan tidak menjawab, dia seperti kebingungan dan menatap Xiao Yu dengan ragu.
"Kenapa?" Tanya pemuda tinggi besar itu.
"Sepertinya tidak bisa."
"Kenapa?" Tanyanya lagi dengan kata sama untuk kedua kalinya.
Sebelum menjawab, Zhang Zhehan melihat sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada orang. Jika ada yang mendengar, bisa kacau.
"Uhm... satu minggu lalu..." dia mencoba menjeda perkataannya, membuat Xiao Yu tidak sabar dengan kelanjutannya.
"Seminggu lalu ada apa?!"
"...uhm...Gongjun menyatakan cintanya padaku dan aku menolaknya." Ucap Zhehan secepat mungkin dengan kedua matanya tertutup. Wajahnya sudah memerah karena malu.
"Ha?" Sebentar. Xiao Yu masih memproses kata-kata sahabatnya tadi. Dan begitu ia paham, kedua matanya melebar, "APA?! JADI –"
" –SSTTT! Diam!" Zhehan langsung menutup mulut sahabatnya, karena kemungkinan besar, mulut Xiao Yu akan bersuara keras. " Ini rahasia antara kita berdua. Jangan beritahu siapa-siapa. Mengerti?"
Xiao Yu hanya mengangguk karena mulutnya masih dibekap oleh Zhehan. Ia masih terkejut karena tebakannya benar. Bahwa Gongjun yang merupakan tetangganya Zhehan, menaruh rasa pada sahabatnya.
*****
"Kau hanya akan menatapku di depan pintu atau mau berbicara denganku?"
Zhehan mundur dari pintu dan melihat ke arah kusen untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar berada di kantor organisasi kesiswaan di sekolahnya. Ia heran, kenapa di ruangan ini hanya ada Gongjun saja. Di mana anggota OSIS lainnya?
"Kau sendirian?"
Gongjun tidak menjawab dan tetap membaca lembaran kertas yang entah itu isinya apa, Zhehan tidak ingin tahu.
"Kau sibuk?"
Ini kali pertama dirinya bertemu dan berhadapan langsung dengan Gongjun setelah aksi 'penembakan' itu, dan berakhir dengan penolakannya.
Dirinya sedikit canggung dengan tetangganya ini, apalagi hanya berdua dalam satu ruangan. Takut Gongjun menyimpan dendam padanya.
Ah, bukan karena ia takut kena pukul Gongjun, mengingat pemuda itu lebih tinggi darinya.
Tapi dirinya takut dengan tatapan sang ketua osis, karena itu sangat mengerikan dan membuatnya bergidik.
Meski mereka tetanggaan, baru kali ini satu sekolah. Dari kecil sudah beda sekolah dan bermain juga hanya sekadarnya. Zhehan lebih sering menghabiskan waktu bersama Xiao Yu
"Hai, Tuan Gong. Apa kau sedang mengacuhkanku?"
Pemuda itu menghela napas, dan untuk pertama kalinya menoleh ke arahnya.
Zhehan tersentak saat bertemu tatap dengan mata tajam Gongjun. Sesegera mungkin ia alihkan pandangannya ke arah lain.
"Ada apa?"
"Anu...uhm..." Ia ragu untuk mengatakannya, "aku ingin minta bantuanmu....boleh?"
Gongjun berdiri dan menyingkirkan kursi yang tadi ia duduki. Kaki panjangnya ia langkahkan menuju Zhehan. Di mana pemuda itu sekarang sedang mulai was-was dan memundurkan tuibuhnya. Sayang sekali, belakangnya tembok sehingga dirinya diam di sana.
"Sudah menolakku, mendiamiku selama seminggu, dan sekarang minta bantuanku?"
Gawat!
Zhehan tidak bisa lari lagi. Kenapa dirinya harus berada di satu ruangan sepi bersama Gongjun? Bukankah dirinya sedang menyerahkan diri kepada pemangsa?
Ini gara-gara Xiao Yu dan Xukai yang menyuruhnya untuk menemui Gongjun. Jika ini orang bukan ketua OSIS atau kapten Hoki es di sekolahnya, dia tidak mau minta tolong!
Mana punya muka dia, sudah menolak orang, terus minta bantuan? Bagaimana kalau nanti syaratnya untuk menerima perasaan Gongjun padanya?
Tidak!
Ini tidak adil!
Mana Gongjun semakin mendekat lagi! Sekarang malah kedua tangannya telah memerangkapnya di tembok kantor OSIS.
MAMA! ANAKMU MAU DIPERKOSA MAMA!
Tidak, bukan begitu. Kenapa dirinya takut? Kan sama-sama pria!
Heh, dasar!
Tapi Gongjun sudah ada di depannya, menunduk dan menatap matanya dengan tajam. Membuat kerongkongannya tiba-tiba kering.
"Bi-bisakah kau mundur?"
"Tidak."
"Oh. Oke." Zhehan terima begitu saja. Lagian ini orang mau apa dengannya di sekolah yang sepi ini? tidak mungkin bertindak asusila 'kan?
....benar 'kan?
EH? KOK JADI RAGU?!
"Uhm...masih ada penjaga sekolah di luar. Takut dia mengira kita sedang berbuat yang tidak-tidak, lebih baik kau mundur."
Benar juga. pikir Gongjun.
Dirinya sering hilang kendali jika sudah melihat wajah tetangga manisnya ini. Apakah dirinya benar-benar mencintainya, atau hanya napsu belaka.
"Aku tahu kau suka denganku. Tapi tidak perlu pakai hawa napsu."
Gongjun berdeham, merapikan dasi seragamnya dan berdiri tegak. "Maaf."
"Aku ada perlu –ah, tidak. Maksudku minta bantuan."
Sebelah alis pemuda tinggi itu meninggi karena heran, "bantuan apa?"
Sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Zhehan berkata dengan ragu, "4 bulan lagi, tepatnya Juni nanti, menjelang musim panas, ada turnament basket antar SMA kota."
"Trus?"
Zhehan mengernyit ragu dengan keputusannya untuk meminta bantuan kepada Gongjun. Tapi kepala sekolah mungkin mau mendengarnya. Karena Gongjun ini siswa unggulan, kemarin tim Hoki esnya menang.
Mungkin saja, melalui Gongjun, kepala sekolah bisa membuka jalan untuk menyetujui tim basketnya ikut turnament.
"Kita, tim basket, sudah membuat proposalnya kepada kepala sekolah melalui guru olahraga. Tapi ditolak." Ucapnya lesu sambil menundukkan kepalanya.
"Kenapa kau meminta bantuanku?"
"Nah!" Zhehan menepuk bahu Gongjun dengan cukup keras. "begini," Ia mencoba berdeham membersihkan tenggorokannya sebelum melanjutkan perkataannya.
"...kau kan ketua OSIS, Januari kemarin baru memenangkan turnament Hoki es. Mungkin saja dengan prestasi dan pangkatmu itu di sekolah, bisa meluluhkan hati kepala sekolah." Ia menatap Gongjun dengan penuh harap.
"Kami janji, dengan latihan keras sampai pertandingan nanti, kita pasti bawa piala untuk sekolah." Lanjut Zhehan dengan semangat menggebu.
Meski fasilitas ekskul basket terbatas, mereka sering latihan di luar dengan menyewa lapangan indoor basket. Tapi kebanyakan menggunakan uangnya sendiri, karena Zhehan yang ingin main di indoor. Dirinya sungguh lemah dengan panas matahari.
Setidaknya, uang yang telah ia keluarkan tidak sia-sia dan berakhir dengan timnya masuk ke turnament lalu mendapat dukungan sekolah.
Tapi ucapan Gongjun membuat semangatnya langsung luntur, "klub basket bukannya tidak resmi di sekolah ini setelah bubar 5 tahun lalu? Pantaslah kepala sekolah menolaknya."
Senyuman Zhehan segera pudar dan kakinya otomatis menendang kaki panjang tetangganya itu, "makanya! Ini kita mau berusaha membuat prestasi."
Gongjun tidak mengaduh, dirinya hanya menunduk dan mengelus kakinya. Dirinya sungguh heran, kenapa ia bisa jatuh cinta dan patah hati sekaligus dengan makhluk kasar seperti Zhang Zhehan.
"Memang yakin akan menang?"
"Kalau tidak dicoba, mana tahu!" Ucapnya dengan lantang, hampir membuat gendang telinga remaja tinggi itu berdenging.
"Ayolah Gongjun, bantu akuu...." Mohonnya dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada, "aku tahu kau belum ikhlas kalau aku menolakmu kemarin. Tapi jangan campurkan urusan pribadi dengan sekolah. Please~"
Ya, memang Gongjun tidak melibatkan urusan pribadi. Tapi melihat orang yang ia taksir memohon dengan kedua mata bulatnya, sukses membuat hatinya luluh dan ingin membawa wajah manis itu ke dalam rengkuhannya.
"Baiklah." Gongjun melihat wajah Zhehan langsung berseri ceria dan menatapnya dengan senang. "Tapi ada syarat."
Begitu mendengar itu, pemuda yang lebih pendek langsung diam membatu. Hatinya mencelos dan berpikir.
Apakah Gongjun mau aku menerima cintanya?
Ughh... tidak apa, sih. Paling penting dirinya dan klub basketnya dibantu. Kok dirinya seperti menjual diri ya?
"Ap-apa syaratnya?"
Nah, kan!
Zhehan sudah tidak enak saat Gongjun mulai menyeringai tidak jelas sambil menatapnya. Dirinya semakin takut karena sekolah sudah sepi, Xiaoyu serta Susu telah pulang dan dirinya hanya di sini berduaan dengan Gongjun yang mesum.
Apakah benar aku harus menjual diriku pada Gongjun? Pikirannya sudah mulai semrawut.
"Nanti aku pikirkan di rumah. Sekarang, " ia memasukkan beberapa kertas yang tadi dibaca ke tasnya. Lalu menyampirkan tas hitam tersebut ke bahu, lalu merangkul Zhehan, "ayo kita pulang dan makan di rumahku."
Zhehan hanya menurut saja.
*****
Benar-benar keterlaluan. Ini namanya perbudakan!
Tapi ini adalah jalan satu-satunya agar Juni nanti klub basketnya bisa mengikuti turnament.
Tapi kenapa dirinya justru diperbudak seperti ini? Dengan kesal, Zhehan mengayunkan tangannya dan mengenai kepala Xiao Yu yang sedang minum es.
"Aduh, begundal!" Ia mengibaskan seragmamnya yang sedikit terciprat jus jeruknya, "sialan. Kalau mukul lihat-lihat, dong!"
Zhehan malah tidak memperhatikan, ia justru mendengkus keras sambil menggumamkan kata-kata kurang jelas.
"Apa, sih?! Kalau sedang kacau, cerita! Jangan malah pukul orang!" Sejak pagi memang sahabatnya ini sudah sangat kacau. Tapi ia semakin heran saat Zhehan berangkat dengan membawa sepeda serta Gongjun duduk di boncengan.
Iya, sih, mereka tetangga. Tapi bukankah tidak begitu akrab?
"Aku marah padamu!"
Xiao Yu berhenti memakan burgernya dan menoleh pada sang sahabat, "salahku lagi?"
"Iya!"
"Ada Apa?"
Saat ini mereka berdua sedang berada di salah satu gazebo taman belakang gedung. Niat hati Xiao Yu ingin damai terhindar dari Susu dan Zhehan, tapi sahabatnya yang mirip princess ini tahu-tahu nongol dengan wajah masamnya.
"Ya, gara-gara kalian menyuruhku untuk meminta bantuan Gongjun, sekarang aku jadi budaknya dia!"
"What?!"
Tanpa mengatakan apa-apa, Zhehan menyerahkan secarik kertas kepadanya. Suapan terakhir burgernya langsung ia masukkan ke mulut besarnya agar bisa memegang kertas itu.
Dengan mulut masih penuh, Xiao Yu membaca deretan huruf yang ada di kertas tersebut. Matanya melebar dan langsung menelan burgernya sesaat kemudian.
"Gongjun memberi syarat ini?"
Mulut Zhehan mengerucut, tangannya sibuk meremas-remas kertas yang sudah ia rebut dari tangan Xiao Yu.
"Hum!"
"Ya...jalani saja. Lagi pula itu tugas pacar, kan?"
"'KAN AKU BUKAN PACARNYA, YU XIANG!"
Mereka diam, saling tatap dan Xiao Yu langsung berkata, "benar. Berarti kau mulai sekarang jadi pacarnya."
"Sial."
Xiao Yu berkata seperti itu bukan tanpa alasan. Sebab di dalam kertas itu berisi tugas untuk Zhehan dari Gongjun, layaknya tugas seorang gadis ke pacar lelakinya.
"Aku harus belajar masak, gitu? Lalu membangunkannya tiap pagi? Menyanyikan lagu sebelum tidur lewat telepon?"
"Hanya dua Minggu, Zhang Zhehan. Masa aku yang lakuin itu? Gongjun mana napsu denganku." Ya...sebenarnya Xiao Yu sama sekali tidak kaget mengetahui Gongjun menyatakan cinta pada sahabatnya.
Itu sudah tercium sejak Gongjun lebih memilih daftar di SMA ini dari pada SMA favorit yang sangat terkenal di kota Shanghai.
Pantas saja setiap dirinya dan Zhang Su datang ke rumah Zhehan, Gongjun sudah memberi tatapan membunuh ketika melewati gerbang rumahnya.
"Oke. Baiklah. Hanya dua Minggu. Setelah itu, kita bisa melaju ke turnament."
"Jangan lupakan kondom."
"For what?!"
"Yaa...siapa tahu Gongjun minta ekstra servis –"
Xiao Yu tidak menyelesaikan perkataannya karena pukulan keras langsung ia terima di kepala, "kita masih kelas dua SMA. Belum 18 tahun. Mana bisa melakukan itu!"
Remaja dengan badan besar itu hanya mengedikkan kedua bahunya, "ya...siapa tahu, kan?"
Zhehan langsung memikirkan hal itu.
"Benar-benar keperawanku mau terenggut."
*****
Wanita paruh baya itu sangat heran melihat anak lelaki satu-satunya sudah berada di dapur dan sekarang membuat sandwitch. Ya, dia tidak heran jika Zhang Zhehan bangun subuh, karena memang puteranya ini suka bangun pagi.
Tapi baru kali ini dia banun pagi dan membuat sarapan sendiri –ah, tidak. Sepertinya itu akan dijadikan bekal. Lihatlah kotak makan yang terbuka di sampuingnya.
Zhang Xia diam saja, ia tidak bertanya, hanya melewati saja dan mengambil sayur di kulkas untuk dimasak sarapan hari ini.
.
.
"Nih!"
"Bekal?"
"Bukan. bom." Zhehan berdecak keras dan mendorong kotak bekal itu ke tangan tetangganya, "ya bekal lah. Ini aku buat pagi tadi. Ngantuk, nih!"
Remaja tinggi itu diam-diam tersenyum sekilas dan menatap Zhehan yang kantung matanya sedikit gelap.
"Kau lembur?"
Ia mengangguk lemah dan menguap lebar tanpa menutup mulutnya, "mengerjakan tugas fisika. Itu memusingkan. Mana sepedamu?"
Melihat Zhang Zhehan yang terlihat sangat mengantuk, dirinya tidak tega bila menyuruhnya mengayuh sepeda dengan dirinya membonceng di belakan.
"Biar aku saja di depan. Kau duduk di belakang."
Zhehan menatap Gongjun tidak percaya, "serius?"
Gongjun tidak membalas, ia hanya memasukkan bekal tadi ke dalam tasnya dan kembali ke garasi rumah untuk mengambil sepeda.
"Naik."
"Asyik. Kapan lagi aku numpang sepedanya Gongjun tanpa mengayuh."
Remaja jangkung itu tersenyum sat kedua tangan Zhehan refleks memeluk pinggangnya dan tertawa senang di belakang.
"Pegangan kencang. Aku akan membawa sepeda ini cepat."
"Huh –AAA IYA!"
Gongjun benar-benar mengayuh sepedanya dengan cepat. Terimakasih pada kaki panjang dan berorotnya.
****
Sudah berjalan satu minggu, Gongjun dan Zhehan sudah seperti pasangan kekasih. Harapan pria jangkung itu benar-benar terwujud.
Sebenarnya ia tidak ingin memanfaatkan situasi ini, tapi....bukankah timbal balik?
Zhang Zhehan juga nanti akan ia bantu untuk mendapatkan ijin, dirinya juga perlu dibayar untuk melakukan hal itu.
Tapi, apakah terlihat kejam menjadikan Zhehan seperti kekasihnya sementara remaja manis itu sedikit tertekan dengan permintaannya itu?
"Bukankah itu anak basket dari kelas 2-B?"
Salah satu satu tim hokinya datang menghampirinya dan menatap Zhehan yang ada di pinggiran lapangan.
Saat ini tim hokinya memang ada jadwal latihan, bukan di area es karena semua arena es sedang penuh. Serta ini hanya latihan rutin biasa, jadi hanya main hoki biasa di lapangan indoor kota.
"Ya. Dia Zhang Zhehan. Aku mengajaknya ke sini untuk menemaniku latihan."
Remaja manis itu duduk bosan di sana. Sesekali menghembuskan napas berat dan membuatnya tidak tega jika harus menunggu lama.
"Hari ini kita sudahi latihan saja. Sudah mau petang."
"Serius?"
Gongjun mengangguk. Lagi pula Zhehan tadi pagi baru latihan basket bersama teman timnya. Sore hari, dia menemani Gongjun latihan. Sebenarnya ia juga tidak menyuruh, tapi Zhehan memaksa ikut, bawa makanan pula yang ia beli dari minimarket.
Sepertinya anak itu sungguh ingin mendapatkan hatinya agar mau membantu tim basket bisa naik ke turnament.
"Bilang ke yang lain, kita selesai latihan."
Gongjun tidak melihat ke yang lain dan langsung berjalan ke arah Zhang Zhehan. Remaja itu langsung duduk tegak dan membenarkan topi bucketnya. Wajahnya yang kecil hampir tertutup dengan topinya itu.
Dia sungguh menggemaskan. Otomatis Gongjun menggumamkannya karena memang tampilan Zhehan sore ini sangat berbeda.
"Sudah selesai latihannya?"
Gongjun mengangguk. Ia senderkan tongkat hokinya dan duduk di sebelah Zhehan. Remaja manis itu segera mengangsurkan air minum yang ia keluarkan dari tas ransel merahnya.
"Thanks."
"Entah kenapa aku sudah mulai terbiasa seperti ini. Mengikutimu latihan, berangkat dan pulang bareng, bahkan Xiao Yu sempat marah padaku karena sudah jarang bersamanya."
Zhehan kaget saat menoleh ke samping, Gongjun sedang menatapnya intens dan tenang. Ia menaikkan sebelah alisnya heran karena kedua mata lelaki di sampinnya sama sekali tidak berkedip.
"Gongjun, kau oke?"
"Tidak."
Zhehan tidak menanggapi, ia mengambil botol di tangan Gongjun dan membuka tutupnya, "ini minumlah, kau mungkin terlalu lelah." Disodorkannya botol minuman itu ke arah mulut Gongjun. tapi dia malah diam dan masih menatapnya.
Sial
Wajahnya sekarang terasa panas, pasti sekarang memerah, "apa ada yang aneh di wajahku?"
"Uhm" Gongjun mengangguk. "Pipimu"
"Pipiku?" ia segera menyentuh kedua pipinya. "Ada apa?"
Gongjun menghela napas, melihat ke sekeliling lapangan yang mulai sepi karena teman setimnya sudah keluar dari lapangan, menuju kamar ganti.
"Gongjun, ada apa di pipiku –"
Perkataan Zhehan berhenti seketika saat dirinya merasakan ada sesuatu yang dingin dan kenyal menyentuh pipi kirinya. Seketika, ia sesak napas di tempat seluas ini. Menoleh takut-takut ke arah Gongjun yang tersenyum tipis.
"Pipimu mengundangku untuk menciumnya."
"Wh-what?!" Zhehan tidak bisa berkata apa-apa lagi. aksi Gonjun tadi benar-benar membuatnya diam mematung.
Remaja jangkung itu menyampirkan lengan panjangnya untuk menangkup tubuh kecil Zhehan, "mari kita pulang."
"Gongjun."
"Huh?"
"Kau tidak sedang menganggap ini kencan sungguhan, kan? Aku hanya mengerjakan tugasku darimu."
"...dan aku menanggapinya. Bukankah wajar berciuman pada pasangan kekasih?"
Sepertinya dirinya benar-benar dijebak.
Zhehan justru merasa takut. Hari sudah mulai gelap dan dirinya hanya berduaan saja di sini bersama Gongjun.
"Aku mau pulang." Ujar Zhehan cepat dan berusaha menyingkirkan tangan Gongjun di pundaknya.
"Oke. Sebentar, aku masukkan tongkat hokiku ke tas."
"Aku mau pulang."
"Iya." Gongjun dengan cepat membungkus tongkat hokinya dan menggantungnya di punggung. Ia melihat Zhehan yang sudah berjalan cepat menuju pintu keluar.
"Tunggu aku, Bao."
"APA LAGI ITU?!" Zhehan berteriak heboh saat mendengar panggilan yang menurutnya sangat tidak manusiawi.
"Bao. Bibi. Dariling. Baby –"
"NAMAKU ZHANG ZHEHAN!"
Gongjun terdiam, menatap pemuda mnis di hadapannya ini. Mukanya terlihat sangat memerah. "Aku tahu."
"Ya sudah."
"Ya. Bao."
"ZHANG ZHEHAN! Namaku Zhang Zhehan."
Gongjun tertawa terbahak. Kenapa Zhehan sangat menggemaskan, sih? Mengenalnya sejak kecil, kenapa dirinya baru sadar kalau anak ini begitu cute?
"Baiklah." Gongjun menatap Zhehan dengan menahan tawanya, "...Zhehan."
"Aku sungguh membencimu!"
.
.
Seminggu lagi, ya...kenapa dirinya tidak meminta satu bulan sekalian untuk persyaratan ini? Memang dirinya egois, memanfaatkan kondisi Zhehan yang sedang kesulitan.
Bagaimana jika nanti dirinya tidak bisa membujuk kepala sekolah? Sampai saat ini, memang dia sedang terus berkonsultasi dengan bidang kesiswaan. Siapa tahu dapat membantunya.
Sang guru berkata, bahwa dana sekolah tidak begitu besar untuk membawa tim basket yang ekstrakulilernya tidak resmi, untuk ke turnament. Karena dananya akan digunakan untuk hal lainnya.
Masih ada harapan sebenarnya. Sekolah masih memiliki komite dengan sumbangan besar. Bila mampu mempresentasikan kondisi ekstra basket dengan baik, mungkin bisa dibantu.
Gongjun kaget saat bahu kirinya terasa berat. Ternyata Zhehan tertidur dan terjatuh ke bahunya. Mereka memang sengaja tidak membawa sepeda karena jaraknya yang jauh. Terpaksa harus menggunakan bus.
Sudah pukul 8 malam, tapi kondisi bus sudah cukup sepi dan mereka berdua duduk di kuesi paling belakang dengan beberapa orang lain di kusi depan.
Ia tersenyum melihat Zhehan yang tertidur pulas. Menghindari pemuda manis itu terjatuh, tangan kanannya berusaha menahan kepala Zhehan dengan lembut.
"Satu minggu lagi...." Gumam Gongjun dengan pandangannya menunduk melihat Zhehan yang mencari posisi nyaman di bahunya.
Satu minggu lagi dan semuanya akan kembali ke semula. Satu minggu lagi, Gongjun tidak akan sedekat ini dengan orang yang ia sukai.
"Apa dia benar-benar menolakku karena tidak suka, atau ada alasan lain?"
Ia masih penasaran, sebab saat dia mengungkapkan perasaannya pada Zhehan, dia hanya minta maaf dan pergi. Setelah itu, Zhehan berusaha menghindar darinya dan bahkan pergi ke sekolah lebih awal agar tidak bertemu di jalab.
Ia melihat ke arah Zhehan yang masih tertidur, "apa dia sudah menyukai seseorang?"
Tidak mungkin juga. setiap hari hanya fokus dengan basket atau bermain dengan sahabatnya yang bernama Xiao Yu dan Susu.
"Kenapa aku harus suka dengan orang yang tidak jelas macam dia?"
Sedikit kesal, ia menurunkan topi bucket Zhehan hingga menutupi wajah kecil pemuda manis itu.
****
"Bagaimana?" Zhehan menunggu tidak sabar di depan pintu ketika Gongjun baru keluar dari ruangan kepala sekolah.
Gongjun memberikan dokumen proposal ke tangan Zhehan, "berhasil. Tapi sekolah tidak bisa memberikan seragam untuk tim kalian."
"Tenang saja! Kami ada dana untuk membuat seragam."
Zhehan begitu gembira sampai-sampai tidak melihat Gongjun dan malah sibuk dengan berkas proposalnya. Melihat tanda tangan dan cap kepala sekolah, membuat pemuda itu sampai lupa menutup mulutnya.
"Anak-anak pasti akan senang. Terimakasih, Gongjun."
"Hm. Kita impas, kan? Aku pergi."
"Eh? Tunggu!"
Zhehan langsung memegang lengan Gongjun, mencegahnya untuk pergi dan menatapnya, "Nanti kau ada latihan? Aku temani, ya?"
Pemuda jangkung itu tidak menjawab, dia malah menyingkirkan genggaman tangan Zhehan di lengannya dengan pelan, "tidak usah. Kontrak kita 'kan sudah selesai."
"Tapi..." Jeda sejenak, ia memikirkan perkataan selanjutnya, "tapi aku sudah terbiasa menemanimu latihan."
"Bukankah sebelumnya kau juga tidak pernah menemaniku?"
"A –ah, itu..."
"Kau sudah menolakku. Dan aku terima fakta itu."
Perkataan Gongjun sukses mengingatkan fakta bahwa dirinya telah menolak Gongjun 3 minggu lalu. Mana tanpa alasan pula. Tapi Gongjun juga tidak tanya alasan ia menolaknya.
"Apa dengan menolakmu, kita tidak bisa jadi...teman?"
Gongjun mendengkus, "seperti Xiao Yu dan Zhang Su?"
Zhehan mengangguk ragu, ia tidak tahu harus menjawab apa, "ya...mungkin memang nasibku."
"Huh?"
Ia mengulurkan tangan kanannya ke arah Zhehan dan mengajaknya bersalaman, "Terimakasih karena selama 2 minggu mau berpura-pura jadi kekasihku. Sandwichmu enak. Tapi lain kali jangan terlalu banyak memasukkan garam ke sosis atau ke telur."
"Eh?" Benarkah dia memasaknya terlalu asin? Padahal dirinya sudah cicipi sebelum dimasukkan sebagai isian roti. "Jadi selama ini..."
"Belajar masaklah denganku kalau sempat."
Setelah itu Gongjun pergi meninggalkan Zhehan yang termenung sambil memegang dokumen proposal turnament basket.
"Jadi Gongjun meminta berakhir...?"
*****
"Kau jatuh cinta dengan Gongjun. fix!"
Zhehan melirik tyajam pada Zhang Su yang asal menyimpulkan begitu saja setelah ia menceritakan masalahnya.
"Padahal awal dari rencana, Zhehan sudah banyak mengeluh. Sudah selesai misinya malah ketagihan jadi pacarnya Gongjun."
Kali ini Xiao Yu yang berkomentar sambil makan jeruk yang disandingkan ibunya Zhehan untuk mereka bertiga.
Karena kegelisahannya, Zhehan mengundang kedua sahabatnya untuk datang ke rumah. Tapi bukannya menenangkannya, mereka berdua justru menjadi sangat mengganggu.
Ia membuka jendela kamarnya. Dari lantai dua terlihat bagian depan rumah Gongjun. anak itu tidak keluar rumah di akhir pekan ini. Setelah meninggalkannya di depan kepala sekolah kemarin, pemuda jangkung itu juga sama sekali tidak menghubunginya.
"Sialan." Gumam Zhehan, dirinya merasa ada yang salah pada pikiran serta hatinya. Kenapa begitu resah hanya karena tidak melihat Gongjun keluar dari kamarnya.
"Kau bisa datang ke rumahnya. Membawakannya jeruk ini, mungkin?"
Ia mendengar saran dari Zhang Su, tapi kembali marah saat jeruk yang ada di piring hanya tinggal 3 buah.
"Apa kau meledekku?" Ucapnya dengan melemparkan bantal duduk ke arah Susu.
"Kau itu kena karma. Gongjun sudah dengan tulus menyukaimu. Tapi tanpa alasan kau menolaknya begitu saja."
Zhehan diam. Ia sebenarnya juga masih bingung, kenapa dirinya bisa menolak Gongjun. Padahal dia juga anak baik, cukup pintar, kapten klub hoki sekolah dan ketua OSIS pula.
Tapi kenapa aku menolaknya? Zhehan bertanya pda diri sendiri.
"Tapi aku bukan gay."
"Memang ada siswi di sekolah yang sedang atau sudah kau taksir?"
Ucapan Xiao Yu sukses membuatnya sadar. Dirinya sama sekali baru menyadari kalau ia juga belum pernah tertarik dengan seorang gadis manapun.
"God..."
"Kan, baru sadar kalau kau juga belum pernah jatuh cinta." Xiao Yu menutup game di ponselnya dan menatap sang sahabat, "selama ini kau sering bersama Gongjun di rumah. Kau tidak bersamanya di sekolah karena beda kelas."
"Masih ingat saat kau pingsan saat upacara penerimaan siswa baru karena kepanasan?" Lanjut Xiao Yu, ia merasa senang melihat sahabatnya yang bodoh merasa kebingungan.
"Ingat." Jawabnya lirih.
Zhang Su selesai memakan jeruknya dan mengelap tangannya dengan tisu yang ia ambil di meja belajar Zhehan, "kan waktu itu yang menggendongmu sampai ke Unit Kesehatan Sekolah si Gongjun itu." Sambar Susu yang gemas juga melihat Zhehan.
"Dia juga pernah menggendongku sepulang sekolah di musim panas,"
"Beuh... romantisnya!" Zhang Su menyeringai dan melirik ke arah Xiao Yu.
Ternyata sahabatnya ini baru sadar kalau dia sebenarnya memiliki titik nyaman di hatinya untuk Gongjun. Tapi, karena sering bersama sejak kecil, membuatnya tidak sadar akan hal itu.
"Wait!" Zhehan melirik pada dua sahabatnya secara bergantian, "jadi aku sebenarnya suka dengan Gongjun?"
"Maybe." Jawab keduanya.
"Lalu, kenapa aku menolaknya?"
Kan... Xiao Yu dan Zhang Su hanya menepuk dahinya atas kepolosan sahabatnya ini.
"Sudahlah. Minum susu dan tidur. Kita mau pulang." Ucap Xiao Yu sambil berdiri setelah memasukkan ponselnya ke kantong celana.
Zhehan tidak menghalangi kedua sahabatnya pergi dari kamar. Ia malah menatap ke luar jendela, untuk melihat rumah Gonjun.
"Dia sedang apa, ya?"
A/N : ya, jadi iseng-iseng berhadiah kayaknya ini. gara-gara janji kalau dapat tiket Spiderman 3 di hari pertama rilis, mau bikin FF Junzhe, eh kekabul. Berakhirlah saya bikin FF Junzhe
Iya. Ini twoshoot. Panjang ya? Biarin lah. Nanti part kedua udah selesai kawan. Ya, ini work folder buat cerita 1shoot or 2shoot JunZhe/Wenzhou
Terimakasih bagi yang mau baca, vote, dan kasih komentar. Saya sangat mengapresiasi ^^
Akhir kata, Arigatchu! :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top