11 · Insiden Kasur

welkombek di cerita yang update 15 bulan sekali. hahay

🍰

PLAKKK!

"HUAAAAAA! DASAR MESOOOM!!!"

Pagi itu vila digemparkan dengan teriakan Wendy dari dalam kamarnya.

Pasalnya, tidur nyenyak dan mimpi indah Wendy hancur ketika dia baru membuka mata, lalu menyadari bahwa lengannya melintang ke atas dada seseorang yang bidang, yang rata, dan jelas sekali bukan Lisa.

"Ada apa? Ada apa?"

Lisa menyerbu kamar tidur Wendy dengan mata yang sudah awas. Gadis itu sudah bangun dari setengah jam lalu.

"Lis! Kamu dari mana? Kenapa tukeran jadi dia? Semalem—arrgghh!!" Wendy mengacak rambutnya sambil memalingkan muka dari lelaki yang kini terduduk di atas ranjang kamar itu.

Gala, dengan muka mengantuk, mengelus pipi kirinya yang bercap tangan merah. Sepertinya dia dibangunkan dengan tamparan yang lumayan mantap.

"Eh... oooh. Anu, maaf Ciwen, aku semalem nggak ngeh kalau Bang Gal ngajak tukeran kamar terus jadinya sama Cici, bukan sama Mas Yus atau Pak Seno..." Lisa menepuk kepalanya sendiri.

"Lho, malah saya yang sekamar sama Pak Seno, Lis." Mas Yus menyahut dari ambang pintu. 

Dalam waktu singkat, ruangan itu sudah dipenuhi penghuni vila yang lain.

"Mas Yus? Kok bisa ada di sini?" Pram menyahut dari luar jendela. Di sampingnya, terdapat Pras yang mengintip juga.

"Astaga, kalian ngapain di luar? Dan iya, saya nyusul ke sini semalam, bareng Gala." Mas Yus menunjuk lelaki yang masih meringis akibat tamparan Wendy.

"Oooo. Hai Mas, salam kenal." Pram berucap ke arah Gala, diikuti kembarannya.

"Salam kenal, Mas."

Si kembar kompak melambaikan tangan, berbalas Gala yang mengangguk sekenanya, sebab dia masih mengelus pipi.

"Kok malah kenalan sih, kalian?! Ini lho, Mas... piye tho? Kok dia bisa di sini? Kenapa dia ikut bareng Mas gabung sama rombongan kita?" Wendy memprotes dengan emosi yang masih menggebu-gebu.

"Chef Raka belum cerita ya?" Pertanyaan Mas Yus mendapatkan gelengan dari semua orang—kecuali Lisa, yang diam-diam menundukkan kepala.

"Jadi, Gala akan bergabung di dapur Celestial Hotel sebagai koki baru, menggantikan Vion yang resign dua bulan lalu," jelas Mas Yus dengan suara tenang.

Seketika Wendy melongo.

Ini bukan mimpi, kan?

Dia ketemu lagi sama setan botak yang udah ngerusak liburan di Gili Ketapang, dan lebih parahnya lagi, sekarang Wendy harus satu dapur dengan cowok cabul ini?!

🍰

"Ciwen beneran nggak apa-apa?" tanya Lisa, memperhatikan seniornya yang sedang menggigit roti dengan baluran Nutella. Roti tawar homemade itu buatan tangan Wendy sendiri.

Wendy mengangguk ke arah Lisa.

"Beneran nggak diapa-apain kan, sama Bang Gala?"

Lagi-lagi, koki pastry itu mengangguk.

"Sekali lagi maaf ya Ci, gara-gara aku, jadinya—"

"Udah, Lis. Kamu njauk sepuro (minta maaf) terus ndak mari-mari (nggak selesai-selesai). Wis, sekarang intine gimana cara kita cancel si botak itu biar ndak masuk Celes." Wendy berkata sembari mengunyah rotinya.

"Ci...."

"Kamu juga ndak mau toh, spot koki pastamu direbut sama dia?"

"Iya sih Ci, tapi...."

"Opo'o?!" Kini nada suara Wendy sedikit menanjak.

Lisa, yang seumur-umur tak pernah melihat senior lemah lembut ini marah, langsung kicep seketika.

"Jangan bilang nek kamu fine-fine aja dia gabung ke Celes?" tebak Wendy sambil menelisik raut wajah Lisa yang keruh.

Perlahan sekali, Lisa menghela napas.

"Aku nggak tau, Ci. Aku sama Bang Gala itu udah kenal dari jaman kuliah. Dia bestfriend-nya Raka. Mereka udah sepaket, jadi kayaknya hampir mustahil untuk nge-undo ini semua."

Wendy menaruh rotinya ke atas piring. Selera makannya sirna seketika.

"Piye tho Lis, kan kamu yang paling semangat mau gantiin posisi Vion di station pasta? Kenapa sekarang jadi melempem begini?" Wendy memandang Lisa dengan penuh selidik.

"Iya, Ci, tadinya gitu. Cuma tadi pagi aku udah ngobrol sama Raka di kamar...."

"Ngobrol?"

"Iya. Dia juga minta maaf karena nggak diskusi sama aku dulu. Dia nggak tau kan, kalau aku pengen ngisi spot pasta. Dia cuma nurutin saran papaku buat hire koki baru."

Wendy menghela napas.

"Jadi sekarang kamu nyerah sama rencana pasta-pastaan iku?"

"Nggak tau, Ci." Lisa menunduk.

Wendy menggeram dengan frustasi. Diteguknya gelas berisi susu almond dengan cepat. Entah kenapa stok kesabarannya cepat sekali terkuras semenjak bertemu lelaki botak bernama Gala itu.

Setelah tandas isi gelas Wendy, Lisa memberanikan diri bertanya.

"Emangnya kenapa sih, Ci, sama Bang Gala? Maksudnya, selain insiden semalem—dia juga udah minta maaf dan pindah kamar, kan? Tapi... kelihatan banget sampai sekarang Ciwen kayak masih dendam gitu."

Wendy menghela napas. Dia baru sadar kalau belum menceritakan kejadian di Gili Ketapang pada Lisa.

"Jadi gini, pas kemarin itu...." Mengalirlah semua kekesalan Wendy. Seluruh emosinya luruh di hadapan Lisa, dan junior cerdas yang memperhatikan setiap kalimat Wendy itu mengangguk-angguk mengerti.

"Oooo, gitu. Jadi sebelum makan pengkang buatan dia, Ciwen udah ketemu dia duluan? Dilemparin abu sampah?" simpul Lisa merangkai logika.

Wendy mengangguk. "Aku masih ndak paham, kenapa setiap ketemu dia, rasane hidupku jadi apes terus."

"Ketemu siapa?" Gala nyelonong masuk ke dalam dapur, mencomot sepotong roti tawar di atas meja.

"Lagi ngomongin siapa nih?" lanjutnya sambil menggigit roti polos itu.

Lisa menoleh. "Lagi ngomongin kam—aww!"

Wendy mendelik setelah menginjak punggung kaki Lisa di bawah meja. Koki junior itu malah meringis sambil menahan tawa. Sepertinya Lisa sengaja ingin menuang minyak ke bara api.

"Sejak kapan Lisa jadi tukang gibah? Gue aduin bapaknya ah," ucap Gala ringan sambil meraih kaleng Nutella. Melihat isi kaleng cokelat itu kosong, cowok itu berdecak kecewa.

"Pakai selai stroberi ini loh, Bang." Lisa menunjuk satu kaleng lain di atas meja, sepenuhnya mengindahkan ancaman Gala.

"Nggak suka," ucap Gala sambil melempar kaleng Nutella ke dalam tong sampah. Meleset.

"Dimakan gini aja juga enak nih rotinya. Mmmm, beli di mana, Lis?" 

Gala lanjut bertanya sambil mengunyah, berjalan ke arah tong sampah tadi, dan membuang kaleng kosong ke tempat seharusnya.

"Dari dapur Cici Wendy! Soalnya dia yang buat, hehehe," jawab Lisa dengan semangat.

Mendengar itu, Wendy semakin mendelik. Sial juga bocah pendek ini!

"Enak," puji Gala sekali lagi sambil berjalan ke luar.

Sepeninggal cowok itu, dua perempuan tadi saling pandang. Wendy dengan mata menyipit, sementara Lisa dengan senyum mengembang.

"Tuh, dia muji roti Cici enak." Lisa mengembangkan senyumnya. Wendy masih membatu.

"Saranku sih nggak perlu tarik urat lagi, Ci. Bang Gala memang begitu orangnya dari dulu, agak nyebelin kalo ngomong, tapi sebenernya baik kok!" lanjut Lisa, terdengar sungguh-sungguh.

Wendy hanya bisa menggelengkan kepala. Perkataan Lisa barusan sungguh di luar nalar. 

Kalau yang seperti Gala dibilang baik, maka versi menyebalkannya jadi manusia yang bagaimana lagi?

🍰

Adanya orang asing yang mendadak bergabung dalam liburan bersama, biasanya menghasilkan dua outcome; pertama, suasana akan menjadi awkward karena saling tidak mengenal. Kedua, bisa sebaliknya, malah semakin seru.

Pada kasus ini, Gala berhasil menggiring suasana ke opsi terakhir. Cowok itu ternyata mudah akur dengan Pram-Pras, terlebih karena jokes dan guyonan mereka yang satu selera. JIka dengan Raka dan Lisa, tak perlu ditanya lagi. Keakraban lama dengan mudah bisa dirajut kembali.

Satu-satunya yang masih membatu di sini adalah Wendy.

Ruang tengah vila menampung Chef Raka, Pak Seno, Wendy, Lisa dan si kembar yang sedang berdiskusi singkat. Gala, yang menjadi pusat perhatian dan topik utama, duduk di sudut sofa dengan wajah yang santai. Pasalnya, sudah lama juga dia tidak menghirup udara segar pegunungan.

"Jadi benar begitu ya, Gala, kamu akan pegang sushi? Pakai ikan apa sih, sushi buatan kamu itu?" tanya Pak Seno untuk yang ke sekian kalinya. 

Koki seafood itu terlihat paling tertarik semenjak kata 'sushi' keluar dari mulut Chef Raka.

"Apa aja yang ada sih, Pak. Tapi biasanya yang jadi favorit itu tuna sama salmon nggak, sih? Atau di Celes selera pelanggannya beda?"

Gala menanggapi sambil balik bertanya. Merasa kemampuannya sedang diuji, Pak Seno semakin berapi-api.

"Wah, kalau selera sih, biasanya yang laris itu bukan ikan, tapi yang modelan clam begitu. Kayak lobster, udang, kerang. Nah, bisa tidak sushi pakai lobster sama udang?"

Gala tertawa. "Nantangin nih, Pak? Saya sih ayok aja."

"Wah, sekalian bahas planning menu nih. Bisa collab juga kita, Gala. Dulu saya dan Vion pernah bikin menu kolaborasi pasta-kerang, vongole. Nah, kita apa nih enaknya kira-kira?"

Dua lelaki itu pun tertawa dan lanjut berdiskusi. Tampaknya, karena menyangkut ingredients yang sama, Gala dan Pak Seno langsung bisa 'klik' dengan mudah.

Sementara itu, Pram yang sedang bermain kartu bersama Pras dan Lisa, bertanya sekilas tanpa mengangkat mata dari barisan kartu di tangannya.

"Jadi menu pasta bakal dihapus nih, Chef?"

Raka, yang merasa terpanggil, sontak menoleh dan terpaku. Dia tidak langsung menjawab. Kepala dapur itu malah menoleh ke arah Lisa, memperhatikan respons tunangannya.

Lisa tampak diam dan menyibukkan diri dengan kartunya, namun Raka tau gadis itu ikut mendengarkan.

"Ng... nggak juga sih, Pram," ucap Raka akhirnya.

"Lah, emangnya siapa yang mau masak pastanya, Chef? Kan Mas Gala udah fix pegang sushi," balas Pram.

"Iya, Chef. Bahan-bahan pasta yang di dapur kita masak rame-rame aja, keburu expired. Tuh, blue cheese yang di gudang aja kan udah jamuran, ya kan, Lis?" Pras menyahuti kembarannya, lalu beralih pada gadis di samping mereka.

Lisa, yang sedang merapikan empat kartu di tangan, mendadak menghentikan gerakannya.

"Itu... terserah Chef Raka." 

Gadis itu lantas menatap Raka lurus-lurus, yang merespons dengan helaan napas lalu memijat pelipis.

Wendy yang menonton itu semua hanya bisa menggelengkan kepala sambil men-scroll medsos di ponselnya. Rumitnya drama romansa dapur.

Sambil sayup-sayup mendengarkan Chef Raka yang kini sibuk mengalihkan topik pembicaraan, perhatian Wendy tersita saat Mas Yus datang bergabung dengan ponsel tergenggam di tangan.

"Chef, Lis, kalian tau nomor WA pengurus vila yang bisa saya hubungi, nggak?"

Hampir semua orang menoleh bersamaan, terutama si kembar P yang langsung nyeletuk dengan pandangan horor.

"Buat apa, Mas?!"

"Ja-jangan Mas! Bahaya! Mbak-mbak pengurusnya beracun!"

Mendengar komentar Pram dan Pras, Mas Yus hanya menaikkan satu alisnya. Sementara itu, Chef Raka mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Tuh, udah saya kirim kontaknya. Memangnya butuh ngapain sih, Mas?" tanya Raka.

"Thanks, Chef. Ini, buat anu-nya Gala."

"Anu?" Raka melirik sobatnya.

"Ada deh." Gala mengedipkan mata.

"Parah banget, baru masuk udah main rahasia-rahasiaan," komentar Raka, sukses membuat Gala terbahak.

Wendy sama sekali tidak tertarik untuk ikut campur dalam percakapan itu, pun tidak tertarik sama sekali dengan 'anu' dan 'rahasia' apa pun yang menyangkut Gala. 

Perempuan itu memutuskan untuk bangkit dan melipir ke kamarnya, mencari charger. Ponselnya yang digulir sejak tadi sudah merengek minta diisi daya.

Sambil merebahkan diri di atas ranjang, Wendy mulai melamun.

Sepertinya, tujuan Mas Yus dan Chef Raka adalah memang sengaja memberi kesempatan Gala untuk bisa bonding dengan efektif ke staf dapur. Wendy menyadari ada hal baik dari keputusan itu. Tapi hal buruknya, liburan Wendy harus rusak untuk kali kedua.

Pengen cepet pulang, pikir Wendy secara tidak sadar.

Dia tau, efek dari pertemuan dengan Gala yang sangat tidak mengesankan ini akan merusak mood setidaknya untuk seminggu ke depan.

Maka, Wendy segera meraih ponselnya tanpa melepas sambungan kabel dari charging port, dan mengetikkan sebuah pesan.

[Sal, nanti temenin cicimu ini belanja yo?]

Tulisan 'sent' menandakan pesan itu terkirim ke Sally, adiknya yang terkenal dengan gelar pawang black card.

Sebenarnya, Wendy enggan mengkategorikan diri sebagai shopaholic, perempuan yang gila belanja. Kalau boleh jujur, julukan itu lebih cocok tersemat untuk adik dan maminya.

Tapi kali ini, Wendy lebih butuh kehadiran seseorang yang bisa dipercaya, juga teman distraksi yang yahud. Untungnya, dua hal itu sama-sama terdapat pada sosok adiknya, Sally.

Tak sampai lima menit, ponsel Wendy sudah berdering dengan jawaban;

[Siap bos!]

🍰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top