BAB XIV : SEPARUH KEBENARAN
“Barangsiapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan diri sendiri.”
– Tan Malaka –
Alam Semesta Kasha, Jalan Raya Antokhat-Urom.
Sudah empat jam Kaspar, Sofia, dan Weizmann berjalan menyusuri jalan raya ini. Tamparan angin dingin yang berhembus berkali-kali membuat ketiga orang itu menggigil dan langkah mereka terhambat. Kaspar, yang tengah menggendong kembarannya, mulai tampak pucat karena deraan angin dingin dan kepenatan akibat bertarung melawan Chayim tadi.
“Tuan Kaspar,” Weizmann menoleh dan ketika melihat bahwa Kaspar sudah nyaris ambruk, tanpa banyak kata-kata pria itu segera mengambil tubuh Damian dan memanggulnya di punggungnya, “Biar saya yang membawa Tuan Damian.”
Sofia tampak mengaduk-aduk tas pinggangnya kemudian mengeluarkan sebuah botol kaca berwarna gelap dan menyodorkannya ke Kaspar, “Kaspar, minumlah ini.”
Tanpa banyak bertanya, Kaspar membuka botol itu dan meminum isinya. Sensasi hangat yang dipadu dengan aroma wangi beberapa jenis tanaman menyeruak ke dalam mulut dan perutnya. Perlahan dirasakannya tenaganya pulih sedikit demi sedikit dan kembalilah ia melangkah meski sedikit tertatih melalui jalanan yang sepi itu.
Tak ada satupun kendaraan yang melintas di jalanan itu dan hari sudah mulai gelap. Weizmann akhirnya buka suara soal kekhawatirannya, “Kita harus segera sampai di Urom. Kondisi Tuan Damian memburuk.”
Sofia mendesah, “Aku tidak punya obat lagi untuk menstabilkan kondisi Damian. Urom terlalu jauh, tak adakah pemukiman di sekitar tempat ini?”
Weizmann menggelengkan kepala, “Tidak ada Tuan Putri.”
Sofia kemudian berpaling pada Kaspar, “Kalian para Contra Mundi bisa menggunakan portal dimensi? Tak bisakah kau memanggil satu portal saja ke Urom, Kaspar?”
Kaspar menggeleng, “Russaya adalah daerah yang kami sebut sebagai ‘Void’, Sofia,” Kaspar tak lagi memanggilnya dengan sebutan formal, “Di daerah Void, portal dimensi kami tidak berfungsi. Andaikan kami memaksa membukanya sekalipun, kondisinya sangat tidak stabil, bisa meledak kapan saja seperti bom waktu yang timernya diset secara acak.”
“Tapi kondisi Damian seperti itu! Tak bisakah kau lakukan sesuatu?”
“Cuma satu yang bisa aku lakukan,” Kaspar mendesah lalu menoleh ke arah Weizmann, “Weizmann, kendaraan sipil biasa lewat sini?”
“Para peternak biasanya memakai jalur barat untuk mengangkut hewan ternak mereka ke ibukota.”
“Bagus, berapa jauhnya jalur itu dari tempat ini?”
“Sekitar ... empat puluh kilometer.”
“Sofia, pegang ini,” Kaspar mengulurkan sebuah benggala ungu kepada Sofia, “Tunggulah di sini, aku akan cari bantuan,” Kaspar merundukkan badannya lalu dengan satu sentakan tangannya ia melayang ke angkasa.
*****
Kaspar melayang ke arah barat, seperti yang dikatakan Weizmann sembari mencari-cari keberadaan kendaraan sipil yang melintas. Tapi sejauh ini ia tidak menemukan apa-apa. Energinya mulai habis, keletihan mendera otot-ototnya, dan menggunakan energinya untuk terbang ke angkasa sebenarnya bukanlah pilihan bijak, tapi saudara dan kawan-kawannya sedang dalam kondisi buruk.
Matanya yang lelah dan mulai kabur pandangannya terus berusaha mengamati kondisi jalanan di bawahnya, mencari adanya kendaraan yang kira-kira bisa ia mintai tolong untuk membawa Damian dan dua rekannya ke Urom. Matanya kemudian menangkap sebuah pemandangan seseorang tengah mengutak-atik mesin mobilnya.
Kaspar turun secara perlahan dan mendarat dengan lembut – tanpa suara tak jauh dari mobil yang berhenti itu. Didekatinya mobil sedan itu pelan-pelan dan ketika ia cukup dekat, ia mendengar suara seorang pria yang mengumpat-umpat. “Terkutuklah segala iblis! Kenapa hal ini harus terjadi padaku?”
“Apa anda dalam masalah Tuan?” tanya Kaspar.
Pria yang tadinya mengumpat-umpat itu langsung mengangkat kepalanya dari kap mesin lalu menoleh ke arah Kaspar, “Siapa kau? Perampok jalanan?”
“Bukan, Tuan. Kenapa dengan mobil Tuan?” Kaspar melihat pria itu mungkin berusia empat puluhan, rambutnya botak, dan ada janggut pirang tipis menghiasi dagunya.
“Ban mobilku meletus dan dongkrakku patah, kemudian air radiatorku beku karena anakku – terkutuklah dia – lupa mengisi cairan anti beku[1] ke radiatorku sehingga air radiatorku sekarang membeku!”
“Izinkan saya membantu.”
“Oh tentu. Kau ingin membantuku kehilangan beberapa zlato dengan merampokku? Kuberitahu Nak! Meski tampangku begini, aku pernah turut serta dalam pertempuran dengan Belgerium!”
“Tidak, biar saya bantu anda mengatasi masalah dongkrak anda,” Kaspar berjalan ke bagian bemperm depan mobil dan menggenggam bemper itu dengan tangan kanannya lalu dengan tenaga yang jelas di luar akal manusia, mengangkat mobil itu hingga setinggi 10 cm dari permukaan tanah.
“Sekarang Tuan bisa mengganti bannya,” ujar Kaspar.
Pria itu hanya bisa ternganga sebelum akhirnya buru-buru mengambil peralatannya dan mengganti bannya yang meletus itu dengan ban baru.
“Kau prajurit, Nak?” tanya pria itu usai mengganti rodanya.
“Bukan,” jawab Kaspar sembari berjalan ke arah kap mobil yang masih terbuka lalu meletakkan tangannya di atas radiator mobil sembari mengalirkan hawa panas dari tangannya yang tampak membara.
“Kau Maga!” pria itu tampak terperangah.
“Ya Tuan.”
“Apa yang seorang Maga lakukan di tempat seperti ini?”
“Rahasia, tapi karena sekarang saya sudah membantu anda, bolehkah saya minta tolong pada anda?”
“Oh, oh, tentu saja,” jawab pria itu dengan nada senang yang bercampur sedikit ketakutan, “Apa yang bisa saya lakukan untuk anda Tuan Maga? Maafkan kekasaran saya yang tadi.”
Kaspar bahkan sudah terlalu lelah untuk menerima ucapan maaf pria itu, sehingga ia langsung mengatakan apa tujuannya, “Kawan-kawan saya mengalami kecelakaan di jalur atas sana, saya mohon agar Tuan bisa menjemput mereka kemudian membawa kami ke Urom.”
“Urom? Tentu. Kebetulan rumahku juga di Urom. Ayo,” pria itu membuka pintu mobilnya, “Naiklah Tuan Maga!”
*****
Butuh waktu setidaknya satu setengah jam bagi Kaspar dan pria yang ditolongnya tadi untuk sampai di tempat di mana mereka meninggalkan Sofia dan Damian. Ketika mereka sampai di tempat itu, Kaspar melihat bahwa Sofia dan Damian tengah meringkuk di sebuah perapian yang dibuat seadanya dari ranting-ranting. Karena ranting-ranting itu basah, maka perapian yang mereka buat pun mengepulkan asap tebal dan api yang menyala tidak terlalu besar, sehingga jelas Sofia tampak masih menggigil. Weizmann tampak telah melepaskan mantel terluarnya yang ia gunakan untuk menyelimuti Damian yang masih tak sadarkan diri. Meski ekspresi pengawal itu masih tampak tegar, tapi jelas sekali ia juga merasa kedinginan. Wajahnya pucat dan kakinya gemetaran.
“Sofia! Weizmann! Ayo naik kemari!” Kaspar keluar dari mobil dan menghampiri mereka. Bersama dengan Weizmann, Kaspar kemudian mengangkat tubuh Damian yang masih demam dan mengigau ke belakang mobil diikuti oleh Sofia. Setelah mereka selesai, mobil itupun berbalik arah dan melaju ke arah Urom.
“Mohon maaf atas kondisi mobil hamba, Yang Mulia!” pria itu tiba-tiba buka suara ketika mengetahui identitas salahs satu penumpangnya, “Pemanas mobil ini tidak cukup hangat.”
“Tak apa Tuan,” jawab Sofia, “Terima kasih untuk tumpangannya Tuan –.”
“Ivan, Yang Mulia.”
“Ya, terima kasih atas tumpangannya Tuan Ivan.”
“Apa yang Yang Mulia bawa itu seorang Maga pula?”
“Bisakah anda tidak banyak tanya?” tiba-tiba Kaspar menghardik.
“Oh maafkan hamba, Tuan,” Ivan berujar, “hamba hanya khawatir soal tuan yang tak sadarkan diri itu.”
“Apa anda kenal dokter di Urom, Tuan Ivan?”
“Hamba tahu, di Urom hanya ada dua dokter, hamba akan bawa Tuan-Tuan dan Yang Mulia ke salah satunya begitu kita tiba di Urom.
Lima jam kemudian rombongan itu tiba di Urom, setelah sebelumnya Ivan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kaspar harus mengakui bahwa pria ini sopir yang handal, karena mobilnya tidak sampai celaka meski dipacu di jalanan bersalju yang licin dan basah.
“Kita sudah tiba di rumah dokter,” ujar Ivan sembari membelokkan mobilnya ke sebuah rumah bercat kuning bertingkat dua.
Sofia dan Weizmann segera memapah tubuh Damian, sementara Kaspar dan Ivan menuju ke depan pintu sembari mengetuk-ngetuk pintu itu. Dua menit mengetuk-ngetuk pintu akhirnya terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah.
Seorang wanita berusia empat puluhan dengan rambut yang tersaput warna kelabu membuka pintu dengan wajah yang masih tampak mengantuk. “Ada apa Ivan? Anakmu sakit? Kakimu bernanah?”
“Bukan Nathasha, aku membawa tamu dan ada salah seorang dari mereka yang sakit.”
Dokter wanita itu menatap ke arah Kaspar kemudian ke arah Sofia dan Weizmann yang memapah Damian.
“Apa kalian dari keluarga kerajaan?” tanya Nathasha.
“Gadis itu Putri Sofia Alexeevna,” jawab Ivan mendahului Kaspar
“Kalian pelarian?” tanya Nathasha lagi.
Kaspar mengangguk, “Tapi pengejar kami sudah kami habisi di lereng beberapa puluh kilometer yang lalu.”
“Masuklah,” dokter itu mempersilakan tamu-tamunya masuk lalu segera memasuki sebuah kamar dan mendorong keluar sebuah brankar ke sebuah ruangan yang menjadi ruang prakteknya.
“Baringkan pasien di sini,” Nathasha berujar sembari mempersiapan sebuah stetoskop dan beberapa jarum suntik.
Weizmann segera membaringkan Damian di atas brankar dan sang dokter pun segera menghampiri Damian sembari membawa sebuah baki air dingin dengan sebuah kain basah di dalamnya. Ia segera meletakkan kompres itu di dahi Damian kemudian membuka kancing kemeja Damian dan mulai memeriksa Damian. Beberapa menit berselang, dokter itu mulai mengambil dua jarum suntik dan menyedot cairan merah dari sebuah ampul lalu menyuntikkannya ke lengan Damian. Jarum suntik kedua ia isi dengan ekstrak berwarna kuning dari ampul yang lain.
“Pengerahan energi yang berlebihan,” Getrude akhirnya berujar, “Maga ini mengalami kelelahan otot jantung. Kemudian kakinya yang lumpuh ini terserang radang dingin. Ia harus istirahat selama beberapa hari tapi –.”
“Tapi apa, Dokter?” tanya Sofia.
“Kalian ini buron, demi kebaikan kalian, kalian harus pergi dari sini besok pagi.”
“Apa?” mata Ivan membelalak, “Nathasha! Kau bicara hal yang tidak pantas pada seorang keluarga raja!”
“Ivan, apa kau dengar siaran radio sore ini? Zakazat Maga tengah mengincar orang-orang ini. Jika orang-orang ini sampai tertangkap di sini, para Maga ini pasti akan melemparkan tuduhan bahwa kita menyembunyikan buronan di kota ini maka mereka pasti akan membumihanguskan tempat ini. Kaisar kita kali ini sama tidak warasnya dengan ayahnya!”
“Baik,” ujar Sofia getir, “kami akan pergi, tapi setidaknya ... bisakah anda merawat Damian sampai ia sehat?”
Dokter wanita itu mengernyitkan dahinya sejenak dan Sofia langsung menyambung perkataannya, “Saya akan membayar mahal.”
“Saya tidak butuh uang, Tuan Putri. Yang ada dalam pikiran saya adalah cara supaya pasien saya yang bernama Damian ini bisa selamat dari razia para Maga dan prajurit yang mungkin saja akan mencarinya di kota ini. Jika ia sampai tertangkap, ia pasti akan mengalami nasib yang sangat buruk dan tak berani aku bayangkan.”
Semua orang di ruangan itu lalu hening, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Sebelum akhirnya Weizmann angkat bicara, “Apa kita harus bawa Tuan Damian meski kondisinya seperti itu?”
“Tampaknya ya, kita tak punya pilihan,” ujar Kaspar.
“Kalian bisa tidur di sini malam ini, Tuan Putri. Aku akan membuat obat untuk kalian bawa guna merawat Damian.”
Esok paginya
Jarum jam baru menunjukkan pukul empat pagi, tapi baik Kaspar maupun Sofia telah terjaga dari tidurnya. Keduanya saling pandang satu sama lain dan berbincang serius.
“Kenapa Damian dan anak buahnya mulai mempraktekkan sihir darah?”
“Mereka mulai mempraktekkan sihir itu untuk melakukan perlawanan jikalau suatu saat Chayim kembali. Kau yang bilang sendiri bahwa kau takkan kembali untuk waktu yang lama Kaspar, dan Damian – yang tak henti-hentinya menyesali tindakannya yang terdahulu – akhirnya memutuskan melatih sekelompok Maga untuk menggunakan sihir darah, terutama untuk teleportasi jarak pendek.”
“Sihir darah memang efektif, tapi harusnya dia tahu apa resikonya!”
“Bagi orang yang telah kehilangan kebanggan dirinya, ia tak akan mempedulikan apa resiko yang ia hadapi, bahkan ia takkan mempedulikan nyawanya lagi.”
“Orang bodoh.”
Tak lama kemudian, Weizmann masuk dengan tergesa-gesa dengan membawa setumpuk pakaian bersama dengan dokter Natasha. Dokter itu segera bergegas memeriksa Damian sementara Weizmann berjalan mendekati Kaspar dan Sofia.
“Kita harus ke Toysonva sekarang,” ujar Weizmann sembari melemparkan mantel tebal dan pakaian ganti pada Kaspar dan Sofia sebelum beranjak ke arah Damian yang masih tak sadarkan diri dan mulai mengganti pakaian Damian.
“Kenapa harus lewat Toysonva? Bukankah lebih cepat jika kita lewat Vattyr?” sanggah Sofia.
“Rakyat Vattyr tengah memberontak Tuan Putri Sofia, dan setidaknya dua kompi prajurit sedang menuju ke sana. Kondisi kita sedang tidak baik untuk bertempur, jadi lebih baik kita mengambil jalan memutar.”
“Aku setuju dengan saran Weizmann,” Kaspar bangkit dan menatap Sofia lekat-lekat, “Ayo kita berangkat.”
*****
Badai salju tengah mengamuk di kota kecil ini, namun empat orang itu tampak tak mempedulikan suhu ekstrim itu dan tetap saja berdiri menunggu kereta yang akan berhenti di stasiun.
“Menurutmu keretanya akan datang Weizmann?” tanya Sofia.
“Pasti Yang Mulia. Aku sudah menanyakannya pada kepada kepala stasiun dua kali.”
“Tolong jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi.”
“Maafkan saya Nona.”
Kaspar yang menggendong Damian yang masih belum sadar tampak was-was. Sudah satu jam lamanya mereka menunggu kereta barang yang akan datang membawa mereka pergi, tapi kereta yang mereka tunggu belum tampak jua.
Tapi kekhawatiran Kaspar segera sirna begitu ia mendengar suara peluit kereta api di kejauhan. Sesosok lokomotif hitam yang cerobongnya mengepulkan asap hitam mulai mendekat dan lima menit kemudian rangkaian kereta itu berhenti di peron stasiun.
Sebuah gerbong berwarna hijau tua tampak terbuka pintunya dan bagian dalamnya menunjukkan sebuah gerbong barang yang dipenuhi berpuluh-puluh peti ransum militer. Ada dua orang pria dan wanita di dalam sana, tampak terlelap sambil bersandar di sebuah tumpukan peti ransum. Sofia segera naik dibantu oleh Weizmann, disusul oleh Kaspar dan Damian.
Kereta itu berhenti di stasiun cukup lama, sekitar satu jam, untuk menurunkan sejumlah muatan dan menaikkan muatan baru. Setelah satu jam berhenti, peluit kereta itu kembali berbunyi dan roda-roda kereta itupun mulai berputar menggerakkan kereta itu, meninggalkan Stasiun Urom.
“Bagaimana Damian?” tanya Sofia.
“Stabil,” ujar Kaspar yang tengah memangku kepala Damian.
Lalu keheningan kembali menyelimuti mereka. Setiap orang larut dalam pikirannya masing-masing. Kaspar larut dalam keraguannya akan dirinya. Ragu apakah dirinya akan berhasil menemukan Sang Master Mahan, selagi saudaranya tengah dalam kondisi seperti ini. Ia juga diliputi sebuah tanda tanya besar, aksi terakhir yang dilakukan Damian itu jelas-jelas bukan sihir darah. Damian mengeluarkan kekuatan yang sama dengan kekuatan Sanjaya. Apa kekuatan ini adalah sisa kekuatannya sebagai Contra Mundi atau hanya sebuah pemaksaan pengerahan energi hingga melewati ambang, Kaspar tidak tahu. Banyak hal yang tidak ia mengerti dan itu membuatnya kesal.
Sofia sendiri larut dalam pikirannya akan betapa aneh nasib yang mengitari dirinya dan negeri ini. Di masa lalu ia dan Matthayas adalah sepupu yang sangat dekat hubungannya. Bersama Karel – yang kelak akan menjadi putra mahkota – mereka selalu bermain bersama. Dayang dan para pengawal mereka sepakat untuk tidak membatasi mereka dalam aturan-aturan monarki yang ketat sampai usia mereka 10 tahun. Ketika usia 10 tahun itu membentang, mulailah mereka terpisah. Karel saban harinya dididik untuk menjadi Kaisar berikutnya, Matthayas dididik oleh para biarawan tentang segala hal mengenai filsafat dan teologi, sementara dirinya dididik ibunya secara ketat untuk menjadi menjadi seorang Maga sekaligus tuan tanah yang diharapkan mampu memimpin wilayahnya dengan baik.
Tapi kondisi kemudian berubah drastis. Ayah Karel dan Matthayas – sang Kaisar sebelumnya – tiba-tiba saja membunuh putra mahkotanya sendiri dan memulai rentetan kegilaan. Pajak dinaikkan hingga lima kali lipat, pakta damai dengan Republik Belgerium dilanggar. Perang yang baru saja usai beberapa tahun sebelumnya kembali dikobarkan. Lebih buruk lagi Avalon kini ikut serta membantu Belgerium, membuat kondisi masyarakat semakin buruk saja. Semua hasil pertanian harus disetor ke pemerintah, para pria dan pemuda dipaksa wajib militer, banyak dikirim ke garis depan, dan puncak dari itu semua, nyaris tak ada dari mereka yang kembali dengan selamat.
Lalu muncullah Damian, seorang Maga tingkat sepuluh yang sudah lama didesas-desuskan adalah anak haram dari Kaisar dengan seorang wanita keturunan Altaic bermata sipit yang sempat bergabung dengan Zakazat' Maga. Pemuda itu tiba-tiba muncul meminta pertolongannya, yang diam-diam memimpin sebuah gerakan bawah tanah untuk menggulingkan kaisar sebelumnya, untuk menggunakan jejaring informasinya guna mengalahkan musuhnya. Dari situlah Sofia baru sadar akan keikutsertaan sesosok iblis bernama Chayim dalam segala kegilaan ini.
Namun Damian kalah dalam pertempuran dengan Chayim dan sesosok malaikat. Pemuda Maga itu sudah nyaris tewas jika saja sesosok kawannya tidak menyelamatkannya. Luka yang ia derita sangat parah namun yang ia derita tak hanya itu. Mental Damian mulai terganggu, sehingga Sang Contra Mundi bernama Olivia itu menyarankan bahwa Damian harus menyerahkan tanggung jawabnya pada orang lain. Damian memilih Kaspar – saudara kembarnya – yang tengah dipenjara. Kasparlah yang akhirnya membunuh Sang Kaisar lama dan menempatkan Matthayas sebagai kaisar baru. Saat itu seluruh rakyat bersorak atas Kaisar baru dan Sofia berharap bahwa Matthayas akan menjadi kaisar yang lebih baik daripada kaisar sebelumnya.
Nyatanya itu hanyalah harapan kosong, Matthayas secara tiba-tiba berubah menjadi diktator proletar seperti ayahnya. Banyak orang menduga hal itu dikarenakan Avalon dan Belgerium tak mau melakukan gencatan senjata dan terus meneror perbatasan barat Russaya. Parlemen masih diisi para bangsawan yang korup dan gemar bertikai dan Matthayas tidak bisa berbuat apa-apa jika ia terus menjadi ‘orang baik’. Yang tidak pernah ia duga adalah, Matthayas mengikat kontrak dengan Chayim, memfitnahnya, memenjarakannya, dan nyaris membunuhnya.
“Perjalanan masih jauh, Nona. Sebaiknya Nona tidur,” saran Weizmann.
Sofia mengangguk lemah kemudian membaringkan dirinya di lantai kayu yang sedikit berdebu itu dan mencoba terlelap. Di sebelahnya ia melihat Damian yang masih belum siuman dan Kaspar yang sudah mendengkur.
*****
Kaspar terbangun oleh getaran dan hawa panas yang berasal dari benggala yang ia kalungkan. Segera digenggamnya benggala kuningnya itu dan didekatkannya ke mulutnya. “Siapa?” tanyanya.
“Haris di sini.”
“Ada apa Haris?”
“Ying Go dan Olivia menghilang.”
“Bagaimana mungkin?” bisik Kaspar cemas.
“Entahlah, Nandi dan Sanjaya masih sibuk di Versigi, Helena sudah selesai dengan tugasnya karena itu aku mengirim dia ke Avesta untuk mencari Olivia. Bagaimana kemajuan di misimu Kaspar?”
“Chayim kembali.”
Haris terdengar tak terkejut dengan kabar itu, “Lalu?”
“Damian berhasil mengalahkannya tapi kini ia sudah tak sadarkan diri selama dua hari. Bagaimana pergerakan para Tentara Langit?”
“Ada kegiatan agresif di Sambala, tapi Helena dan sekutunya sudah membereskannya. Di Versigi mereka menyerang Nandi dan Sanjaya, kali ini dengan bantuan iblis dan Cambion.”
“Keadaannya semakin bagus saja,” ujar Kaspar sarkastik. “Semakin lama kita membiarkan mereka, aku takut mereka akan semakin kuat saja.”
“Tapi kita tidak akan menyerang sampai kau kembali. Percuma membawa sepasukan besar dewa jika kita tidak tahu medan dan tidak tahu apa yang harus kita lakukan di dimensi mereka.”
“Aku akan kembali secepat yang aku bisa.”
“Semoga berhasil Kaspar. Allah, dostum seni kutsasın – Semoga Tuhan menyertaimu kawan.”
“Dan sertamu juga,” Kaspar menyimpan kembali benggalanya di balik bajunya lalu melirik ke arah kiri. Pasangan pria dan wanita yang tadi tidur di sana sudah tak ada. Sebagai gantinya Weizmann tampak duduk di atas sebuah peti ransum sambil membolak-balik buku catatan.
“Mencatat apa?” tanya Kaspar.
“Catatan harian.”
“Bahan renungan ketika usia senja?”
Weizmann menutup buku catatannya lalu bangkit berdiri, “Atau sebagai pengganti yang buruk bagi sosok seorang ayah ketika aku tak bisa kembali hidup-hidup.”
“Kau punya keluarga?”
“Satu istri dan dua anak,” Weizmann menarik sebuah jam saku dan menunjukkan foto dirinya bersama seorang wanita berambut merah dan dua orang balita.
“Di mana mereka tinggal?”
“Kau mungkin akan tertawa Tuan. Mereka tinggal di Savin, wilayah Belgerium.”
“Dia bukan orang Russaya?”
“Sama sekali bukan. Istriku dan aku bertemu di Zurich, kemudian kami menikah di Bern beberapa saat kemudian.”
“Dan kini negeri tempat istrimu tinggal dan tempatmu tinggal tengah berseteru.”
“Ya,” Weizmann mengangguk getir, “Aku sudah sempat meneleponnya, mengatakan bahwa ia boleh saja menceraikanku dan mencari suami baru, tapi ia tidak mau.”
“Jadi karena itu kau ikut Sofia?”
“Aku mendukung rencana Tuan Putri Sofia dalam mengembalikan perdamaian di negeri ini. Alasannya ... karena sudah lima tahun ini aku tak bertemu istri dan anakku. Yang bisa kami lakukan hanya bertukar kabar lewat surat yang belum tentu sampai sebab hubungan telekomunikasi modern ke Belgirium telah diblokir.”
“Bagaimana kalian bisa saling berkirim surat?”
“Dengan menitipkan surat pada kawan dan kerabat lalu dikirim via kereta, gerobak, truk barang, dan lain sebagainya. Maka jangan heran jika ketika surat itu sampai di tujuan, kondisinya sudah kumal dan lusuh, Tuan Kaspar.”
“Selalu ada jalan ke Roma.”
“Ya,” Weizmann mengintip keluar melalui celah kecil yang ada di gerbong, “Tuan Kaspar, apa di dunia paralel yang sempat kau ceritakan itu ada negeri yang lebih aman daripada negeri ini?”
“Untuk Sofia? Kurasa ada.”
“Maukah anda membawa Tuan Putri dan keluargaku ke sana? Ke sebuah negeri yang tanpa perang?”
“Aku tak bisa berjanji banyak Weizmann. Ada hal yang harus aku selesaikan lebih dahulu.”
“Menemui Master Mahan?”
“Ya.”
“Apa dia nyata?”
“Aku rasa ia nyata.”
“Apa yang hendak kau cari dari Master Mahan, Tuan Kaspar?”
“Sebuah pengetahuan.”
“Ah, kita sudah hampir sampai. Sebentar lagi kita tiba di Toysonva.”
Sepuluh menit kemudian kereta itu berhenti di sebuah stasiun yang tampak sudah tua dan sedikit terbengkelai. Kaspar dan rombongannya turun di tempat itu lalu keluar dari stasiun dengan tergesa-gesa. Di depan stasiun tampak seorang wanita paruh baya gemuk dengan pinggang lebar yang menurut Kaspar nyaris selebar ban truk trailer melambaikan tangan ke arah mereka lalu mendekati Sofia.
Sofia tampak bingung ketika wanita itu memeluknya erat dan mengucapkan kata-kata seperti, “Aduh Tuan Putri, sudah lama sekali hamba tidak melihat Tuan Putri.”
“Um maaf, anda siapa?” tanya Sofia, masih kebingungan.
“Dia Valentina, Yang Mulia. Inang pengasuh yang bertugas merawat Yang Mulia sejak Yang Mulia lahir hingga Yang Mulia berusia 5 tahun. Tapi karena melakukan kecerobohan yang membuat Kaisar lama gusar, Valentina dipecat dan dikeluarkan dari Monr, tempat Yang Mulai tinggal.
“Benar Yang Mulia, tapi atas kebaikan hati ibunda Yang Mulia, saya ditempatkan di sini. Menjaga Dachas – villa musim panas milik keluarga Yang Mulia.”
Mata Kaspar mengerling senang, “Dachas? Wow!”
“Aku bahkan tidak ingat jika keluargaku punya Dachas di Toysonva.”
Toysonva adalah desa kecil yang terletak di atas ketinggian 3500 meter di atas permukaan laut. Profesi utama penduduknya adalah petani anggur, gandum, serta peternak. Di masa lalu konon para pangeran dan kaisar selalu datang ke tempat ini untuk bersantai. Namun sejak abad modern ini, tempat ini seolah terlupakan. Tak ada pangkalan militer di sini karena letaknya yang tidak strategis. Tak ada prajurit kerajaan, apalagi para Maga. Sebuah tempat yang ideal bagi seorang buronan untuk sembunyi – setidaknya untuk beberapa saat.
Valentina mengangkut mereka dengan sebuah pedati yang ditarik seekor kuda. Salju tidak sedang turun tapi jalanan masih ditutupi salju dan angin dingin – yang lebih dingin daripada di Urom – berhembus cukup kencang. Pedati itu berjalan lambat menuju ke sebuah bangunan rumah besar yang dibangun dari balok-balok batuan tras vulkanik, hasil pembangunan abad-abad yang lalu.
Valentina membawa mereka ke dalam dachas itu, ia telah menyiapkan sebuah kamar untuk Kaspar dan Damian, dan dua kamar lainnya masing-masing untuk Sofia dan Weizmann. Kaspar membersihkan dirinya di kamar mandi selagi Valentina menjaga Damian. Begitu ia selesai membersihkan diri, Valentina undur diri untuk mempersiapkan makan malam.
“Terima kasih Nona Valentina,” Kaspar menarik sebuah kursi dan duduk di samping ranjang Damian. Niat awalnya adalah menjaga Damian namun secara mendadak rasa kantuk yang hebat menyerangnya, kepala pemuda berkacamata itu langsung jatuh tertunduk.
*****
“Lama tidak bertemu Kaspar,” suara Sang Pencerita bergema di kegelapan.
“KAU!” Kaspar berseru geram sambil menuding ke arah Sang Pencerita.
“Kenapa Kaspar?”
“Aku minta jawaban!”
“Aku hendak memberimu sebuah saran.”
“Tidak! Aku minta jawaban yang benar-benar jelas! Kenapa kau membiarkan kami menempuh jalan sesulit ini? Belum cukupkah Damian menderita? Kenapa kau tak beritahu aku bahwa Chayim masih hidup? Kenapa kau tak kabari aku bahwa Matthayas dalam kesulitan lalu menerima tawaran Chayim? Kenapa kau tak beritahu seluruh jalannya
bagaimana kami bisa mengakhiri semua ini? Apa jangan-jangan kau adalah yang merencanakan semua ini? Apa jangan-jangan kau menertawakan semua kemalangan yang kami alami? KATAKAN!”
“Aku tahu kebenaran, separuh kebenaran. Tapi mengatakan kebenaran pada orang yang belum paham benar adalah sebuah tindakan berbahaya. Dan lagi apa kau tahu apa hal yang paling ditoleransi manusia?”
“Apa?”
“Apa hal yang paling bisa manusia toleransi? Kebohongan! Anak-anak menoleransi kebohongan orangtua mereka, istri-istri menoleransi kebohongan suami mereka, rakyat menoleransi kebohongan penguasa, dan bawahan menoleransi kebohongan atasan. Kalianpun sama, menoleransi kebohongan. Karena itulah kalian tidak siap untuk sebuah kebenaran yang utuh. Aku memberitahu kalian secuil kebenaran supaya kalian bisa mencari sendiri serpihan kebenaran yang lain, supaya kalian tidak hancur oleh kesalahpahaman.”
“Kami sudah hancur! Helmut berkhianat! Ia yang kau beritahu ‘kebenaran’ lebih dulu daripada kami telah beralih ke sisi lain! Jalan yang ia tunjukkan pada kami justru nyaris mengarahkan kami pada kehancuran.”
“Tapi seseorang menyelamatkan kalian bukan?”
“Ya! Seorang yang telah kami bunuh dan kami lemparkan ke neraka!”
“Yang dihidupkan kembali oleh seseorang dari kalian yang melihat ‘jalan lain’.”
“Aku muak dengan teka-tekimu, Sang Pencerita! Katakan saja bagaimana cara untuk mengalahkan Tentara Langit itu di sini, sekarang juga!”
“Aku tidak akan mengatakannya, karena jika aku katakan itu sekarang, tak akan ada masa depan untuk duniamu,” sosok Sang Pencerita tampak mulai memudar.
“Hei! Tunggu! Jangan lari!”
“Aku kecewa padamu Kaspar Deas Meyer, aku pikir kau adalah yang paling bisa memahami kami di antara yang lain. Aku berharap Master Mahan punya pemikiran yang berbeda denganku.”
Kini sosok Sang Pencerita benar-benar sirna dan Kaspar pun tersentak, terbangun oleh sebuah sentuhan tangan.
“Berapa lama aku tidur Kaspar?” tanya Damian yang tiba-tiba sudah sadar.
“Damian, apa kau ... baik-baik saja?”
“Aku? Tak pernah sebaik ini.”
[1] Di negeri bermusim salju, air radiator mobil wajib ditambahi cairan anti beku supaya tidak membeku ketika suhunya tengah ekstrem.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top