Vivaldi
1
Tanganku seperti bergerak dengan sendirinya, jari telunjukku menari-nari gemulai diatas touchpad laptop. Aku sadar, tapi tubuhku bekerja seolah dibawah batas kesadaranku, seakan sudah fasih, jari telunjukku bersekongkol dengan otakku membuka salah satu folder disana. Folder yang kuletakkan khusus dan bersandi agar tak terjamah oleh siapapun.
Aku menatap foto yang muncul dari layar laptopku, menampilkan dua orang perempuan tengah berpelukan sambil menggenggam tangan satu sama lain dan tertawa lepas.
Kenangan itu kembali muncul pada ingatanku. Memori otakku memutar kembali kejadian-kejadian beberapa tahun yang lalu. Kejadian yang aku lalui bersama seseorang.
Mereka.. Dua perempuan di foto itu adalah aku dan Laifka, seseorang yang beberapa tahun kemarin bersamaku.
Kuletakkan benda kotak itu dari pangkuanku ke atas meja. Aku menengadahkan pandanganku ke atas, menyender pada sandaran sofa. Menatap nanar langit-langit ruang tamu dengan tatapan kosong. Mengingat lagi senyumnya, suara khasnya ketika baru bangun tidur, tatapan matanya yang sejak pertama kali sudah membuatku candu.
Ah.. Aku merindukanmu.
***
Laifka Sastra Wiguna namanya. Darah kelahiran Kota Jogja yang kutemui saat itu belum genap menginjak usia 20 tahun.
Aku bertemu dengannya secara tak sengaja ketika aku baru saja pindah dari kotaku. Awal pertemuan kami bukanlah sesuatu yang istimewa untuk diingat, tapi entah mengapa.. Sejak pertama kali aku menatap wajahnya, perempuan itu, si pemilik mata sipit dengan tatapan sendu berhasil mencuri perhatianku untuk terus memikirkannya.
Tepat di pertengahan tahun 2015 aku bertemu dengannya. Aku baru saja pindah pada sebuah apartemen yang tidak terlalu mewah milik keluargaku, di kawasan Jakarta Barat. Saat itu aku baru saja keluar dari lobby, bertemu dengan seseorang yang secara tak sengaja menabrakku dari arah belakang. Seorang gadis tergopoh-gopoh membawa tumpukan kertas-kertas yang cukup banyak.
"Maaf.. Aku tidak sengaja. Maaf ya.."
Entah apa yang gadis itu kejar, sampai tubuhku yang sebesar ini pun tidak terlihat olehnya. Akan terasa tidak sopan jika aku membiarkan gadis itu sendirian membereskan kertas-kertas miliknya. Jadi akupun turut membantu kegiatannya di lantai, memunguti satu persatu kertas itu.
Apa ini? Aku memandang aneh pada kertas itu, bukannya lancang tapi tulisan itu terlihat mataku. Jadi bukan salahku juga kan jika aku penasaran. Kertas putih itu seperti dipenuhi oleh jajaran semut yang berbaris rapi atau terlihat semacam simbol persis seperti kecebong.
Ada beberapa tulisan yang kumengerti disitu, tapi sayangnya aku lupa, yah.. Aku memang payah dalam hal mengingat. Satu-satunya yang tersimpan di memori otakku adalah, 'Vivaldi' hanya tulisan itu yang aku mengerti.
Setelah selesai membantu memunguti kertas-kertas itu, akupun mengembalikan pada sang empunya. Dan yah.. Terjadi begitu saja, kedua bola mata kami bertemu tatap.
Di depanku berdiri seorang perempuan dengan rambutnya yang tidak terlalu panjang, hanya diatas bahu sedikit. Kulitnya termasuk putih untuk ukuran wanita Indonesia, mungkin tingginya setara dengan tinggi tubuhku, memiliki poni samping kiri, bertubuh kurus, bermata sipit dan yang paling istimewa dari sosoknya itu adalah tatapan matanya. Ia memiliki tatapan yang susah untuk kujelaskan, tatapannya sendu tapi menenangkan bahkan sekalipun ketika dia diam.
"Terima kasih" ucap gadis itu lembut.
Aku hanya mengangguk kikuk, bahkan kurasakan atmosfir di sekitarku terasa panas. Mataku masih setia menatapnya yang berlari kecil menuju pada mobil di depannya. Lagi-lagi mataku menangkap sesuatu yang aneh, kotak persegi panjang di tangannya, berisi apa kotak itu?
Ah.. Kenapa aku harus seingin tahu itu sih pada orang yang baru kutemui. Dan lagi, kenapa juga mataku harus jelalatan.
Kakiku hendak berjalan meneruskan kegiatanku yang tertunda, dalam keadaan seperti itu mataku masih lancang melongok ke arah tempat perempuan tadi. Kuanggap ini sebagai sebuah keberuntungan, karena lagi-lagi mata kami beradu tatap, terdengar klise memang tapi itulah yang terjadi. Gadis itu tersenyum simpul, lalu menutup pintu di sampingnya. Memblokir akses tempat kami saling tatap, atau mungkin hanya aku yang menatapnya. Entahlah..
Hei.. Gadis itu, dia memiliki lesung pipi di kedua pipinya dan juga dia memiliki eyes smile. Tanpa sadar aku pun tersenyum, menyadari itu aku menunduk sambil menutup wajahku.
"Ada apa denganku?"
Saat masih sibuk dengan pikiranku, seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku membalikkan badan. Laki-laki bertubuh kurus dengan seragam hitam layaknya security pada umumnya, berdiri di depanku.
"Maaf mbak, ini sepertinya punya teman anda. Tadi jatuh disana" kata laki-laki itu seraya menyodorkan beberapa lembar kertas padaku.
"Oh, iya Pak. Makasih"
Aku kembali tersenyum menatap pada lembaran kertas di tanganku.
"Antonio Vivaldi, Four Seasons. Semoga kita bisa bertemu lagi".
To be continued..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top