7. PANDORA BOX
Pandora Box
| An artifact in Greek mythology , taken from the myth of Pandora in Hesiod's Works and Days |
.
.
"Jangan gegabah menuruti permintaan mereka."
Cassie dan Lista saling melempar pandang lalu beralih menatap Altair. Altair justru memperlihatkan raut wajah serius, membuat Cassie terdiam untuk sesaat karena ini merupakan pertama kalinya Cassie melihat wajah serius Altair.
"Kenapa kita harus nurutin kata-kata lo?" Lista yang masih setia berdiri disamping Cassie bertanya dengan nada ketus.
"Like I said before, I know the blonde woman who had kidnapped both of you. Dan sekarang jelaskan ke gue kenapa mereka mengincar kotak yang lo bawa?"
"Dan kenapa kita harus jelasin ke lo?" Sahut Cassie.
"Gue udah bilang kan tadi, gue tahu orang yang menginginkan kotak itu. Mereka bukan orang baik."
"Kotak itu adalah petunjuk siapa orang tua kandung Cassie." Cassie melotot, menatap Lista yang dengan mudahnya membeberkan rahasia kotak itu.
Sebelah alis Altair terangkat, dia mengalihkan tatapannya pada benda persegi berwarna emas di tangan Cassie. Cassie menangkap tatapan Altair, dia segera menyembunyikan kotak itu di balik punggungnya.
"Kenapa lo bilang ke dia?!" Bentak Cassie kepada Lista. Lista mengangkat bahu.
"Mungkin mereka bisa bantu kita ngebuka kotak itu." Bukan hanya Cassie dan Altair yang kini menatap Lista dengan tatapan aneh, bahkan Auriga yang sendari tadi sibuk dengan ponselnya kini ikut menatap Lista.
"Apa?" Lista bertanya dengan polosnya.
"Why do you think we can help you to open that box?" Auriga angkat bicara.
"Just my intuition," Lista menatap Altair dan Auriga, "so, show me that my intuition is right. If you want us to not give that box, then help us to open it." Cassie melotot.
"Lo apaan sih? Gimana lo bisa semudah itu nyuruh mereka buat bantu buka kotak gue." Lista mengalikan pandangannya pada Cassie. Cassie terteguh melihat tatapan Lista yang begitu dingin. Lista adalah anak yang jarang menampilkan raut wajah serius. Dan entah kenapa Lista menunjukkan raut wajah dingin itu sekarang.
"Kalau lo berniat ngasih kotak itu ke cewek pirang kemarin, paling nggak lo harus tahu isi kotak itu lebih dulu."
"Lo tahu sendiri kan, Lis. Gue gak bisa buka kota ini, kotak ini gak ada kunci atau petunjuk buat dibuka. Gimana gue bisa tahu isi kotak ini? Kalau gue sendiri gak bisa buka."
Cassie menatap Lista dengan tatapan tajam sambil mengangkat kotak kuning keemasan yang sendari tadi ada di tangan kiri Cassie. Cassie merasa kesal dengan sikap Lista yang seenaknya. Padahal Lista tahu sejak pertama kali Cassie menerima kotak itu, Cassie tidak tahu cara membuka kotak itu, bahkan Papa Cassie pun juga tidak tahu.
"Makanya kita butuh bantuan mereka," Cassie menatap Lista dengan tampang tidak percaya. Lista memejamkan matanya untuk sejenak, "anggap saja ini usaha terakhir kita dengan melibatkan mereka. Apapun hasilnya nanti, kembali pada lo. Pemilik kotak itu."
Cassie menatap Lista, Altair, dan Auriga bergantian lalu pandangannya beralih pada kotak di tangannya.
"Bener kalian bisa buka kotak ini?" Tanya Cassie sambil mengangkat kotak itu.
"We―." Auriga hendak menolak permintaan Cassie namun Altair sudah memutus ucapan Auriga.
"Kasih ke gue kotak itu." Mata Auriga membulat sempurna.
"Al, stop it. We can't do this." Altair sama sekali tidak peduli dengan Auriga yang protes karena Altair ingin membantu dua perempuan di depan mereka.
Altair sudah memegang kotak milik Cassie. Sementara itu Auriga mendengus kesal lalu tatapannya bertemu dengan Lista yang ternyata sedang menatap Auriga sambil menyeringai. Auriga membuang muka.
Altair mengamati ukiran di kotak, ia membolak balikkan kotak tersebut untuk melihat apakah ada cela kosong untuk membuka kotak tersebut. Namun nihil, kotak itu tidak memiliki cela. Semuanya tertutup rapi. Altair mengerutkan dahi, Altair yakin, kotak itu bukanlah kota biasa. Kotak itu cukup berat, terbuat dari besi dengan ukiran berwarna emas. Altair jadi penasaran, apa sebenarnya isi dari kotak besi tersebut.
"How do you think?" Altair mengangkat kotak di depan wajah Auriga yang sibuk dengan ponselnya. Auriga mendongak dengan sebelah alis terangkat.
"I don't say I'll help them. So, this isn't my business." Auriga kembali sibuk dengan ponselnya, Altair menghela napas.
"Cih... sok sibuk. Apa salahnya sih bantu orang. Jadi orang kok pelit amat." Cetus Lista. Auriga memincingkan mata menatap Lista.
"Ini bukan masalah pelit atau nggak. Gue cuma nggak mau ikut campur sama urusan orang lain."
Lista mengerjab mata, untuk pertama kalinya Lista mendengar Auriga berbicara bahasa Indonesia, meskipun terdengar aneh dan kaku. Ternyata benar kata Altair, Auriga bisa bahasa Indonesia.
"Ini bukan masalah lo ikut campur apa nggak. Kan cuma bantu buka, kalau kotak itu udah kebuka ya udah. Lo bisa urus urusan lo sendiri.'' Sahut Lista. Auriga menatap Lista.
"I have feeling this won't end like you said." Lista terkekeh. Membuat Auriga segera melemparkan tatapan tajam pada Lista.
"We have to help them, Ga. The person who wants this box isn't only kidnapper. She'll keep her eyes on Cassie until she gets what she wants. We know it's really dangerous."
Auriga menghela napas panjang. Dia mengulurkan tangan kanannya, meminta Altair untuk memberikan kotak berwarna emas itu pada Auriga.
Lista tersenyum puas melihat Auriga sudah memegang kotak itu. Sementara Cassie terdiam, sibuk dengan pikirannya sendiri. Apakah langkahnya sudah tepat dengan meminta dua orang asing itu memegang kotak yang berisi rahasia terbesarnya?
Seperti kata Lista, dia memang harus tahu isi kotak itu sebelum si penculik itu melihatnya. Bagaimanapin kotak itu milik Cassie dan dia berhak atas isi dalam kotak itu. Apalagi kotak itu menyimpan petunjuk tentang jati diri Cassie. Cassie menatap Auriga yang sibuk memutar kotak untuk melihat setiap sisi dari kotak, seperti yang dilakukan Altair tadi. Tidak bisa dipungkiri, sebagian dari diri Cassie berharap dua cowok asing di depannya bisa membantu Cassie.
Auriga mengamati setiap sudut kotak, kotak itu berbentuk persegi, di kotak itu terdapat ukiran rumit dengan hiasan kristal kecil beberapa titik pada setiap sisinya. Memang tak ada cela pada kotak tersebut, semua tertutup dengan rapi. Auriga yakin kotak yang dia peggang bukanlah kotak biasa. Kotak itu cukup berat dan perlindungan kotak cukup tidak wajar. Sebenarnya apa isi kotak itu? Apakah begitu penting sehingga dilindungi begitu ketatnya. Tidak ada lubang kunci atau sesuatu yang bisa membuat kotak itu terbuka.
Auriga berhenti pada satu sisi kotak, matanya menyipit. Lalu dia kembali pada sisi yang lain. Berberapa kali dia melakukan itu, sampai dia berhenti pada sisi yang dia anggap memiliki ukiran yang berbeda. Terdapat lima kristal di ukiran tersebut, jumlahnya sama seperti kristal di sisi lain, letaknya juga pada tempat yang sama. Auriga menyentuh satu kristal yang dia pikir letaknya berbeda satu inch, ya... letaknya memang hanya beberapa milimeter berbeda dengan kristal yang lain. Orang yang melihat pasti berpikir letaknya sama karena kristal itu memang terlihat sama dengan kristal yang lain. Auriga mengeser keatas kristal tersebut, membuat sedikit perubahan pada ukiran. Lalu Auriga mengeser setiap kristal pada setiap sisi sesuai dengan letak kristal pada sisi pertama.
Cassie dan Lista saling berpandangan. Mereka pernah melakukan hal itu, menekan atau mengeser setiap kristal di kotak itu. Namun hasilnya sia-sia, tidak ada satupun kristal yang bergeser. Mereka kembali menatap Auriga. Sementara itu Altair tersenyum melihat saudara sepupunya sedang serius memecahkan teka-teki untuk membuka kotak.
Auriga sudah selesai mengubah posisi kristal. Namun kotak itu tidak terbuka. Cassie, Lista, dan Altair saling berpandangan. Auriga terdiam, menatap kotak di tanganya dengan berbagai pertanyaan di kepalanya. Why it can't be opened?"
"You can see, right? I can't open this.'' Auriga mengangkat kotak tersebut.
''Wait,'' Lista mendekati Auriga, ia mengambil kotak itu lalu melihat ke semua sisinya. Lista tersenyum, "you can open this."
Sebelah alis Auriga terangkat. Dia menatap Altair yang sama herannya dengan dia setelah mendengar pernyataan Lista.
"Lihat, disini ada bagian untuk USB." Lista menunjukkan bagian pojok kotak ada sebuah lubang untuk USB yang sebelumnya tidak ada. Cassie menahan napas untuk sesaat. Altair tersenyum puas.
☆☆☆☆
Setelah melewati perdebatan besar, di mana mereka akan menghubungkan kotak dengan PC. Keempat remaja itu memutuskan menggunakan laptop Altair. Ya... Cassie dan Lista sedang berada di rumah Altair yang letaknya di samping rumah Lista.
Sebenarnya Cassie dan Lista merasa tidak asing dengan rumah Altair karena mereka sering menghabiskan waktu mereka di rumah ini dulu, terakhir kali mereka masuk ke rumah ini adalah lima bulan yang lalu, saat sang pemilik rumah sebelumnya masih menempati rumah ini. Hanya saja yang membuat rumah ini berbeda dengan sebelumnya adalah barang-barang yang ada di rumah ini. Sebagian barang di rumah ini dipenuhi dengan barang bernuansa vintage sekarang.
Rumah Altair terlihat sepi, kata Altair kedua orang tua mereka memang sedang pergi ke luar. Lista dan Cassie menunggu di ruang santai, mereka duduk di atas sofa panjang berwaran krem, menunggu pemilik rumah mengambil laptop di lantai atas. Lista tak henti-hentinya mengagumi barang-barang vintage yang berada di ruang santai. Sementara itu Cassie sibuk mengamati kotak miliknya. Setelah sekian lama akhirnya dia menemukan petunjuk untuk mengetahui isi kotak Pandora miliknya. Cassie dan Lista menamai kotak tersebut dengan nama kotak Pandora, karena kotak tersebut menyipan banyak misteri.
Cassie merasa gugup karena sebentar lagi dia bisa melihat isi kotak itu yang ia yakini berisi petunjuk tentang dirinya. Sesuatu yang membuatnya penasaran sejak dulu dan kadang merasa takut jika dia tahu isi kotak Pandora.
Sementara itu di lantai atas, tepatnya di kamar Altair. Auriga meyuarakan protesnya.
"We should stop this, Al. We can't help them any more. Rene and Steve won't be happy about this."
"So, one thing that you should do is keep your mouth shut. Don't say anythimg about this. We just help her to open the box."
"We have done it. So, why are we let them open it by themselves?" Altair mengambil laptopnya yang berada di lemari barang. Dia beralih menatap Auriga yang berdiri di depan pintu kamar Altair dengan lengan kirinya menempel pada kusen pintu.
"I just want to help her. If you don't want to help her. Do what you want."
Altair berjalan melewati Auriga keluar dari kamarnya.
"I have bad feeling about this," Altair menghentikan langkahnya. Dia berbalik, mentap saudara sepupunya yang tidak beranjak dari posisinya, namun sudah balik menatap Altair, "you can see that the box covers with complicated carving. We need to think hard to open it and the box... I believe something inside the box is very important, because it's protected in great protection. No one will realize how to open it just move the crystal." Auriga menghentikan kata-katanya untuk sejenak memastikan reaksi Altair yang terdiam terpaku. Auriga tersenyum sinis.
"If you realize, there's a symbol after I moved the crystal." Altair menatap Auriga dengan sebelah alis terangkat, "the carving was forming a symbol." Altair terpaku menatap Auriga, dia menyadari jika Auriga sudah berkata seperti itu, berarti kotak milik Cassie memang bukan kotak biasa.
☆☆☆☆
"Gue takut Lis." Lista mengalikan kesibukanya mengamati benda-benda vintage yang terpajang di dekat tv. Lista menatap Cassie yang duduk diam diatas sofa, tidak mengubah posisinya sejak tadi. Sementara Lista sudah berkeliling ruangan itu hanya untuk melihat lebih jelas benda-benda vintage, seperti kotak, rajutan, jam, frame foto yang berbentu vintage. Lista menghela napas, dia berjalan menghampiri Cassie.
"Kenapa lo takut? Bukankah ini yang selalu lo pengen, tahu isi kotak ini." Lista menunjuk kotak yang berada dipangkuan Cassie.
"Gue takut kalau isinya nggak seperti apa yang gue harapkan." Lista hendak menyangah namun diintrupsi oleh kedatangan Altair dan Auriga.
"Sorry, nunggu lama." Lista memincingkan matanya.
"Ngambil laptop dimana sih? Di Belanda."
Altair terkekeh, dia duduk di sebelah Cassie dan meletakan Macbooknya pada meja di depannya. Ia mulai menyalakan Macbooknya, menghubungkan adaptor USB untuk membantu membaca isi kotak Pandora. Altair meminta Cassie untuk memberikan kotak Pandora di tangannya kepada Altair. Saat Altair sedang sibuk dengan kotak Pandora. Mata Lista menangkap sosok Auriga yang berdiri di belakang Altair sambil melipat tangan di depan dada, wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak suka melihat Altair berkutat dengan kotak berwarna emas itu.
"Katanya gak mau ikut campur, kayaknya ada yang jilat ludahnya sendiri." Sindir Lista. Auriga mengalikan pandangannya pada Lista yang sok sibuk mengamati kuku-kukunya. Altair menggelengkan kepalanya.
"Kalau aja lo sadar, lo yang udah maksa gue."
"Woaa... easy dude. Gue gak maksa, gue cuman minta tolong dan sekalian nambahin kalau lo udah terlanjur di sini, ngapain gak sekalian bantuin mecahin permasalahan kita." Auriga mengangkat sebelah alisnya, merasa heran dengan kata-kata Lista yang tidak nyambung.
"Bisa dibuka." Auriga dan Lista menghentikan perdebatan mereka. Mereka mengalihkan tatapan pada layar laptop Altair. Lista segera duduk di dekat Altair. Di layar Macbook Altair terpampang sebuah kolom untuk disi, sementara di atas kolom tersebut terdapat sebuah lambang.
"Itu maksudnya, kita harus ngisi password?" Tanya Cassie.
"Sepertinya begitu, lo tahu kira-kira apa yang pas untuk ngisi password di sini?" Cassie yang duduk disamping kiri Auriga menggeleng.
"Tanggal lahir?" Lista mengusulkan. Auriga mendengus, membuat Lista mendelik tajam.
"It's too easy if the password is her birthday."
"Kita bisa mencobanya. Kapan tanggal lahirmu?"
"5 Mei 2000." Altair mengetikan tanggal yang diucapkan Cassie. Muncul tanda silang berwarna merah pada lambang diatas kolom password diikuti suara seperti bunyi bel di kuis reality show jika peserta menjawab salah. Lalu tanda itu menghilang.
"See, it's too easy if the password is her birthday." Lista menatap tajam Auriga. Lalu dia kembali menatap layar laptop Altair.
"Sepertinya ada sesuatu dengan lambang itu." Lista menunjuk simbol di atas kolom password.
"Lo tahu itu simbol apa?" Tanya Altair, Cassie menggeleng.
"Lo yakin tanggal lahir lo yang lo sebutin tadi." Kata Auriga. Cassie terdiam terpaku.
"Maksud lo? Ya iyalah itu tanggal lahir Cassie emang kapan lagi tanggal lahirnya." Auriga mengangkat bahu tak acuh, dia menatap Cassie yang terdiam kaku di samping Altair.
"Lo bilang, ini kotak petunjuk tentang orang tua kandung lo. So, di mana orang tua lo yang sekarang ketemu lo dulu."
"Itu bukan tanggal lahir gue yang asli." Lista melebarkan matanya, menatap Cassie dengan wajah kaget.
"Tanggal itu adalah tanggal dimana Papa gue nemuin gue."
>>>>>>>>To be Continue<<<<<<<<<<
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top