9. Kencan Ala Dazt
Clarine benar-benar dibuat banyak pikiran dengan ajakan kencan dari Dazt. Kendati terdengar gila, ide-ide pemuda itu biasanya memberikan keuntungan tersendiri bagi Clarine.
Beban pikiran Clarine semakin bertambah dengan ketidakmunculan Zoenoel. Pemuda itu tidak datang menjaga Clarine sehingga ia tidak bisa memberitahu soal paksaan Dazt untuk keluar bersama.
Sebagai upaya dalam mengurangi kemungkinan Dazt melakukan hal-hal gila, Clarine sengaja menunggu tepat di depan ruangan Dazt di Arena Duel. Setidaknya Dazt tidak memiliki kesempatan untuk mengerjai Clarine dengan acara penjemputan yang memuakan, atau sejenisnya.
"Honey?" seru Dazt takjub saat keluar dari ruangannya. "Selamat pagi, tak kusangka kau benar-benar semangat dengan acara kencan kita hari ini. Aku tersetuh."
Senyuman menyebalkan di wajah Dazt justru menyatakan hal yang bertolak belakang dengan peryataan pemuda itu. Dazt jelas sedang mengejek Clarine.
"Aku tidak bisa menghubungi Zoenoel, jadi sebelum kau berencana melakukan hal-hal tidak wajar, sebaiknya kau berpikir ulang," ujar Clarine tanpa menghiraukan perkataan Dazt sebelumnya.
Wajah Dazt terlihat serius selama beberapa detik. "Sudah kupikirkan ulang, tetapi tidak ada perubahan rencana. Kau tetap akan menemaniku ke pasar."
"Pasar?" gumam Clarine pelan. Ia jelas tidak memaksudkan itu sebagai pertanyaan yang minta dijawab, Clarine tahu betul kalau Dazt tidak akan memberikan penjelasan.
Jadi seperti biasanya, Clarine mengikuti kemauan Dazt tanpa banyak bicara. Ia mengekori Dazt melalui lorong-lorong pasar yang penuh sesak. Tak jarang ia menerima gandengan tangan Dazt agar mereka tidak terpisah di tengah keramaian.
Dazt akhirnya berhenti di depan sebuah petak kecil yang dijejali beberapa mesin jahit, berbagai gulungan kain, serta tumpukan baju-baju yang digantung.
"Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanya Clarine.
"Memesan baju pasangan."
"Pasa—" Belum selesai Clarine mengucapkan satu kata, Dazt sudah menariknya masuk.
"Selamat pagi," seru Dazt memberi salam.
"Ah, Dazt, selamat datang," balas seorang wanita paruh baya yang duduk di balik mesin jahit. "Lama kau tidak mampir ke sini. Faithy ada di ruangannya, langsung saja ke sana. Dia akan senang melihatmu. Er—apa kau yakin akan membawanya?" Wanita itu agak mencegat langkah Dazt saat menyadari bahwa Dazt juga akan mengajak Clarine masuk.
"Tenang saja Eka, kau bisa mempercayainya," ujar Dazt.
Eka melayangkan tatapan menilai ke arah Clarine. "Baiklah." Ia akhirnya bergumam pelan dan mempersilahkan mereka masuk.
Dazt kemudian mengajak Clarine untuk menyelip di antara berbagai barang yang menyesaki tempat itu. Mereka berjalan ke arah sebuah pintu di bagian belakang. Clarine sempat berpikir ruangan di belakang juga akan penuh sesak, tetapi tempat itu justru lebih renggang dan hanya dihuni oleh satu orang.
"Hai Faithy," sapa Dazt.
Saat melihat penampilan si gadis, Clarine harus berusaha keras mengatur mimik wajahnya. Clarine sadar kalau Faithy tidak ingin dipandang dengan tatapan berbeda, jadi sebisa mungkin ia menahan perasaan iba yang muncul.
Hal ini cukup sulit karena Faithy tampak bungkuk dan terdapat gundukan di punggungnya. Lengan dan kakinya juga tidak sempurna. Tangan kirinya hanya memiliki tiga jari dengan ukuran tidak normal, sementara kedua kakinya kerdil dan hanya tampak seperti gumpalan daging tak beraturan.
Di sisi lain, Clarine juga bisa merasakan sensasi getaran samar dari Faithy. Getaran tersebut entah bagaimana mengingatkan Clarine pada debu berwarna putih di monitor pendeteksi bakat.
"Dazt." Si gadis berseru riang saat menyadari kedatangan mereka. "Kau membawa teman? Hai, kenalkan aku Faithy."
"Apa Eka melarangmu untuk menyebutkan nama lengkap? Ataukah kau sudah mengganti margamu?" tanya Dazt.
"Tentu saja tidak." Faithy tertawa. "Aku masih menggunakan nama Faithy Arepi seperti yang tertulis pada secarik kertas yang ditinggalkan besamaku di panti. Mengapa kau mengungkit namaku?"
"Aku hanya ingin Clarine tahu nama lengkapmu," ujar Dazt seraya memasang senyuman tanpa dosa.
Seingat Clarine, nama keluarga Arepi adalah salah satu garis keturunan utama di catatan Agnes. Seakan mengiyakan pikiran Clarine, Dazt mengangkat kening sekilas seraya terseyum ke arahnya. Clarine langsung mengerti bahwa inilah tujuan Dazt membawanya kemari.
Buru-buru Clarine memasang senyum agar Faithy tidak salah mengartikan keterkejutan yang sempat muncul di wajahnya. "Hai, aku Clarine."
"Senang bertemu dengamu." Senyuman Faithy terlihat semakin lebar. "Apa ada yang bisa kubantu?"
"Apa kau sibuk Faithy?" Dazt balas bertanya. "Aku ingin meminta bantuanmu untuk merancangkan baju tarian."
Selama beberapa saat berikutnya, Dazt memberikan detail gerakan tarian Touwangker agar Faithy bisa mendapat gambaran baju yang cocok. Faithy sendiri tampak mendengarkan dengan seksama sambil sesekali menuliskan beberapa hal di buku catatannya. Sementara itu, Clarine sibuk memperhatikan baju-baju buatan Faithy yang dipajang.
Clarine tidak begitu tertarik dengan mode, tetapi pengalaman hidup di kalangan yang cukup terpandang di kota besar membuatnya memiliki sedikit kemampuan dalam menilai pakaian. Menurut penilaiannya, setiap hasil karya Faithy adalah keajaiban. Sulit bagi Clarine untuk percaya bahwa setiap potong baju yang ia lihat sekarang dibuat oleh seseorang dengan keterbatasan fisik. Berbagai jalinan rumit yang jelas menuntut teknik tersendiri, dipadu dengan kreasi-kreasi unik hingga membuat setiap baju memiliki daya tarik tersendiri.
"... akan kukirimkan seorang gadis untuk membantumu. Namanya Maery." Ucapan Dazt membuat Clarine menoleh ke arah pemuda itu.
Faithy tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi Dazt tak memberinya kesempatan. Dazt juga mengabaikan tatapan penuh tanya dari Clarine dan melanjutkan perkataannya. "Tenang saja. Nyonya protektif dan posesifmu tak akan mengusir gadis itu. Maery adalah sahabat baik Clarine. Kujamin kau dan Eka akan menyukai kepribadiannya. Kau hampir menyukai siapa saja, bukan begitu?"
Faithy tersenyum lebar. "Terima kasih, Dazt, Clarine."
"Apapun untukmu, My Dear. Sayangnya, kurasa ini saatnya bagi kami untuk pergi, maaf sudah mengganggu waktu sibukmu." Dazt pun bangkit berdiri.
"Kau tahu aku selalu punya waktu untukmu, kau juga Clarine. Mampirlah jika kalian punya waktu."
Clarine membalas senyuman Faithy seraya pamit pulang. Ia kemudian mengikuti Dazt untuk keluar dari ruangan.
Ketika pintu baru saja menutup di belakang mereka, Dazt tiba-tiba berkata, "Sebentar, aku melupakan sesuatu." Pemuda itu pun kembali masuk ke ruangan Faithy dan meninggalkan Clarine sendirian.
Tanpa menunggu Dazt, Clarine segera berjalan ke pojokan dan berteleportasi ke kamarnya.
***
Malam itu, Clarine tengah mengerjakan tugas sekolah ketika Dazt melenggang masuk ke kamarnya tanpa permisi.
"Apa yang kau lakukan?" tuntut Clarine.
"Seharusnya itu pertanyaanku Honey. Kau meninggalkanku begitu saja di tengah kencan kita."
"Kau yang pergi duluan." Clarine mengelak, tetapi toh ia juga tidak sepenuhnya salah.
"Ah, kau marah karena kutinggal sebentar? Tenang saja Honey, aku tidak menggoda siapapun saat—"
"Berhentilah Dazt," potong Clarine. "Apa maumu? Bukankah tujuan perjalanan kita hari ini sudah tercapai? Aku sudah bertemu dengan salah satu anggota garis keturunan utama."
"Masih ada satu hal lagi, Honey."
"Apa?"
"Tidakkah kau mempersilahkanku duduk dulu?"
Clarine memutar bola matanya, kesal.
Dazt tak menunggu izin Clarine, pemuda itu dengan santainya mendudukan diri di ujung tempat tidur. Dazt bahkan sama sekali tidak menghiraukan tatapan melotot dari Clarine.
"Kita seharusnya pergi makan siang romantis," ujar Dazt. "Ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu. Salah satunya mengenai informasi dari Drina tentang kejanggalan sensor pendeteksi bakat yang tidak bisa mendeteksi dirimu."
"Aku sudah tahu, Emenus, si pengawas monitor juga menanyakan hal yang sama. Menurut Yudi, semua itu terjadi karena sensornya sedikit bermasalah."
"Sayangnya, tidak ada yang salah dengan sensornya. Drina sudah menyelidiki hal itu berulang-ulang dan dia tidak menemukan kerusakan apapun pada sensor di gerbang SMA kita."
"Lalu?" tuntut Clarine.
"Menurutku, itu adalah bagian dari kemampuanmu. Kau bisa mendeteksi bakat, tetapi tidak bisa terdeteksi—Ah, kau sudah datang sobat." Penjelasan Dazt dipotong oleh kemunculan tiba-tiba Zoenoel dengan teleportasinya. "Ini waktunya bagiku untuk pulang."
Dazt segera bangkit berdiri dan berjalan ke arah pintu. Saat pemuda itu melewati lemari sepatu Clarine, ia berhenti dan mengambil sepasang sepatu di sana. "Kupinjam ini sebentar," seru Dazt dan dengan cepat ia berjalan pergi.
Clarine ingin mengejar Dazt. Namun, dengan keberadaan Zoenoel di kamarnya, Clarine seakan tak bisa bergerak. Bukan dalam artian ia terkena segel atau sesuatu, ini lebih ke pengaruh gugup.
"Er—soal Dazt, dia ... tadi aku keluar bersamanya dan ... er—"
"Aku tahu, Dazt sudah mengatakannya kemarin."
"Kau...." Ucapan Clarine terhenti. Sebenarnya ia ingin bertanya kau tidak marah? Namun Clarine tidak berani menanyakan hal itu. Ia hanya berkata, "Syukurlah kalau Dazt sudah memberitahumu lebih dulu."
Zoenoel hanya bergumam samar sebagai respons.
***
Setelah perdebatan panjang soal pasangan dan tempat latihan, pada akhirnya Dazt tidak punya pilihan selain berpasangan dengan Queena. Drina ada benarnya soal semakin sedikit yang tahu keberadaan kelompok kecil mereka, semakin baik. Sementara Dazt berhasil memenangkan argumen soal tempat latihan.
Mengingat keberadaan Glassina dan Rael, mereka jelas tidak bisa melaksanakan latihan di Arena Duel. Jadi telah diputuskan bahwa latihan tari mereka dilaksanakan di salah satu gudang penyimpanan milik almarhum nenek Magda.
Sesekali Clarine datang melihat sesi latihan dan dugaannya soal tidak akan menghafal gerakan tarian Touwangker ternyata salah. Sifat pelupa Faenish cukup parah, gadis itu banyak melupakan gerakan sehingga diperlukan beberapa kali pengulangan gerakan dalam setiap latihan.
Jadi tidak heran kalau pada saat latihan, Ryn akan berteriak-teriak protes. Tidak ada satu pun dari mereka yang lolos dari omelan Ryn. Dazt jarang serius dalam latihan. Ezer, Zoenoel dan Maery, bergerak terlalu kaku. Queena sama sekali tidak menjiwai karakter gadis yang harusnya enggan bersama dengan si pria. Ia justru terlalu bersemangat dan jelas terlihat tergila-gila pada Dazt yang menjadi pasangannya. Sementara Faenish sendiri terlalu pelupa untuk mengingat gerakan tarian.
Bahkan Valaria yang awalnya dipuji karena paling baik dalam menari juga tidak luput dari omelan Ryn. Valaria selalu salah tingkah pada gerakan-gerakan romantis, apalagi pada bagian ciuman.
Sebenarnya tidak ada ciuman sungguhan, hanya dua kepala yang saling didekatkan sementara beberapa elemen akan menghalangi pandangan penonton. Namun tetap saja, wajah Valaria akan memerah saat ia harus balas menatap Zoenoel dari jarak yang sangat dekat.
"Astaga Valaria, apa perlu kuambilkan cat putih untuk mengembalikan warna kulitmu?" omel Ryn frustasi.
Clarine seperti biasa hanya bisa mengamati dari jauh. Melihat Zoenoel dan Valaria dalam posisi seperti itu jelas membuatnya merasa cemburu. Namun perasaan itu selalu tenggelam dengan rasa bersalah. Dari sikapnya, terlihat jelas bahwa Valaria masih sangat menyukai Zoenoel.
HWEK. Ezer tiba-tiba membungkuk dengan tangan menutupi mulutnya. Sekali lagi suara ingin muntah kembali terdengar. Buru-buru Venish menyerahkan sebuah kantong muntah kepada pemuda itu.
"Kau hamil?" tanya Ryn spontan.
"Dia itu laki-laki," sangga Dazt.
"Habisnya dia pucat, kemarin dia pusing, dan sekarang dia mengalami morning sick—maksudku mual dan muntah di pagi hari," kilah Ryn.
"Kita sebaiknya membawa Ezer ke rumah sakit," usul Queena.
Ezer menggeleng sebelum berkutat kembali dengan kantong muntahnya.
"Kalau begitu, latihan kita tunda nanti sore," seru Ryn seraya mengalihkan perhatian dari Ezer. "Aku bisa ikutan muntah."
Dazt berseru girang seraya memberi kode kepada Zoenoel untuk segera pergi. Keduanya pun menjadi yang pertama membubarkan diri.
"Kalian juga sebaiknya pulang," ujar Faenish. "Aku akan membawa Ezer berteleportasi dan menghubungi dokter untuk memeriksanya di rumah."
"Kalau begitu kami pamit, lekas sembuh." Valaria berpamitan disusul yang lain.
Clarine sengaja memastikan dirinya menjadi orang terakhir yang berpamitan dan menyempatkan diri untuk mendekat.
"Sepertinya ada yang salah dengan bakatmu," ujar Clarine kepada Ezer. "Entah bagaimana, bakatmu terasa tidak stabil."
***
Festival dalam rangka ulang tahun kota, sekaligus sebagai momentum diberitahukannya eksistensi Kaum Berbakat, akhirnya dilaksanakan. Lembah Vampir yang biasanya terlihat mengerikan, selama beberapa malam terakhir berubah menjadi tempat yang paling ramai. Animo masyarakat pada acara ini benar-benar luar biasa.
Meski tidak ada stand ramuan atau prosesi perkenalan dengan penampilan bakat, suasana festival tahun ajaran baru tetap saja kalah dengan keramaian yang tercipta di festival ulang tahun ini. Apalagi dengan nuansa misterius yang diciptakan oleh keberadaan topeng-topeng para panjaga stand.
Pada sabtu malam, suasana terasa semakin ramai dengan rentetan acara-acara spesial. Ini adalah malam puncak di mana keberadaan Kaum Berbakat akan diungkapkan. Tarian Touwangker tentu saja berada dalam jadwal malam ini. Karena itu, sejak sore tadi Clarine dan teman-temannya sudah disibukkan dengan persiapan pentas.
Baju hasil karya Faithy membuat para penari tanpa sadar menghabiskan banyak waktu untuk mengagumi kostum mereka. Clarine bahkan dibuat menyesal tidak ikut ambil bagian dalam tarian.
Baju untuk penari wanita berwarna tosca lembut dengan sapuan warna metalik di beberapa tempat. Setiap kali memandangnya, Clarine selalu teringat akan aliran air. Ada kesan rapuh dan kuat di saat bersamaan, benar-benar sesuai dengan karakter si gadis yang lembut tetapi kukuh menolak sang pria.
"Apa aku baru saja melihatmu meneteskan liur?" goda Maery. "Mungkin kita harus menghubungi Faithy untuk membuatkanmu satu baju."
"Apa maksud ekspresi anehmu itu?" Clarine balas memandang Maery dengan penuh selidik. Ia sudah cukup mengenal Maery untuk mengenali kejanggalan dalam ekspresi gadis itu.
"Sebentar lagi kau akan tahu, dan kujamin kau akan tersenyum lebar," kata Maery sok misterius seraya melangkah keluar dari ruang ganti.
"Apa maksudmu?" Clarine mengejar Maery.
Namun belum sempat Clarine menyusul, Faenish tiba-tiba muncul menghalangi jalan.
"Hei Clarine bisa bicara sebentar?" tanya Faenish.
"Ada apa?"
"Menurut Ezer, akan ada hujan malam ini. Jadi aku mau mengusulkan kita untuk menggunakan Segel Hujan Bintang yang merupakan segel ciptaan Agnes. Itupun jika kau mengizinkan," ujar Faenish.
"Tentu saja." Clarine langsung menyetujui. "Itu terdegar hebat."
"Kalau begitu sebaiknya kita segera mencari sekitar dua puluh orang untuk membuat segel itu hingga bisa melingkupi seluruh area festival," seru Faenish bersemangat.
"Sepertinya itu tidak perlu," ucap Clarine. "Selama kau dan Valaria ikut membuat segel, kita hanya membutuhkan beberapa orang lagi."
"Kita harus membuat perlindungan yang mencangkup seluruh area festival. Itu sangat luas, Clarine. Valaria mungkin memiliki bakat luar biasa, tetapi—"
"Kau juga memiliki bakat yang luar biasa." Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Clarine. "Kita bisa menggunakan para penari, kecuali Maery dan Ezer. Kurasa kalian sudah cukup untuk membuat segel Hujan Bintang. Jadi kita tinggal memberitahukan gambar segel itu kepada yang lain sekaligus bertanya kepada Ryn apakah kita bisa sedikit mengubah gerakan apabila hujan turun saat kalian sedang pentas. Bagaimana menurutmu?"
"Ide bagus, tetapi jangan beritahu mereka dari mana kalian mendapatkan segel itu," jawab Dazt yang entah sejak kapan sudah berada di belakang mereka. "Queena juga tak perlu dilibatkan dalam hal ini. Dia tidak boleh ketahuan sebagai Kaum Berbakat."
"Kau menguping pembicaraan kami?" tanya Clarine ngeri.
Bukannya menjawab, Dazt justru melemparkan sebuah tas ke arah Clarine. "Pakai itu. Penampilan Eucharistia terlalu berlebihan. Kaum Nonberbakat tidak seharusnya melihat kostum penuh ramuan sebelum mereka tahu tentang bakat kita."
Clarine segera memeriksa isi tas yang diberikan Dazt dan mengeluarkan sebuah gaun dengan warna biru tosca lembut yang senada dengan seragam tarian teman-temannya. Bedanya, tidak ada kesan aliran air dalam baju tersebut, motif yang tampak kasar justru membuat baju itu seperti dipahat langsung dari batu mulia. Begitu juga dengan topeng mata yang menjadi pasangan sang gaun.
Clarine menganga lebar. Baju dan topeng pemberian Dazt jelas lebih menarik perhatiannya daripada seragam tarian yang sejak tadi ia kagumi. Sekarang Clarine tak tahu harus berkata apa.
"Kau tampak seperti idot Honey," bisik Dazt tepat di telinga Clarine.
Clarine tersentak. Buru-buru ia menjauh.
Senyuman jail terpampang di wajah Dazt. "Sepatu yang kupinjam ada di dalam. Jadi jangan menuduhku mencurinya." Dazt pun berlalu pergi.
"Wow ini sepatumu?" tanya Faenish saat mengeluarkan sepasang sepatu yang memiliki motif hampir mirip dengan baju di tangan Clarine.
"Seingatku bukan." Clarine kembali memperhatikan sepatu di tangan Faenish. Ia tidak pernah memiliki sepatu dengan motif seperti itu, tetapi kalau hiasan-hiasan menyerupai batu mulia yang ditempel di seluruh permukaan sepatu tidak ada ... ya, itu sepatu Clarine yang sebelumnya diambil Dazt.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top