20. Kambing Hitam
Berkas pemberian Zoenoel cukup membebani Clarine dengan pikiran-pikiran tambahan. Ia jelas penasaran seperti apa para Kaum Nonberbakat yang nekat melawan Kaum Berbakat. Apalagi nama-nama dalam daftar Zoenoel sebagian besar hanya berprofesi sebagai petani dan pedagang.
Dengan rasa penasaran tersebut, begitu mendapati toilet sekolah sepi pada jam istirahat, Clarine tanpa pikir panjang segera berteleportasi.
Beberapa saat selanjutnya, Clarine sudah berbaur dalam keramaian pasar dan memandangi sebuah bangunan. Tak jauh darinya, terlihat toko milik Eka dan Faithy. Namun bukan itu yang menjadi fokus Clarine. Pandangan Clarine tertuju pada papan nama bertuliskan: Rumah Makan Cacing.
"Kau tidak akan kenyang jika hanya memandangi papan nama Nak, ayo masuk, biar aku yang traktir." Seorang wanita paruh baya dengan penampilan khas pedagang kecil menyapa Clarine. Wanita itu tersenyum ramah seraya mendorong Clarine masuk ke bangunan yang sedari tadi dipandanginya.
"Jangan sungkan. Anakku, Audita sekelas denganmu, dia bilang kau sering membantunya, jadi izinkan aku memberimu sesuatu hari ini." Wanita itu terus memaksa Clarine hingga ia duduk di salah satu meja.
"Anda tidak perlu—"
"Tolong dua porsi mie." Ibunda Audita tidak mengindahkan Clarine, ia justru berteriak mengumumkan pesanan. "Kau sudah jauh-jauh ke sini, makanlah dahulu. Beberapa orang juga akan senang bertemu denganmu."
"Siapa?" tanya Clarine curiga. Ia tentu saja mengenali siapa wanita di depannya. Selain sebagai ibu dari teman sekolahnya, tetapi juga dari daftar yang diberikan Zoenoel. Wanita itu disebutkan sebagai bagian dari kelompok yang menentang Kaum Berbakat.
"Para penggemar kisahmu," jawab ibunda Audita spontan. "Kau cukup populer karena cerita dengan bumbu cinta selalu laku di sini."
Clarine tidak begitu mengerti. Namun wanita di depannya nampak tidak peduli dan terus mengoceh. "Kau pasti bolos sekolah karena dijahili teman-temanmu lagi yah? Audita sering bercerita tentangmu. Katanya kau hampir setiap hari mendapat masalah dengan beberapa—" wanita itu mencodongkan badannya dan berbisik, "Kaum Berbakat."
Clarine hanya bisa tersenyum lemah. Ia mulai mengerti apa yang sedang dibicarakan Ibunda Audita. Entah bagaimana, kisah hidup Clarine sudah menjadi bahan cerita di sini.
"Mereka memang menyebalkan." Wanita itu melanjutkan gerutuannya dalam suara bisikan yang cukup keras untuk didengar Clarine. "Untung saja kau tidak alergi dengan kemampuan mereka. Tetanggaku tidak seberuntung dirimu, sekujur tubuhnya menjadi berbonggol menjijikan setelah beberapa anak jahil melemparinya dengan bubuk aneh. Sampai sekarang ia masih belum sembuh padahal sudah 3 minggu lebih. Benar-benar kasihan, setiap malam ia memohon untuk mati.
"Itulah yang membuat kami perlu untuk berkumpul di sini." Ibunda Audita melanjutkan, "Kami perlu saling berbagi cerita, berbagi penguatan, dan berbagi bantuan lainnya. Kau juga bisa datang ke sini setiap kali membutuhkan teman berbagi."
"Apa kau percaya takdir?"
Clarine menjerit kaget saat ia mendengar bisikan parau beberapa senti di samping telinga kanannya. Saat Clarine menengok, ia mendapati seorang wanita tanpa rambut. Kepala wanita itu nyaris bersinar di bawah pantulan cahaya. Senyuman miring yang tersungging di bibirnya menegaskan kesan kejam dan licik di saat bersamaan.
"Jangan mengagetkannya begitu Cacing," tegur Ibunda Audita.
"Kau bisa memanggilku Aci," koreksi sosok yang disapa Cacing, masih dengan suara bisikan parau yang sama. Aci lalu meletakan dua mangkuk mie di atas meja tanpa melepaskan pandangannya dari Clarine. "Setiap mereka yang mengalami penderitaan karena Kaum Berbakat selalu saja menemukan jalannya ke tempat ini. Tidakkah itu terdengar seperti takdir?"
"Mungkin karena setiap orang stres membutuhkan asupan makanan," tandas Ibunda Audita. "Apa yang sebenarnya kau lakukan?"
Tawa Aci menggema. Kini raut wajahnya berubah ramah. "Aku hanya ingin melihat responsnya. Ini adalah tindak pencegahan agar kejadian kemarin tidak terulang. Orasi tak bermutu soal pemberontakan seperti itu membuat pelangganku kabur tahu."
"Orasi?" Clarine tidak begitu mengerti arah pembicaraannya.
"Ada beberapa orang tidak berguna yang sesekali datang ke sini untuk merekrut anggota," jelas ibunda Audita. "Mereka adalah kelompok yang suka mencari sensasi dengan berkata kita harus membalas dendam kepada Kaum Berbakat dan sebagainya."
"Anda tidak tertarik?" seru Clarine spontan.
"Membalas dendam?" Aci tertawa terbahak. "Kami terlalu sibuk bertahan hidup untuk melakukan hal tak berguna semacam itu. Lagipula takdir sudah memanggil orang-orang tertentu untuk membantu keadilan kembali pada tempatnya. Sementara aku mengikuti panggilanku sendiri. Panggilan untuk memberi makan banyak orang. Selamat menikmati makananmu, aku masih punya panggilan yang harus dipenuhi." Aci pun berlalu pergi.
"Jangan menyiksa dirimu dengan pikiran balas dendam," ujar ibunda Audita. "Temukan saja hikmah dari kejadian yang menimpamu. Karena segala sesuatu terjadi bukan tanpa alasan. Kuatkan dirimu dan lalui cobaan ini. Aku tidak ingin kisah faforitku berakhir tragis. Kau setidaknya harus mendapatkan salah satu dari dua pemuda keren itu."
"Pemuda?"
Ibunda Audita tersenyum aneh. "Ada beberapa yang berpendapat kau sebaiknya tidak menyia-nyiakan berkat dan mengambil dua-duanya. Kalian masih muda dan yah begitulah. Terdengar menyenangkan, tetapi aku lebih setuju pada satu pasangan. Bagaimana menurutmu? Bisakah kau memberiku sedikit bocoran pemuda mana yang kau sukai?"
Clarine hanya bisa menganga tak percaya.
***
Malam itu, Clarine sengaja menunggu kedatangan Doroty. Begitu merasakan keberadaan orang lain di kamarnya, Clarine segera bangkit dari tempat tidur. Ia tidak peduli betapa anehnya bicara sendiri kepada seekor kucing. Ia tidak peduli apakah Zoenoel mendengarkannya atau justru memilih tidur. Clarine sudah memutuskan untuk mengatakan sesuatu.
"Aku tidak bisa melakukannya." Clarine mulai berbicara kepada seekor kucing yang bergelung membelakanginya. "Nama-nama dalam daftar yang kau berikan bukanlah orang yang pantas menjadi kambing hitam. Mereka sama sekali bukan ancaman bagi Kaum Berbakat, justru hidup merekalah yang terancam. Dengan situasi sekarang, menyerahkan nama mereka dengan dugaan sebagai kelompok pemberontak sama saja membunuh mereka.
"Pengadilan mungkin bisa memutuskan mereka tidak bersalah, tetapi stigma yang akan terlanjur diberikan masyarakat tidak bisa dihilangkan begitu saja. Hidup mereka akan lebih sengsara dari sekarang. Saat ini saja banyak yang sudah menyangkut pautkan kejadian bom dengan pelaku Teror Vampir, bayangkan hukuman sosial seperti apa yang mungkin mereka terima."
Seekor kucing tentu saja tidak akan mengomentari pendapat Clarine. Namun dengan pergerakan Doroty yang semakin menggelungkan badan dalam posisi tidur, Clarine tahu ia didengarkan. Jadi, ia melanjutkan.
"Aku akan tetap menyerahkan nama-nama mereka sebagai bukti penyelidikan Eucharistia sesuai keinginanmu, tetapi mereka akan kunyatakan sebagai sekelompok korban dari kebijakan Kaum Berbakat. Bukan sebagai kelompok pemberotak, apalagi pihak yang bertanggung jawab atas bom di akademi.
"Masalah pelaku bom, aku berencana menunjukkan ruangan rahasia keluargamu. Aku akan meminta Drina menutup portal yang mengarah ke rumah tua keluargamu dan membuat jalan tembus di tempat lain agar keluargamu tidak terlibat. Aku tahu misi mengungkap perbuatan Katharina adalah bagianmu, bukan siapapun. Jadi–"
Perkataan Clarine terpotong saat Doroty melompat bangun. Kucing itu lalu berjalan ke balik tirai. Saat Clarine merasakan getaran berbeda di udara, ia tidak bisa menahan senyum dan mulai memejamkan mata. Sosok Zoenoel akan segera menemuinya. Entah ia akan diomeli atas keputusannya atau apapun, yang jelas Clarine mendapat respons dari Zoenoel.
"Jangan libatkan Drina." Suara bernada datar milik Zoenoel terdengar. "Besok aku akan menyerahkan padamu informasi baru soal tempat pelaku bom."
"Kau setuju dengan ideku?" Clarine nyaris tidak percaya dengan perubahan situasi yang terjadi. Ia hampir saja membuka mata. Beruntung, ia sempat ingat bahwa Zoenoel kemungkinan besar tidak dalam keadaan yang tepat untuk dilihat.
"Tidak sepenuhnya," jawab Zoenoel. "Beberapa nama dalam daftar juga akan kuganti dan kali ini jangan menemui mereka secara langsung. Aku akan memindahkan bukti ke tempat Igna. Stigma tidak bisa menyakiti orang yang sudah mati."
Clarine merasakan sensasi pembuatan segel teleportasi. Namun belum sempat ia mengajukan protes, Zoenoel sudah lebih dahulu bicara, "malam ini tidurlah di ruangan Penguasa Arena."
Pemuda itu pun pergi meninggalkan Clarine dengan begitu banyak protes yang tak tersampaikan. Menurut Clarine, melibatkan Igna juga bukan hal yang tepat, gadis itu memang sudah tidak bernafas lagi. Namun bukan berarti ia pantas mendapat tuduhan lain yang tidak benar, belum lagi pihak keluarga yang ia tinggalkan akan semakin terbebani.
Hanya saja, Clarine tidak bisa memikirkan rencana lain yang bisa ia ajukan kepada Zoenoel sebagai penggantinya. Pemuda itu jelas tidak mau mengekspos perihal ruangan rahasia keluarganya. Tempat lain pun tidak ada yang meyakinkan.
***
Situasi rapat pemerintahan menjadi cukup pelik dengan informasi dari Zoenoel. Segelintir orang bahkan ikut menyalahkan keberadaan perpustakaan sebagai sumber pengetahuan Kaum Nonberbakat dalam menyusun rencana penyerangan. Eucharistia selaku pencetus ide perpustakaan umum jelas menjadi sasaran. Bahkan buku-buku yang tersedia di perpustakaan kembali di tinjau mana yang boleh dibaca Kaum Nonberbakat dan mana yang tidak.
Masalah lain yang ikut meramaikan suasana adalah tentang aksi makin hakim sendiri. Berawal dari masalah penganiayaan yang melibatkan penggunaan ramuan dan segel, kini para pelaku penganiayaan justru berbalik menjadi korban. Isu kembalinya Empat Pemimpin Tersembunyi mulai banyak dibicarakan, bahkan beberapa warga menjadi cukup fanatik hingga mengabaikan peraturan pemerintah.
Semua kasus ini membuat kementerian yang dipimpin Eucharistia, Valaria serta Yudi mengalami hari-hari sibuk. Berbagai sidang dan pertemuaan dilakukan. Hari ini pun Eucharistia mendapatkan undangan dari walikota untuk makan siang bersama beberapa anggota kementerian.
Suasana pertemuan kali ini cukup kondusif, tetapi Eucharistia tetap saja merasa tidak tenang. Seakan menyadari keresahan Eucharistia, sang Walikota pun berkata, "Anda sekalian tidak perlu tegang. Saya hanya ingin kita semua makan malam setelah beberapa minggu bekerja keras. Sekaligus saya ingin meminta pendapat Anda sekalian tentang ide kegiatan untuk memperbaiki hubungan antara Kaum Berbakat dan nonberbakat. Apakah ada dari Anda sekalian yang memiliki ide kegiatan?"
Valaria memohon izin untuk bicara dan ia pun mengajukan pemikirannya, "Bagaimana jika Syukuran Kelulusan untuk tahun ini dilaksanakan secara besar-besaran sehingga seluruh warga dapat ikut berpartisipasi. Dalam pelaksanaannya, para warga dapat bergotong-royong membuat masakan secara konvensional tanpa menggunakan bakat, kemudian warga bisa menikmati hidangan diiringi pertunjukan dari Kaum Berbakat."
"Terdengar menarik," ujar Pak Walikota.
"Saya juga punya usulan," seru Katharina. "Lebih tepatnya, saya hendak mengajukan ide Nyonya Eucharistia. Dalam rancangan program kerja yang diajukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat kegiatan yang disebut Turnamen Persaudaraan."
Eucharistia mengerutkan kening. Ide kegiatan Turnamen Persaudaraan terinspirasi dari cerita Faenish dan Ezer yang terjebak dalam permainan ular tangga ciptaan Katharina. Saat itu, Clarine membayangkan dirinya dan Zoenoel mengalami petualangan yang sama. Siapa sangka Katharina akan mengungkit tentang kegiatan itu.
"Namun agar sesuai dengan tujuan yang dimaksud Bapak Walikota, saya mengusulkan beberapa perubahan." Katharina melanjutkan. "Bagaimana jika tim yang akan dibentuk untuk mengikuti kegiatan ini bukan lagi kakak dan adik asuh, tetapi berupa gabungan dari siswa Kaum Berbakat dan nonberbakat?"
Kalimat-kalimat persetujuan terdengar bersahut-sahutan. Namun Eucharistia justru mendapati ekspresi kecewa di wajah Valaria. Gadis itu jelas sedang sakit hati karena idenya tidak dibahas lebih jauh sementara ide Eucharistia mulai dibahas segi teknis pelaksanaannya.
"Untuk kegiatan Turnamen Persaudaraan, bagaimana jika kita memanfaatkan area permainan ular tangga Anda, Ibu Katharina?" usul Drina.
"Tempat itu sebenarnya dibuat bukan untuk kepentingan umum," ujar Katharina. "Saya membuat tempat itu karena hobi dan mungkin kurang layak untuk menunjang ide besar Nyonya Eucharistia."
"Maaf jika saya menyinggung," ujar Drina. "Hanya saja, menurut saya, mengingat tempat itu sangat sesuai dengan ide Turnamen Persaudaraan dan keterbatasan bahan yang tersisa setelah proyek sensor pendeteksi yang telah dilaksanakan, keberadaan arena bermain Ibu Katharina akan sangat membantu. Apalagi musim ujian sekolah tinggal menghitung hari, yang artinya liburan sekolah juga akan segera tiba. Waktu yang ada tidak akan cukup untuk membuat area permainan yang baru."
"Baiklah. Jika Nona Drina merasa terbantu dengan hal tersebut, silahkan saja digunakan." Katharina menampilkan senyuman untuk membalas tatapan tajam Drina.
"Saya agak ragu dengan respons Kaum Nonberbakat nantinya terhadap acara turnamen keakraban," tutur Yudi. "Maksud saya, setelah kasus-kasus penyalahgunaan bakat yang tidak semuanya bisa kita tutupi dari publik, kepercayaan publik pada Kaum Berbakat menurun jauh. Saya sarankan sebelum pelaksanaan kegiatan ini, kita sebaiknya berikan contoh dengan beberapa orang untuk menjelaskan peraturan kegiatan sekaligus untuk meyakinkan bahwa kegiatan ini tidak berbahaya."
"Ya, saya sependapat." Katharina berseru. "Jika boleh, saya ingin mengusulkan anak saya sendiri bersama calon menantu saya untuk berada dalam turnamen percontohan tersebut."
Eucharistia tersedak.
"Anda baik-baik saja?" Katharina memandang Eucharistia khawatir.
"Ya, maaf saya hanya kurang berhati-hati," ujar Eucharistia.
"Saya juga merasa hal tersebut memang diperlukan," seru Pak Walikota, disusul beberapa anggukan setuju dari para anggota pertemuan yang lain. "Kalau begitu, sebelum kita menyepakati adanya turnamen percontohan, adakah yang ingin mengajukan keberatan?"
Sesaat ruangan hening. Tidak ada yang mengajukan keberatan.
"Kalau begitu diputuskan adanya turnamen percontohan." Pak Walikota menepuk meja tiga kali sebagai tanda keputusan dibuat. "Selanjutnya kita akan membahas tentang peserta turnamen percontohan tersebut. Ibu Katharina sudah mengusulkan dua orang, dan saya ingin menyarankan menteri perhubungan untuk ambil bagian dalam turnamen percontohan ini."
"Ya, kurasa keikutsertaan nona Valaria adalah sebuah kewajiban," seru Yudi.
Gumaman setuju kembali terdengar.
"Kalau begitu saya akan ikut," ujar Valaria.
"Bagaimana dengan adik asuh Anda?" celetuk Yudi dengan tatapan masih terarah pada Valaria. "Mengingat kegiatan ini seharusnya dilakukan oleh kakak-adik asuh, tidak ada salahnya Anda mengajak adik asuh Anda. Setidaknya Ibu Eucharistia tetap mendapatkan rancangan awal kegiatannya, bukan begitu?" Kali ini Yudi mengalihkan pandangannya pada Eucharistia.
"Ah benar juga, bukankah gadis yang menjadi pacar dari putra ibu Katharina sekarang juga adalah adik asuhnya dulu. Benar-benar cocok." Telly berseru penuh semangat. "Gadis itu sekarang termasuk Kaum Nonberbakat, jadi sudah ada dua Kaum Berbakat dan satu Kaum Nonberbakat."
"Jika adik asuh nona Valaria juga ikut, kita sudah memiliki tiga Kaum Berbakat dan satu Kaum Nonberbakat," ralat Katharina. "Kita perlu saran anggota Kaum Nonberbakat lagi."
"Saya mengajukan Rexel," ujar Yudi. "Anak itu cukup bersemangat dengan segala hal yang menyangkut Kaum Berbakat, kurasa ia akan sangat gembira bila diajak."
"Saya mengusulkan seorang gadis bernama Maery," imbuh Katharina. "Saya juga ingin mengusulkan tentang pemasangan peserta. Sehubungan dengan tujuan pelaksanaan yang telah disampaikan Pak Walikota, saya bermaksud membuat tiga kelompok yang masing-masing beranggotakan dua orang. Satu Kaum Berbakat dan satu lagi Kaum Nonberbakat. Ketiga kelompok yang saya maksudkan akan mewakili hubungan asmara, persahabatan, dan orang asing. Anak dan calon menantu saya jelas merepresentasikan hubungan asmara. Sementara itu, Nona Valaria bersama sahabatnya Nona Maery akan merepresentasikan hubungan persahabatan. Yang terakhir, hubungan orang asing akan direpresentasikan oleh Nona Queena dan Rexel."
Gumaman setuju langsung terdengar dan tepukan meja sebanyak tiga kali oleh Pak Walikota pun menjadikan usul Katharina sebagai suatu keputusan sah.
***
"Seseorang menunggumu di bawah."
Eucharistia nyaris menjerit kaget saat mendengar suara Zoenoel dari belakang. Ia baru saja berteleportasi kembali ke kamar dan nyaris membuka baju.
Buru-buru Eucharistia berbalik.
Tak sesuai harapannya, tidak ada Zoenoel di sana. Hanya ada sosok Doroty yang kini bergelung di atas sofa.
Dengan berat hati, Eucharistia meraih baju ganti dan pergi ke kamar mandi. Ia kemudian berteleportasi ke halaman samping untuk melihat siapa yang dimaksud Zoenoel.
Hal pertama yang menarik perhatian Clarine adalah keberadaan sebuah kereta karnaval yang cukup besar dan terparkir di halaman rumah. Kereta itu tak sendiri, dua ekor kuda hitam tampak menikmati makan malam mereka tak jauh dari kereta.
Sementara itu, di teras rumah terdapat seorang wanita berpenampilan eksentrik. Baju berwarna ungu metalik wanita itu berpendar, topi pesulap dengan warna senada di kepalanya dihiasi ranting dan sulur-sulur tanaman. Penampilan wanita itu menarik dalam konteks yang cukup rumit untuk dijelaskan. Serumit membayangkan seseorang yang tampak memukau dengan pot bunga di atas kepala.
Clarine sama sekali tidak mengenali siapa wanita itu.
"Hai, kamu pasti Clarine." Wanita eksentrik itu melambai ke arah Clarine. Hal yang cukup aneh, mengingat Clarine menyembunyikan diri di balik semak.
Pandangan sang wanita pun sama sekali tak beranjak meskipun Clarine tak kunjung bergerak dari persembunyiannya. Wanita itu justru kembali berseru, "Tak perlu takut begitu, aku herbivora kok."
Walaupun ingin sekali berteleportasi kembali ke kamarnya yang aman, Clarine akhirnya memilih menghampiri sang tamu. Ia baru mengingat sesuatu. Deslia kemarin menghubunginya dan memberitahu soal kedatangan seorang teman yang akan menginap selama beberapa hari. Hanya saja, Clarine tidak menyangka istilah 'artistik' yang dikatakan Deslia sambil tertawa ternyata bukan lelucon.
"Apa Anda Tante Sayang, teman mama?" Clarine memastikan.
"Ya, kau benar." Wanita itu tersenyum semakin lebar. "Maaf, aku akan merepotkanmu selama beberapa hari ke depan. Namun, setidaknya untuk sementara kau akan punya pemotong rumput alami." Tante Sayang memberikan kode ke arah kedua kudanya dan tersenyum hingga wajahnya tampak menggelikan.
Clarine sampai bingung harus merespons bagaimana. Pada akhirnya ia hanya ikut tersenyum sebelum mengalihkan pembicaraan. "Kapan tante sampai?"
"Belum lama. Mbok Na tadi menemaniku di sini, tetapi ia tiba-tiba harus pulang, dan aku tidak enak menunggu di dalam jika tuan rumahnya tidak ada."
"Tante tidak perlu sungkan, anggap saja rumah sendiri."
"Sebenarnya aku sudah cukup kurang ajar. Selama kau pergi, aku sudah menjelajahi rumahmu lebih dari yang normalnya seorang tamu lakukan. Namun, tenang saja, tak ada yang hilang, aku jamin itu. Aku justru menambahkan beberapa hal yang berhubungan dengan hobiku, kau akan menikmatinya."
Sekali lagi Clarine hanyabisa memasang senyuman. Sama sekali tak tahu harus merespons bagaimana, ia punterlalu lelah untuk mempertanyakan segalanya. Wanita di depannya adalah teman Deslia, jadi seharusnya tidak masalah. Semoga saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top